Mohon tunggu...
Afin Maula Habib
Afin Maula Habib Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga NIM 24107030067

Ga begitu suka dengan dunia menulis namun pernah menggeluti reporter di Majalah Madani PPHM Ngunut selama tiga tahun. Ikuti saya dan dapatkan berita-berita dan pembahasan menarik n tops.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Minal Aidzin Wal Faizin: Jalan Menuju Kedamaian Batin

1 April 2025   19:44 Diperbarui: 2 April 2025   00:08 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto penulis saat sungkeman dengan Ibunya | Sumber: Dokumen Pribadi.

 Hidup sering kali membawa kita pada persimpangan di mana rasa bersalah dan beban emosional menjadi tembok penghalang untuk melangkah lebih jauh. Seiring berjalannya waktu, kesadaran bahwa meminta maaf dan memaafkan adalah dua sisi koin yang sama---keduanya sama-sama menenangkan---datang seperti bisikan lembut di tengah heningnya suasana. 

Pengalaman saya meminta maaf kepada seseorang dan memaafkan diri atas kesalahan masa lalu ternyata membawa perubahan besar dalam hidup. Beban hati yang dulu terasa berat perlahan memudar, digantikan dengan rasa ringan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Dalam perjalanan ini, saya juga berbincang dengan dua orang yang memiliki pandangan mendalam tentang arti memaafkan. Percakapan itu memperkaya perspektif saya dan memberi jawaban atas pertanyaan penting: bagaimana memaafkan, baik kepada orang lain maupun diri sendiri, dapat membawa ketenangan batin?

Meminta Maaf: Sebuah Keberanian yang Mengubah Segalanya 

Beberapa waktu lalu, saya berada dalam situasi sulit di mana saya harus meminta maaf kepada seseorang, meski bukan saya yang memulai kesalahan. Hubungan kami sempat renggang akibat kesalahpahaman yang membuat kedua belah pihak merasa tersakiti. Awalnya, rasa malu dan takut menjadi penghalang untuk mengambil langkah itu. Namun, ketika akhirnya saya memberanikan diri untuk meminta maaf, suasana hati saya perlahan berubah. Kata "maaf" yang sederhana ternyata memiliki kekuatan luar biasa.

Saya merasa seperti melepaskan beban yang selama ini mengikat hati saya. Tidak ada lagi rasa nggak enak yang terus menghantui, digantikan oleh kedamaian dan rasa lega. Permintaan maaf yang tulus membuka pintu rekonsiliasi dan membuat hubungan yang dulu retak kembali utuh.

Saya bertanya kepada seorang teman, Reggy, tentang pengalamannya meminta maaf. Ia berkata, "Meminta maaf itu seperti membebaskan diri dari penjara emosi. Awalnya sulit, tetapi setelah dilakukan, rasanya seperti menemukan diri yang lebih ringan dan damai. Yang penting adalah melakukannya dengan tulus tanpa mengharapkan balasan." Kata-kata Wildan semakin menguatkan saya bahwa meminta maaf bukan hanya tentang memperbaiki hubungan, tetapi juga tentang menyembuhkan diri.

Memaafkan Orang Lain: Hadiah untuk Hati Sendiri 

Selain meminta maaf, memaafkan orang lain juga membawa perubahan besar dalam suasana hati saya. Ada momen di mana saya merasa kesal kepada seseorang karena perlakuan mereka yang menyakitkan. Rasa marah dan kecewa terus tumbuh, hingga saya sadar bahwa menyimpan dendam hanya akan melukai diri sendiri lebih dalam.

Saat saya memutuskan untuk memaafkan, suasana hati saya perlahan berubah drastis. Rasa sakit yang sebelumnya menguasai pikiran, pelan-pelan digantikan oleh rasa damai. Memaafkan bukan berarti melupakan, tetapi melepaskan beban emosional agar hati bisa beristirahat.

Pak Rohman, seorang ustadz yang sudah banyak mengajarkan saya tentang kedewasaan, berbagi pandangan yang sangat menyentuh. "Memaafkan itu bukan untuk orang yang menyakiti kita, tetapi untuk diri kita sendiri. Semakin lama kita menyimpan kemarahan, semakin berat beban hati kita. Ketika kita memaafkan, kita memberikan hadiah kepada diri kita sendiri---hadiah berupa kebebasan."

Memaafkan Diri Sendiri: Proses Menuju Ketenangan Batin  

Tidak hanya meminta maaf dan memaafkan orang lain, saya juga belajar tentang pentingnya memaafkan diri sendiri atas kesalahan masa lalu. Ada saat-saat di mana rasa bersalah karena keputusan yang kurang bijaksana di masa lalu terus menghantui saya. Pikiran tentang "seandainya saja" sering kali muncul dan membuat saya sulit untuk merasa damai.

Namun, ketika saya mulai memaafkan diri sendiri, saya merasa lebih tenang dan mampu menerima diri apa adanya. Kesalahan adalah bagian dari perjalanan hidup, dan memaafkan diri adalah langkah penting untuk melanjutkan perjalanan tanpa beban. Proses ini mengajarkan saya untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri dan menghargai setiap pelajaran dari masa lalu.

Memaafkan diri sendiri bukan berarti melupakan dan menormalisasikan kesalahan, namun berusaha menjadikan kesalahan sebagai pelajaran  untuk masa depan.  

Reggy, teman saya, memiliki pandangan yang sama. Ia mengatakan, "Memaafkan diri sendiri itu penting karena kita tidak sempurna. Kesalahan masa lalu harus dilihat sebagai guru, bukan musuh. Setelah kamu menerima itu, kamu akan menemukan ketenangan yang tidak pernah kamu rasakan sebelumnya."

Reggy (Kiri), Penulis (Tengah), dan Ustadz Rohman (Kanan) | Sumber: Dokumen Pribadi Penulis
Reggy (Kiri), Penulis (Tengah), dan Ustadz Rohman (Kanan) | Sumber: Dokumen Pribadi Penulis
Jalan Menuju Kedamaian Batin 

Suasana hati usai meminta maaf dan memaafkan adalah seperti angin segar yang menyapu awan gelap dari pikiran dan hati. Beban yang dulu terasa begitu berat tiba-tiba menjadi ringan, memberi ruang bagi kedamaian untuk tumbuh. Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa memaafkan, baik kepada orang lain maupun diri sendiri, adalah bentuk keberanian yang luar biasa. Ini adalah langkah besar menuju kebebasan emosional dan ketenangan batin.

Melalui artikel ini, saya ingin mengajak pembaca untuk merenungkan makna kata "maaf." Jangan ragu untuk meminta maaf, bahkan jika itu terasa sulit. Jangan takut untuk memaafkan, bahkan jika rasa sakit itu masih ada. Dan yang paling penting, jangan lupa untuk memaafkan diri sendiri, karena setiap kesalahan adalah bagian dari perjalanan kita menuju kedewasaan.

Semoga kita semua menemukan kedamaian dalam tindakan sederhana namun bermakna ini. Karena sejatinya, memaafkan adalah hadiah terbesar yang bisa kita berikan kepada hati kita sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun