PENDAHULUAN
Perkembangan era digital telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam cara pandang terhadap tempat ibadah. Munculnya media sosial sebagai medium berbagi pengalaman visual menjadikan sejumlah masjid tidak hanya berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan, tetapi juga sebagai destinasi wisata religi yang menarik perhatian publik. Salah satu fenomena menarik yang mencerminkan hal ini adalah keberadaan Masjid Perahu As-Shodiqin di Wanareja, Cilacap. Masjid ini memiliki arsitektur unik menyerupai bentuk perahu dan dikelilingi oleh air, menjadikannya daya tarik tersendiri bagi warganet.
Situasi tersebut menimbulkan dilema antara fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah dengan tren masyarakat yang lebih mengedepankan aspek estetika demi kebutuhan konten media sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian tentang bagaimana cara menjaga kekhusyukan dan nilai-nilai ibadah tetap lestari di tengah derasnya arus digitalisasi dan komersialisasi wisata religi.
PEMBAHASAN
Masjid dalam tradisi Islam memiliki fungsi utama sebagai tempat pelaksanaan ibadah, khususnya shalat berjamaah, serta menjadi pusat pendidikan dan pembinaan umat. Fenomena masjid yang menarik perhatian publik karena bentuk fisiknya, seperti Masjid Perahu, menghadirkan tantangan tersendiri dalam menjaga marwah kesucian tempat ibadah. Pengunjung yang datang dengan tujuan utama untuk mengabadikan momen pribadi atau membuat konten digital kadangkala mengesampingkan etika dan adab di dalam masjid, seperti berpakaian kurang pantas atau bersuara keras.
Islam mengajarkan pentingnya menjaga adab ketika berada di tempat ibadah. Seperti dalam QS. Al-Hujurat ayat 2, Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata keras-keras kepada beliau sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, agar tidak hapus (pahala) amalanmu, sedang kamu tidak menyadari." (QS. Al-Hujurat: 2)
Meskipun konteks ayat ini merujuk pada adab kepada Nabi, semangat menjaga kesopanan dan ketenangan di tempat yang dimuliakan tetap relevan untuk masjid.
Namun demikian, tren ini juga memiliki potensi positif. Masjid Perahu berhasil menjadi daya tarik religius sekaligus ekonomi bagi masyarakat sekitar. Meningkatnya jumlah pengunjung mendorong tumbuhnya sektor usaha kecil, seperti penjualan makanan, oleh-oleh, hingga jasa parkir. Selain itu, popularitas masjid juga dapat menjadi sarana dakwah yang menjangkau generasi muda yang akrab dengan dunia digital.
Pondok pesantren yang berdiri di sekitar masjid, turut berperan penting dalam menjaga nuansa spiritual. Para santri tak hanya mendalami ilmu agama, tetapi juga berkontribusi sebagai pemandu pengunjung dan mengelola media sosial masjid dengan konten dakwah yang ramah generasi muda. Ini menjadi contoh konkret sinergi antara nilai tradisional dan inovasi kekinian.
Untuk menyikapi fenomena ini secara bijak, diperlukan upaya konkret dari pengelola masjid. Salah satunya adalah dengan menyusun pedoman kunjungan yang mengatur adab dan batasan aktivitas selama berada di lingkungan masjid. Penempatan papan informasi yang edukatif, penyediaan area khusus berfoto di luar area utama ibadah, serta pelibatan para santri dari pondok pesantren sekitar sebagai pemandu spiritual dapat menjadi solusi. Dengan demikian, nilai-nilai ibadah tetap dapat dijaga tanpa menafikan perkembangan zaman.