Mohon tunggu...
Afiv Helwabima
Afiv Helwabima Mohon Tunggu... mahasiswa

penggemar otomotif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mitos Desa Golan dan Mirah Sebagai Kearifan Lokal dan Etika Lingkungan Masyarakat Setempat

30 Mei 2025   21:33 Diperbarui: 4 Juni 2025   20:10 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Makam Ki Ageng Honggolomo dan makam Joko lancur, Siti Amira. Sumber: Prasetya UB)

Dalam cerita mitos Desa Golan dan Mirah memiliki nilai pada aspek etika lingkungan yang tidak secara langsung menjadi fokus utama. Dalam cerita ini lebih menekankan pada konflik antar keluarga dan larangan adat yang lahir dari kesedihan Ki Ageng Honggolono. Namun, secara tersirat cerita tersebut juga menunjukkan nilai-nilai tentang menjaga keseimbangan alam dan mematuhi tradisi yang berlaku pada kedua desa tersebut. Beberapa aspek etika lingkungan pada cerita Golan dan Mirah adalah:

1. Keseimbangan Alam: pada mitos Golan dan Mirah menunjukkan bahwa alam memiliki peran dalam kehidupan masyarakat. Larangan adat yang menyebutkan bahwa warga Desa Mirah tidak bisa menanam kedelai dan warga Desa Golan tidak bisa menyimpan kawul, atau membuat rumah (gubug) bisa diartikan sebagai bentuk menjaga keseimbangan alam. 

2. Respek Terhadap Alam: pada mitos Golan dan Mirah ini juga ada keterlibatan bahwa masyarakat harus memiliki rasa hormat dan menjaga kelestarian alam. Tindakan yang dianggap merusak keseimbangan alam, seperti memalsukan hasil panen (dalam hal ini, mencampur padi dan kedelai dengan jerami), dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan dapat menyebabkan masalah.

Kesimpulan: 

Mitos Desa Golan dan Mirah merepresentasikan bentuk kearifan lokal yang berkembang dalam masyarakat sebagai hasil dari pengalaman historis dan nilai-nilai budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Melalui kisah tragis antara Joko Lancur dan Dewi Amirah, masyarakat kedua desa membangun sistem norma berupa tradisi larangan adat yang hingga kini masih dijalankan. Tradisi ini tidak hanya menjaga harmoni sosial, tetapi juga mencerminkan prinsip etika lingkungan, seperti penghormatan terhadap alam, pemeliharaan keseimbangan ekologis, dan penolakan terhadap eksploitasi sumber daya secara sembarangan.

Kearifan lokal ini berperan penting dalam membentuk identitas budaya serta menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Meskipun lahir dari konflik masa lalu, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap relevan untuk memperkuat solidaritas sosial dan mendorong kesadaran ekologis di tengah masyarakat modern. Oleh karena itu, pelestarian tradisi larangan adat ini patut didukung sebagai bagian dari upaya menjaga keberlanjutan budaya dan lingkungan.

Referensi:

Balai Bahasa Jawa Timur, Legenda Mirah Golan, 13 Februari 2023. https://balaibahasajatim.kemdikbud.go.id/2023/02/13/legenda-mirah-golan/ 

Dema Fuad IAIN Ponorogo, Menyingkap Golan dan Mirah, Misteri yang Melegenda di Ponorogo, 15 Desember 2021, https://demafuad.iainponorogo.ac.id/2021/12/15/menyingkap-golan-dan-mirah-misteri-yang-melegenda-di-ponorogo/

Koentjoroningrat, (1997), Kebudayaan Mentalitas Masyarakat dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta.

M. Agus Prasetyo, (2020), TRADISI LARANGAN ADAT PADA CERITA RAKYAT DESA GOLAN DAN MIRAH: TINJAUAN ANTROPOLINGUISTIK, Jurnal Ilmiah Kebudayaan SINTESIS, Volume 14, Nomor 2, Oktober.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun