Namun, haruskah hal tersebut dilakukan dalam konteks berbicara di ranah politik?
Keterlibatan mahasiswa dengan kritik politik sebenarnya sudah ada sejak era Boedi Oetomo. Pada tahun 1908, mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indlanche Artsen) mendirikan organisasi pergerakan sebagai wadah pemikiran kritis dengan misi utama untuk menumbuhkan kebangsaan jawa dan menuntun terselenggarakannya pendidikan di seluruh kalangan. Disusul dengan organisasi serta pergerakan-pergerakan lain, melahirkan generasi muda yang berpikiran kritis serta progresif.
Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, lahirlah generasi muda, mahasiswa yang aktif, berpikir kritis, serta progresif di era sekarang. Mahasiswa akhirnya lekat dengan julukan kaum intelektual yang bisa menghubungkan suara rakyat kepada pemerintah.Â
Mahasiswa biasanya selalu diminta untuk mengeluarkan pemikiran yang perseptif dan konstruktif ketika mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Mahasiswa dituntut untuk menjadi kritis saat memberikan kritik. Karena tuntutan itu, mahasiswa perlu melibatkan diri apabila terjadi kejanggalan dalam keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah.Â
Dengan demikian, penyampaian kritik tidak harus selalu dilakukan dengan turun langsung ke jalan. Di era sekarang ini, banyak cara untuk menyuarakan aksi sebagaimana nominasi yang teman teman BEM KM UGM berikan kepada Bapak Presiden Jokowi sebagai predikat selama masa kepemimpinanya. Aksi tersebut dilihat membuahkan hasil karena dengan adanya dukungan teknologi di era ini juga, pesan yang dibawa tersampaikan kepada Presiden.
Kemudian apakah kritik di ranah politik harus disampaikan secara sopan santun ketimuran?
Kesopanan perlu dijunjung tinggi oleh mahasiswa ketika menyampaikan kritik karena mahasiswa merupakan individu terpelajar. Seseorang yang berilmu, baik secara sadar maupun tidak sadar, akan menyampaikan pendapatnya dengan tutur kata yang lebih terstruktur dan tersaring sehingga pendapatnya lebih mudah dipahami oleh pihak yang dikritik. Dalam hal ini, mahasiswa harus menjadi individu yang lebih bijak dalam bertutur kata, termasuk saat menyampaikan kritik.
Kritik yang disampaikan secara sopan akan cenderung lebih diterima oleh pihak yang dikritik kerena dinilai tidak ofensif. Akan tetapi, biasanya kritik yang sopan hanya masuk ke telinga kanan dan keluar telinga kiri.Â
Berkaca pada kasus BEM KM UGM ini, kita dapat melihat bahwasannya kritik yang terkesan 'kurang sopan' lebih ditanggapi. Sebagaimana dilansir dari perkataan Mohammad Zidan, Menteri Aksi dan Propaganda BEM KM UGM 2023 pada wawancaranya di sebuah stasiun TV, "Kami (aksi dan propaganda) melakukan beberapa kajian yang dilakukan dengan teman teman dari isu strategis. Namun, kritik kami tidak sampai ke jajaran Istana".
Jika kita melihat bahwasannya Indonesia merupakan negara demokrasi maka seharusnya sah sah saja mengkritik dengan gaya apapun, ia juga menambahkan "Lalu kami berfikir bagaimana caranya pihak istana melihat kritik dari kami, dengan memberikan nominasi tersebut".
Setiap orang memiliki gaya dan ciri khas masing masing dalam mengkritik, dalam kasus ini teman teman BEM KM UGM menggunakan cara yang agak nyeleneh dan terkesan kurang santun ketimuran. Kritik sopan memang bagus, namun tidak wajib dilakukan. Hal yang paling penting dalam menyampaikan kritik adalah apakah poin utama dari kritikan kita tersampaikan secara tepat kepada yang dikritik.Â