Sejak akhir 2024 hingga kini, Korea Selatan sedang menjadi pusat perhatian dunia. Bukan karena film atau drama baru, terlebih bukan juga karena adanya grup penyanyi baru. Dunia sedang memusatkan perhatiannya pada gonjang-ganjing politik di sana. Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol yang disahkan oleh Mahkamah Konstitusional Republik Korea pada 4 April 2025 membawa lembaran politik baru. Dua bulan setelahnya, tepatnya pada 3 Juni 2025 kelak akan diadakan pemilu untuk memilih presiden baru pengganti Yoon.
Pemilu ini membawa kekhawatiran sekaligus harapan baru untuk perdamaian di semenanjung Korea. Salah satu kandidat Presiden, Lee Jae Myung menyerukan dialog dan jalan damai dengan Korea Utara. Jika ia terpilih maka jalan damai adalah jalan utama yang akan dibuka olehnya dengan berdialog bersama pemimpin Kim Jong Un. Namun, kekhawatiran juga muncul jika tokoh-tokoh politik konservatif Korea yang naik lagi. Alih-alih gencatan senjata, konfrontasi militer dan ketegangan di semenanjung dikhawatirkan akan terus berlarut. Polemik ini juga akan berpengaruh terhadap ekonomi Korea Selatan dan kawasan Asia Timur di tengah bipolarisasi ekonomi dunia saat ini.
Bagaimana Indonesia harus menyikapi?
Indonesia secara geografis memang tidak berbatasan langsung dengan kedua Korea Namun Indonesia merupakan negara pertama di Dunia yang menialin hubungan diplomatik penuh dengan kedua Korea sekaligus. Posisi diplomatik ini membawa Indonesia punya modalitas besar untuk berkontribusi terhadap perdamaian di semenanjung Korea. Hal ini pernah dan terus dilakukan oleh Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri.
Megawati salah satu orang pertama yang menvambut kedatangan kedua pemimpin Korea Utara, Kim Il Sung dan anaknya Kim Jong Il pada tahun 1965 di Indonesia. Berpuluh tahun terpisah, Megawati Soekarnoputri kembali bertemu Pemimpin Kim Jong Il di Korea Utara pada tahun 2002 dan menunjukkan bahwa Indonesia sangat dihormati dan disegani oleh Korea Utara.
Di Korea Selatan pun sosok Ibu Mega mendapatkan penghormatan yang tinggi karena kontribusinya yang besar terhadap hubungan bilateral antara Korea Selatan dengan Indonesia. Apresiasi teranyar dari Korea Selatan adalah penganugerahan professor kehormatan dari Seoul Institute of the Arts (SIA) kepadanya atas kontribusinya dalam kebijakan seni dan ekonomi kreatif.
Megawati Soekarnoputri juga sampai saat ini merupakan utusan khusus (Special Envoy) yang menjadi tokoh penengah antara Korea Utara dan Korea Selatan. Beberapa waktu lalu, tepatnva pada 17 April 2025 di Kebun Raya Bogor, Megawati menitipkan pesan dan harapan khususnya kepada pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un. Ia terus menyuarakan perdamaian di semenanjung Korea hingga terwujudnya reunifikasi.
Indonesia nyatanya memiliki posisi politik strategis dan tokoh politik yang mumpuni untuk berkontribusi lebih besar terhadap perdamaian dunia. Bukankah itu merupakan amanat undang-undang dasar RI? Sejak Konferensi Asia Afrika dan Jakarta Informal Meeting (JIM), agaknya sulit untuk melihat momen-momen besar di mana Indonesia berdiri untuk kepentingan internasional.
Bebas aktif Indonesia terus diuji
Politik bebas aktif Indonesia terus diuji seiring perkembangan geopolitik dunia. Kebebasan mungkin sudah dengan jelas dapat kita lihat bersama, namun keaktifan masih menjadi tanda tanya. Modalitas Indonesia untuk berkontribusi terhadap perdamaian di semenanjung Korea sangat kuat. Modalitas historis berupa hubungan baik yang dimiliki Indonesia dengan kedua Korea. Ditambah lagi dengan hadirnya tokoh penengah, Megawati Soekarnoputri sebagai tokoh yang disegani oleh kedua belah pihak. Perlu ada keseriusan dari pemangku kebijakan luar negeri Indonesia untuk menunjukkan taringnya kembali dalam kancah internasional. Terutama dengan mengeksekusi dua modalitas besar Indonesia untuk Korea ini.
Sembari menunggu dan menebak presiden Korea Selatan selanjutnya, tidak salah juga bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri dalam upaya-upaya lebih aktif membawa perdamaian di semenanjung. Jika teriadi konflik senjata dan peperangan, Indonesia dapat dipastikan akan menjadi salah satu negara yang amat dirugikan. Bagaimanapun Korea Selatan merupakan partner strategis Indonesia dalam bidang ekonomi.