Salah bercerita, tak berucap pun keliru,
Kata mereka, lidahku yang tak tahu.
"Kau bocah," ujarnya, "belum mengerti dunia,"
"Orang tua sentiasa benar," sabdanya.
Namun, logika macam apa terangkai?
Benarkah yang renta selalu pandai?
Tak pernahkah khilaf menyapa jiwa yang matang?
Tak adakah keliru di jalan yang dianggap terang?
Lihatlah kursi kekuasaan, penuh yang beruban,
Tangan menari korupsi, nurani tertawan.
Jika teladan buruk mereka suguhkan nyata,
Mengapa hormat dipaksa, bak pusaka purba?
Gila hormatkah jika tanpa cermin budi?
Mengagungkan usia tanpa sebentuk pekerti?
Kiai, ustad, imam, haruskah didewakan?
Bila laku tak suci, hormat pantaskah disematkan?
Usia senja katanya, gerbang penghormatan,
Namun Firaun, Qorun, laknat keangkuhan.
Musailamah pendusta, sejarah mencela,
Pada yang demikian, hormatku membela diri, menolak cela.
Biarlah nurani menjadi kompas sejati,
Menghormati yang pantas, bukan sekadar berhati-hati
Pada usia semata, tanpa suluh kebajikan,
Karena hormat sejati tumbuh dari keteladanan, bukan paksaan zaman.
Kendal, 15/05/2025
Afid Alfian A
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI