Mohon tunggu...
Afin Yulia
Afin Yulia Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Writer, blogger

Gemar membaca, menggambar, dan menulis di kala senggang.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pemerintah Pangkas Gendutnya Regulasi Usaha dengan Cara Ini

18 Agustus 2020   22:39 Diperbarui: 18 Agustus 2020   22:51 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Social Cut dari Unsplash

"Waduh!" pikir saya begitu tahu rumitnya mengurus izin usaha baru di negeri kita beberapa tahun silam. Saya tercenung mengetahui ada 62 macam perizinan yang harus dilalui seorang pelaku usaha, meliputi izin untuk tanah dan bangunan, operasional, dan lain-lainnya.

Banyaknya izin itu tentu berpengaruh terhadap lamanya waktu dan biaya operasional yang harus dikeluarkan. Belum lagi jika izin yang sudah diterbitkan oleh pemda tidak memiliki kesesuaian dengan pusat. 

Kondisi ini rawan dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan pungutan liar, dengan alasan demi memuluskan perizinan. Tidak heran jika banyak pelaku usaha yang mengeluh jika prosedur perizinan di indonesia tergolong sulit dan mahal.

Kondisi ini tak hanya dikeluhkan pengusaha lokal. Investor asal luar yang ingin membuka usaha di Indonesia pun merasakan hal yang sama. Antusiasme mereka memudar begitu tahu betapa rumitnya mengurusi perizinan di negeri ini. Banyaknya regulasi yang harus dipatuhi ditambah dengan kendala birokrasi, menghambat niat mereka untuk berinvestasi.

Hal ini diakui oleh Presiden Jokowi dalam Rapat Kerja tentang Percepatan Kemudahan Berusaha di Daerah pada awal tahun 2018 silam. Dikutip dari CNBC (18/8/2020), ia mengungkapkan berbelit-belitnya proses perizinan di daerah, yang dibuktikan dengan pertumbuhan investasi di Indonesia yang hanya mencapai 10% kala itu. Sementara, pada periode yang sama pertumbuhan investasi di Filipina mencapai 38% dan Malaysia 51%.

Tidak mengherankan jika pengurusan izin usaha di Indonesia tergolong paling sulit di ASEAN. Sebagaimana dilaporkan Liputan 6 berdasarkan survei SMRC yang dipaparkan oleh Saiful Mujani pada tanggal 30 Juni silam. Dikutip dari laman ini (18/8/2020), 46% warga setuju bila izin usaha di Indonesia paling sulit di antara negara-negara ASEAN, sedangkan 21% menyatakan tidak setuju.

Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini?

Tentu dengan membenahi persoalan utamanya, yaitu regulasi yang tumpang tindih dan semrawut itu. Tidak bisa tidak. Dengan demikian, kemudahan dalam berusaha tidak lagi terhambat. 

Penanganannya sendiri harus segera dilaksanakan. Tidak bisa lagi ditunda, jika ingin mengejar ketertinggalan dengan negara-negara ASEAN terkait kemudahan perizinan usaha. Dengan demikian agenda pembangunan ekonomi negeri ini tak tersendat lagi hanya gara-gara regulasi.

Untuk mengatasi hal ini pemerintah merasa perlu untuk menyiapkan Omnibus Law untuk memangkas regulasi yang ada. Meski tergolong baru di Indonesia, kenyataannya Omnibus Law sendiri bukanlah hal baru di dunia. 

Sebelumnya, sudah banyak negara yang menerapkan Omnibus Law, semisal Filipina, Turki, Selandia Baru, Australia, dan Kanada. Di mana pendekatan ini digunakan untuk mengatasi permasalahan di bidang investasi, perdagangan, serta perpajakan.

Ah, sebentar-sebentar. Sebelum bicara lebih jauh, apa sih sebenarnya Omnibus Law itu?

Menurut laman Warta Ekonomi (18/8/2020), Omnibus Law merupakan suatu undang-undang yang dibuat untuk menyasar satu isu besar, yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana. 

Jadi gamblangnya Omnibus Law akan menggabungkan beberapa peraturan perundang-undangan menjadi suatu undang-undang baru demi mengatasi gendutnya regulasi.

Terkait hal ini Fahri Bachmid selaku pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia Makasar, Sulawesi Selatan, berujar pada Gatra (1/7/2020) jika skema Omnibus Law memang digunakan untuk kepentingan deregulasi demi menghindari tumpang tindih serta mewujudkan efisiensi dan implementasi kebijakan. 

Lebih lanjut ia mengatakan jika penerapan Omnibus Law sebagai suatu sistem perundang-undangan secara teknis berdampak pembatalan 79 undang-undang. Dari undang-undang sebanyak itu ada 1244 pasal yang akan direvisi sekalian. Adapun tujuannya tak lain dan tak bukan adalah memperkuat perekonomian nasional lewat perbaikan ekosistem investasi dan daya saing negeri ini.

Lantas apa kelebihan dari penerapan konsep Omnibus Law Ini? Menurut laman Indonesia.go.id (18/8/2020) ada enam kelebihan, yaitu:

  1. Mengatasi konflik peraturan perundang-undangan baik vertical maupun horizontal secara cepat, efektif, dan efisien;
  2. Menyeragamkan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk menunjang iklim investasi;
  3. Memangkas pengurusan perizinan lebih terpadu, efisien, dan efektif;
  4. Memutus rantai birokrasi yang berbelit-belit;
  5. Meningkatnya hubungan koordinasi antara instansi terkait karena telah diatur dalam kebijakan omnibus regulation yang terpadu;
  6. Adanya jaminan kepastian hukum dan perlindungan bagi para pengambil kebijakan.

Namun demikian, sebelum akhirnya disahkan, perlu dijabarkan betul bagaimana penerapan Omnibus Law agar nantinya tidak timbul kesalahpahaman. Pemerintah juga harus mampu meyakinkan bahwa Omnibus Law ini sejatinya hadir membawa kebermanfaatan bagi seluruh rakyat dengan mendengarkan aspirasi yang bergulir di masyarakat.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun