"Jika surga dititipkan padanya kelak, maka bagaimana langkah-langkah kakinya sekarang?" -Rima Olivia, penulis buku Shalawat untuk Jiwa dan Terapi Segitiga Cinta.
Al jannatu tahta aqdamil ummahat. Jika sisa umur masih banyak, jika Allah mengijinkan, kelak seorang gadis akan menjadi istri dan ibu. Bukan main. Tempat terindah pun dijanjikan Allah dalam genggaman turunan hawa. Iya, surga. Tempat tinggal abadi bagi ummat terbaik.
Masih mengutip sebuah riwayat yang cukup masyhur: al ummu madrasatul ula, idza a'dadtaha a'dadta sya'ban thayyibal a'raq. Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi yang terbaik. Jreeeng...
Pertanyaannya: apa yang sudah aku lakukan untuk mempersiapkan generasi puluhan tahun mendatang?
Aku masih sering lupa diri. Inginnya bersenang-senang melulu. Terkadang masih meng-galau-kan berbagai hal yang mutasyabihat (samar-samar). Belum lagi terjerat dengan urusan dunia yang sering melenakan. Apa yang sudah aku persiapkan?
Mataku masih sering melihat hal-hal yang dilarang oleh Allah. Mulutku masih suka berbicara sesuatu yang tidak membawa manfaat. Tanganku masih saja ingin mnggapai banyak hal yang sama sekali tidak berkaitan dengan akhirat. Dalam 24 jam sehari, tiada satu detik pun aku memikirkan nasib keturunanku kelak. Duhai, apa yang sudah aku persiapkan?
Sungguh, ini adalah realita yang menyedihkan. Perempuan, dengan berbagai kelemahan dan keistimewaannya diberi amanah besar oleh Sang Pencipta untuk menjadi main guide menuju surga. Sayangnya, masih banyak yang belum sadar akan amanah itu. Amanah yang wajib diemban di atas segala amanah. Amanah yang menentukan nasib kehidupan anak-anaknya di dunia maupun akhirat.
Belum lagi kata Rasulullah SAW, perempuan yang sholihah adalah sebaik-baik perhiasan di muka bumi. Begitu istimewa makhluk bernama perempuan, hingga permisalannya mencapai strata perhiasan. Mahal, berharga, berkilau, langka, dan tentu sulit untuk dijangkau. Nikmat apa lagi yang kau dustakan, wahai perempuan? Tinggal realisasikan saja.
Jika surga dititipkan padanya kelak, maka bagaimana langkah-langkah kakinya sekarang?
Sejak bertemu dengan kalimat itu, aku mengalami perenungan yang amat panjang. Bagaimana mungkin aku selalu mendambakan keturunan yang sholih-sholihah, sedangkan kelakuanku saat ini masih jauh dari kata baik?