Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kuy, Ubah Statement Miring tentang BK Mulai Sekarang!

26 Februari 2018   06:55 Diperbarui: 5 Maret 2018   23:40 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nentiyuliansih.blogspot.com

Hal-hal yang tampak di mata belum tentu seperti apa yang ada dipikiran. Itulah kalimat yang saya sadari semenjak menempuh matakuliah Bimbingan dan Konseling di kampus. Selama ini, banyak sekali pikiran-pikiran negatif yang saya layangkan pada guru BK sewaktu di sekolah dulu. Guru yang paling galak, tega merenggut jam-jam kosong, jarang bersentuhan langsung dengan siswa, dan pandangan-pandangan lain yang kebanyakan bernada negatif. Kompasianer pasti juga berpikiran sama, tho?

Kesalahpahaman yang sering menimpa BK tidak bisa dibiarkan begitu saja. Jika selamanya demikian, maka fungsi dan tujuan utama BK yang telah tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 111 tahun 2014 akan sia-sia saja. Lantas, untuk apa BK itu ada? Nah, berikut adalah sedikit rangkuman tentang statement miring BK di mata masyarakat agar kesalah pahaman di antara kita tidak terjadi lagi... (lha?)

1. Disamakan maupun sama sekali dipisahkan dari mata pelajaran

Setiap sekolah tentu memiliki kebijakan sendiri. Ada yang memasukkan BK ke dalam jadwal mata pelajaran, ada pula yang menetapkan bahwa BK hanya boleh beroperasi ke setiap kelas pada jam kosong saja. padahal, layanan BK bukanlah bagian dari mata pelajaran, juga bukan program sekolah yang independen. Layanan BK harus dilaksanakan setiap saat dan wajib hukumnya untuk bersinergi dengan wali kelas, guru mata pelajaran, siswa, maupun komponen sekolah lainnya.

2. Guru BK dianggap sebagai polisi sekolah

Guru BK sering dibiaskan dengan guru tata tertib atau keamanan sekolah. Ini benar-benar persepsi yang keliru. Guru BK justru dapat dikatakan sebagai "malaikat sekolah", karena tugas guru BK tidak hanya menyelamatkan siswa dari masalah akademik maupun non akademik saja, tetapi juga masalah sosial, pribadi, ekonomi, bahkan masa depan. So sweet, ya?

3. Semata-mata hanya proses pemberian nasihat atau hukuman

Secara kasat mata, guru BK acap kali terlihat hanya sekedar memberi advice kepada siswa yang bermasalah saja untuk kemudian selesai sampai di situ. Padahal tugas BK yang sebenarnya adalah melakukan pendampingan total bagi seluruh siswa, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik disadari maupun tidak disadari.

4. Terbatas pada penanganan masalah yang insidental

Lagi-lagi, yang tampak di mata kita tentang guru BK adalah menangani siswa yang bermasalah pada saat itu juga. Misalkan ada seorang siswa yang ketahuan merokok di area sekolah. Dalam menindaklanjuti kasus tersebut, biasanya guru BK hanya terlihat menegur, memanggil ke ruang BK, menasihati panjang kali lebar, kemudian diberikan poin pelanggaran atau hukuman, setelah itu selesai. That's untrue, man. Guru BK tidak berhenti pada tindakan yang insidental saja, namun kasus tersebut justru butuh penyelesaian jangka panjang. Misalkan, jika ada kasus seperti itu guru BK akan menelusuri secara mendalam tentang mengapa siswa tersebut merokok di area sekolah.

5. Menyamakan cara pemecahan masalah

Nah, biasanya ketika terjadi kasus yang sama ---misalkan kasus pelanggaran merokok di atas, guru BK akan melakukan prosedur tindak-lanjut yang sama. Hal yang demikian tidaklah tepat, karena setiap siswa yang melakukan pelanggaran yang sama tentu memiliki alasan yang berbeda. Ada yang merokok di sekolah karena tidak berani merokok di rumah, ada yang terlalu kecanduan rokok hingga tidak bisa menahan diri, atau mungkin ada yang merokok di sekolah karena terpengaruh dengan teman sepermainannya. Dengan penyebab kasus yang bermacam-macam, maka guru BK juga harus memiliki penanganan yang bermacam-macam pula.

6. Hanya fokus pada siswa tertentu

Selama ini ruangan BK seakan-akan hanya dimasuki oleh siswa-siswa yang "bermasalah" atau melanggar peraturan. Padahal seperti yang telah dijabarkan pada link berikut, bahwasannya layanan BK diperuntukkan pada seluruh siswa tanpa terkecuali. BK tidak hanya memproses hal-hal yang negatif, namun juga yang bersifat positif seperti kelanjutan studi, pengembangan potensi diri, dan sebagainya.

7. Hanya guru BK selaku konselor yang aktif, sedangkan siswa atau konseli berperan pasif

Program BK akan terlaksana dengan maksimal jika konseli dan konselor berperan aktif dalam mencapai tujuan. Jika seorang konseli hanya diam atau bercerita tanpa berniat untuk mengubah keadaan, niscaya program BK hanya akan mengalami ke-sia-sia-an. Ibarat kaki kanan dan kiri, program BK akan mengalami kemajuan jika keduanya mau bergerak.

8. Berpusat pada instrumen

Pada kenyataannya, guru BK sering memberi siswa berbagai angket atau instrumen ini-itu seperti tentang pilihan studi lanjut, peminatan ekstrakurikuler, penilaian terhadap guru, dan lain-lain. Hal tersebut memang diperlukan, namun sesungguhnya tidak semua hal harus didasarkan pada lembaran kertas. Karena belum tentu yang dituliskan oleh siswa adalah hal yang benar-benar diinginkannya. Untuk itu, guru BK harus benar-benar terjun ke lapangan, tidak hanya berbasis pada data saja.

Demikianlah beberapa statement miring yang harus diubah dalam menyikapi sosok guru BK beserta layanannya. Kompasianer, apakah juga punya statement miring lain tentang BK? Sekian dan semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun