Mohon tunggu...
Achmad FirdausZulfikar
Achmad FirdausZulfikar Mohon Tunggu... Penyuka Sejarah

Penyuka sejarah yang memiliki nama lain Afizu22

Selanjutnya

Tutup

Bola

Kisah Timnas Indonesia di Australia: Dari Ramang hingga Kemenangan 8-0

10 Maret 2025   16:53 Diperbarui: 17 April 2025   14:22 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Australia (WorldAtlas.com)

Australia sebagai negara jiran Indonesia menjadi tempat berbagai kisah sejarah tercipta bagi timnas sepakbola Indonesia. Kisah ini bahkan memuat kisah melegenda yang sampai sekarang belum terulang kembali. Kisah disini bukan hanya tentang Negeri Kangguru sebagai lawan satu grup Timnas Indonesia di Putaran 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia atau tempat pesepakbola diaspora bermain seperti Rafael Struick, Matthew Baker dan Timothy Baker, atau pemain yang baru diseleksi Nova untuk Piala Asia U17, yaitu Alamar Wijaya dan Jamie Gani. 

Sejarah memiliki tiga unsur penting dalam pembentukannya yaitu ruang, waktu, dan manusia. Australia sebagai sebuah tempat menjadi sebuah ruang dalam sejarah paling melegenda Timnas Indonesia. Dalam kisah sejarah pertama yang dimaksud di sini, waktunya adalah 1956 dan sebagai aktornya adalah pasukan timnas Indonesia dengan Ramang, Maulwi Saelan, Djamiat Dalhar, Kwee Kiat Sek, Mohamad Rasjid, dan lainnya. Sudah menebak apa kisah sejarah yang dimaksud? 

Infografis terakhir kali Timnas Indonesia bermain di Olimpiade
Infografis terakhir kali Timnas Indonesia bermain di Olimpiade

Penyihir Ramang dan Pejuang Merah Putih Lainnya di Melbourne

Melbourne, Australia layaknya menjadi koloseum bagi timnas Indonesia. Setelah menang WO atas Taiwan di kualifikasi, Indonesia sah menjadi gladiator di Olimpiade 1956 cabang sepak bola. Laga perdana Garuda tertunda karena pada babak awal, Vietnam yang menjadi lawannya malah mengundurkan diri. Barulah pada 29 November 1956 di babak 8 besar, Merah-Putih akan menghadang Uni Soviet yang sebelumnya menang 2-1 atas Jerman. 

Yashin dan kolega yang diuntungkan dengan postur tinggi dan kehebatan para pemainnya tidak dapat memanfaatkannya. Olympic Park Stadium menjadi saksi bisu kehebatan taktik pelatih Indonesia kala itu, Toni Pogacnik. Bahkan, Presiden FIFA yang mulai menjabat pada 1961 memujinya. 

“Baru sekali saya melihat permainan bertahan yang sempurna sekali,” kata Sir Stanley Rous, seperti dikutip dari Tabloid BOLA edisi 27 Juli 1984 yang kemudian disadur Bola.com.

Pemain Indonesia kala itu tampil apik. Mereka yang memiliki pekerjaan lain selain bermain sepakbola seperti Maulwi Saelan yang juga Wakil Komandan Batalyon CPM, Djamiat Dalhar yang adalah ahli kimia, Jasrin Jusron, Kasmuri, dan Mohamad Rashjid yang seorang polisi, hingga M. Sidhi yang juga adalah tentara menampilkan permainan yang luar biasa. Walaupun begitu, diantara mereka, Ramang lah yang paling bersinar. Pangeran dari Makassar itu menjelmah sebagai penyihir yang memporak-porandakan negeri Stalin itu. 

"Bek-bek uni Soviet yang bertubuh raksasa langsung terbangun saat Ramang, penyerang lubang bertubuh kecil, melewati dua dari mereka dan memaksa (kiper Lev) Yashin melakukan penyelamatan dengan tepisan," tulis FIFA seperti dikutip dari artikel kompas.com berjudul "FIFA Mengenang Kehebatan Ramang"

"Pemain berusia 32 tahun (Ramang) hampir saja membuat Indonesia unggul, yang bakal menjadi puncak kejutan, pada menit ke-84 andai saja tendangannya tidak ditahan pria yang dikenal luas sebagai kiper terhebat dalam sejarah sepak bola," lanjut asosiasi sepakbola internasional tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun