"Waduh!" pikir saya begitu tahu rumitnya mengurus izin usaha baru di negeri kita beberapa tahun silam. Saya tercenung mengetahui ada 62 macam perizinan yang harus dilalui seorang pelaku usaha, meliputi izin untuk tanah dan bangunan, operasional, dan lain-lainnya.
Banyaknya izin itu tentu berpengaruh terhadap lamanya waktu dan biaya operasional yang harus dikeluarkan. Belum lagi jika izin yang sudah diterbitkan oleh pemda tidak memiliki kesesuaian dengan pusat.Â
Kondisi ini rawan dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan pungutan liar, dengan alasan demi memuluskan perizinan. Tidak heran jika banyak pelaku usaha yang mengeluh jika prosedur perizinan di indonesia tergolong sulit dan mahal.
Kondisi ini tak hanya dikeluhkan pengusaha lokal. Investor asal luar yang ingin membuka usaha di Indonesia pun merasakan hal yang sama. Antusiasme mereka memudar begitu tahu betapa rumitnya mengurusi perizinan di negeri ini. Banyaknya regulasi yang harus dipatuhi ditambah dengan kendala birokrasi, menghambat niat mereka untuk berinvestasi.
Hal ini diakui oleh Presiden Jokowi dalam Rapat Kerja tentang Percepatan Kemudahan Berusaha di Daerah pada awal tahun 2018 silam. Dikutip dari CNBC (18/8/2020), ia mengungkapkan berbelit-belitnya proses perizinan di daerah, yang dibuktikan dengan pertumbuhan investasi di Indonesia yang hanya mencapai 10% kala itu. Sementara, pada periode yang sama pertumbuhan investasi di Filipina mencapai 38% dan Malaysia 51%.
Tidak mengherankan jika pengurusan izin usaha di Indonesia tergolong paling sulit di ASEAN. Sebagaimana dilaporkan Liputan 6 berdasarkan survei SMRC yang dipaparkan oleh Saiful Mujani pada tanggal 30 Juni silam. Dikutip dari laman ini (18/8/2020), 46% warga setuju bila izin usaha di Indonesia paling sulit di antara negara-negara ASEAN, sedangkan 21% menyatakan tidak setuju.
Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini?
Tentu dengan membenahi persoalan utamanya, yaitu regulasi yang tumpang tindih dan semrawut itu. Tidak bisa tidak. Dengan demikian, kemudahan dalam berusaha tidak lagi terhambat.Â
Penanganannya sendiri harus segera dilaksanakan. Tidak bisa lagi ditunda, jika ingin mengejar ketertinggalan dengan negara-negara ASEAN terkait kemudahan perizinan usaha. Dengan demikian agenda pembangunan ekonomi negeri ini tak tersendat lagi hanya gara-gara regulasi.
Untuk mengatasi hal ini pemerintah merasa perlu untuk menyiapkan Omnibus Law untuk memangkas regulasi yang ada. Meski tergolong baru di Indonesia, kenyataannya Omnibus Law sendiri bukanlah hal baru di dunia.Â
Sebelumnya, sudah banyak negara yang menerapkan Omnibus Law, semisal Filipina, Turki, Selandia Baru, Australia, dan Kanada. Di mana pendekatan ini digunakan untuk mengatasi permasalahan di bidang investasi, perdagangan, serta perpajakan.