Mohon tunggu...
Afif Sholahudin
Afif Sholahudin Mohon Tunggu... Konsultan - Murid dan Guru Kehidupan

See What Everyone Saw, But Did Not Think About What Other People Think

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaratkan Indonesia?

11 Juli 2018   06:44 Diperbarui: 11 Juli 2018   07:04 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://puncakhati.blogspot.com

Mengambil penjelasan Antonio Gramsci, hegemoni merupakan sebuah cara di mana kelas yang dominan menancapkan dan memelihara kendalinya atas seluruh masyarakat. Justru hegemoni budaya yang terjadi di Indonesia harus disadari terus melanggengkan modernitas barat, kapitalisme, dan penguatan wacana dualistik orientalisme (Barat Modern versus Timut Terbelakang, Barat Demokratis versus Timur Teroris). Jangan sampai kita terbuai karena musuh yang sama namun tertipu berkawan dengan serigala berbulu domba.

Watak ekonomi Indonesia pun berhaluan liberal, pedoman yang pancasilais sudah tertulis dalam konstitusi yang mulai terabaikan. Sedikit saja pengelolaan SDA negara dikembalikan kepada amanah Pasal 33 Ayat (2) dan (3) UUD 1945 bahwa penguasaannya diserahkan kepada negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyatnya. Bukan kemandirian malah keran investasi asing yang dibuka lebar. Awalnya diharapkan sebagai pendorong tumbuhnya sektor-sektor ekonomi namun distorsi kebijakan pemerintah justru membuat penguasaan pengusaha termasuk barat memangsa kesempatan wirausaha lokal.

Politik yang berjalan pun banyak diwarnai pemikiran negara barat yang berhaluan demokrasi-liberal. Pemikiran politik yang dikenalkan di banyak kampus seperti plato dan Aristoteles, Machiavelli, Montesquieu, dll. Parameter kebebasan justru ditempatkan di depan, hasilnya materialisme dalam pendidikan, senkritisme dalam agama, atau liberalisme dalam ekonomi. Tak heran jika kepentingan yang dimaknai agama akan dicap negatif karena hegemoni orientalisme tadi.

Maka benteng terbaik bagi pribumi untuk konsisten menolak hegemoni budaya barat salah satunya dengan selektif memilih mana yang memberikan manfaat kemajuan dan membangun peradaban manusia, bukan terlalu reaktif terhadap teologis Islam yang jelas menghadirkan rahmat. Sikap hedonisme dan materialisme termasuk sedikit dari kebiasaan buruk yang harus ditanggulangi, baik dari kalangan tua maupun muda. Sebab, target empuk prinsip kebebasan barat justru banyak disasar kepada kaum muda.

Tren model pakaian hingga pergaulan mengikuti gaya barat yang sebelumnya tidak dikenal oleh generasi tua saat ini. Mungkin aplikasi joget bebas tak senonoh yang sedang viral saat ini adalah contohnya, atau aplikasi 'Kissing Test' yang mengukur seberapa hebat kamu berciuman akan menjadi pemicu bagi pengguna dibawah umur untuk terpancing melakukan dengan peraga aslinya. 

Mungkin kita menyadari model seperti ini tak dijumpai dari orang berwatak ke-Timur-an karena ketatnya mereka menjaga diri dan menghormati moral, namun mudahnya kita jumpai pengguna orang berwatak ke-barat-an. Tren pakaian pun sejujurnya banyak berkiblat ke barat. Kalau begitu lantas dimana arti kebanggan terhadap budaya asli Indonesia, apa hanya dijadikan simbolitas saat seremonial saja.

Bagaimana dengan konsep equality cerminan barat yang diperjuangkan di Indonesia denga dalih kebebasan, padahal sangat bertentangan dengan norma kemanusiaan yang tumbuh di nusantara? LGBT salah satu contohnya, seolah terlihat sama sekali tak berbau ke-barat-an padahal dibalik itu terbentuk akulturasi budaya berslogankan kebebasan. Namun saat ditentang dengan dalih agama justru ditolak karena bentuk ketidakpastian fundamental negara berketuhanan.

Maka, penting bagi kita objektif dalam menilai akulturasi suatu bangsa. Saat ini penulis menilai jangan dulu menjaga jarak terhadap budaya positif dari luar, apalagi Islam yang rahmatan lil alamin tidak akan bermaksud merusak norma kemanusiaan di nusantara. Justru khawatirlah ketika kita tak sadar bahwa barat dengan segala tawarannya menghias neo-kolonialisme mereka untuk memudarkan Indonesia secara perlahan. Tentu tak semua harus ditolak, minimal kita selektif dalam menilai dan menolak.

Oleh: Muhamad Afif Sholahudin | Bandung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun