Mohon tunggu...
Farid Muadz Basakran
Farid Muadz Basakran Mohon Tunggu... Administrasi - Advokat

#Advokat #Mediator #Medikolegal I Pendiri BASAKRAN dan GINTING MANIK Law Office sejak 1996 I Sentra Advokasi Masyarakat I Hotline : +62816 793 313

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nafsiah Mboi, Politik Kondom, dan Seks Bebas

16 Juli 2012   01:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:55 2423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_188004" align="alignleft" width="300" caption="Produk kondom dipasaran bebas (dok. pribadi) "][/caption] Jika handphone atau ponsel itu adalah pintu masuk untuk menikmati informasi bebas dan pornografi secara bebas. Jika merokok adalah pintu masuk untuk menikmati narkotika dan psikotropika. Maka kondom adalah pintu masuk untuk menikmati kehidupan seks bebas (free sex). Saya masih ingat ketika akhir tahun 2004 dan setelah punya anak pertama, betapa sulitnya mendapatkan kondom. Kondom baru bisa didapat di Apotek dan Supermarket besar. Sementara saat ini di mini market di pinggir jalan sampai ke gunung-gunung sekalipun, kondom sangat mudah dijumpai. Bahkan dipajang di etalase depan, agar mudah dijangkau. Saya pun teringat dengan aksi kampanye kalangan NGO penanggulaangan HIV/AIDS pada medio tahun 90-an, yang menyebarkan kondom untuk kelompok seksual beresiko bahkan kondom itu ditempatkan didalam toples dan diletakkan di meja tamu supaya banyak dilihat dan bebas diambil oleh setiap orang yang memerlukan. Kebetulan saya pernah aktif dalam sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang penaggulangan HIV/AIDS hingga tahun 1997. [caption id="attachment_188005" align="alignright" width="300" caption="Kondom aneka rupa dan rasa beredar bebas (dok. pribadi)"]

1342386661158972557
1342386661158972557
[/caption] Saat itu kondom sudah banyak ragam dan rasanya. Ada rasa cokelat, strawberry, dan sebagainya. Bahkan kondom untuk perempuan pun sudah ada saat itu dan beredar di kalangan tertentu. Kondom aneka rasa dibuat untuk membuat nyaman bagi pelaku seks oral, yang banyak dilakukan oleh kalangan homoseksual dan transgender (gay dan waria). Bahkan saya pun sempat membawa-bawa kondom yang bisa saya peroleh dengan mudah ketika itu ke kampus, sebagai bahan diskusi dengan teman-teman di kampus dan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuannya tentang kondom dan seks bebas ini. Gebrakan Kondomisasi Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Tidak lama setelah dilantik sebagai Menteri Kesehatan oleh Presiden, Nafsiah Mboi langsung menggebrak publik dengan rencananya melakukan sosialisasi dan kondomisasi terhadap kelompok seksual beresiko, termasuk kepada kelompok remaja dengan perilaku seksual beresiko. Yang dimaksud kelompok dengan perilaku seksual beresiko, antara lain pelacur, pria hidung belang, buruh di pelabuhan, nelayan, pelaut, termasuk kelompok gay dan waria. Rencana sosialisasi dan pembagian kondom kepada khalayak dengan perilaku seksual tidak sehat dan beresiko sempat menjadi berita besar di masyarakat dan media massa. Namun akhir-akhir ini, seakan redup, kalau tidak dikatakan hilang. Padahal rencana sudah digodog matang dan siap untuk diluncurkan ke masyarakat sebagai kebijakan Menkes yang baru. Ini sebenarnya lagu lama Nafsiah Mboi sebagai pegiat penanggulangan HIV/AIDS. Nama Nafsiah Mboi memang tidak asing lagi di kalangan pegiat penanggulangan HIV/AID, bahkan penulis pun, pernah di training oleh Nafsiah Mboi, dimana Nafsiah Mboi sebagai salah satu fasilitatornya dalam Pelatihan Calon Konselor  HIV/AIDS yang diselenggrakan oleh LSM HIV/AIDS di bilangan Jakarta Pusat pada pertengahan tahun 1994 yang lampau. Tidak tanggung-tanggung, dana yang akan dihabiskan dalam proyek ibu Menkes yang baru senilai Rp. 25 miliar untuk melakukan sosialisasi dan pembagian kondom kepada kelompok dengan perilaku seksual beresiko tinggi tersebut. Sementara itu kelompok masyarakat yang mempunyai perilaku seks sehat dan sah dan jumlahnya mayoritas, tidak diperhatikan oleh seorang Nafsiah Mboi. Lagu lama yang coba diangkat menjadi sebuah kebijakan publik yang tidak populis dan bebas nilai. Padahal politik kesehatan negara, menempatkan aspek spiritualitas dan agama sebagai hal yang penting dan menentukan dalam penentuan kebijakan dan implementasi kesehatan kepada masyarakat. Kebijakan sosialisasi dan pembagian kondom oleh Kementerian Kesehatan ini tidak berdasar secara sosiologis dan secara yuridis. Secara sosiologis masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang agamis dan menolak setiap perilaku seksual yang menyimpang dan segala bentuk prostitusi. Secara yuridis pun, penulis melihat tidak ada dasar bagi Menkes untuk membuat kebijakan kondomisasi ini. Payung  hukum dibidang kesehatan, yakni UU nO. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Pasal 1 angka 1  disebutkan bahwa "Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis". Sedang menurut Pasal 2 UU No. 36 tahun 2009 disebutkan bahwa "Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif dan norma-norma agama." Dalam penjelasan Pasal 2 UU No. 36 tahun 2009 dijelaskan secara gamblang maksud Pasal 2 tersebut. "Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya kesehatan sebagai berikut: (1) asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatanharus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa. (2) asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material dan sipiritual. (3) asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara. (4) asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan. (5) asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. (6) asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. (7) asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki. (8) asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat." Pemerintah dan pemerintah daerah dan masyarakat bertanggungjawab atas upaya penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai dan norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi. Demikian amanat Pasal 10 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Rencana sosialisasi dan pembagian kondom kepada kelompok seksual beresiko, pemerintah sebenarnya tidak menghormati hak asasi warga negara lainnya yang mayoritas berperilaku seksual yang masih sehat dan berkeluarga. Kelompok beresiko secara seksual adalah kelompok manusia yang tidak sehat, baik secara fisik, mental, agama dan sosial. Solusi terbaik adalah dengan mengobati mereka secara mental dan spiritual, tidak hanya berbekal ilmu kesehatan masyarakat an sich. Kebijakan Tidak Ramah Perlindungan Anak. Berdasarkan Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 menunjukkan bahwa 34,7% remaja putri berusia 14-19 tahun pernah berhubungan seksual dan remaja putra 30,9%. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2010 menunjukkan, 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra nikah. Saat ini sekitar 2,6 juta penduduk Jakarta masuk golongan remaja. Kalau 50% saja dari mereka pernah melakukan hubungan intim, maka jumlah remaja Jakarta yang melakukan seks bebas sebanyak 1,3 juta orang. Jumlah ini belum menghitung wilayah lain di Indonesia. Misalnya saja di Surabaya tercatat 54% remaja melakukan seks pra nikah, di Bandung 47%, dan 52% di Medan. Menurut DR. Tb. Rahmat Sentika, pacaran adalah salah satu perilaku seksual yang mendorong kehamilan. Berdasarkan hal itu, memang benar bahwa remaja atau dalam bahasa UU Perlindungan Anak disebut juga sebagai anak, masuk dalam kelompok seksual beresiko. Namun bukan berarti remaja yang memiliki perilaku seksual beresiko masuk dalam kelompok yang dengan mudahnya memperoleh kondom, apalagi dibagikan secara gratis. Foto-foto diatas menunjukkan bahwa peredaran kondom secara bebas, hal yang perlu diwaspadai oleh pemerintah dan seluruh komponen masyarakat. Pembagian kondom atau membiarkan kondom beredar secara luas itulah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, dengan membuat kebijakan yang pro perlindungan anak. Pembagian kondom kepada kelompok remaja beresiko hanya akan menjerumuskan generasi muda bangsa ini kepada kehancuran mental dan spiritualnya. Sama halnya pula memperkenalkan kepada anak-anak dunia seks bebas yang hampir tak terkendali. Hal inilah yang perlu diperhatikan dalam merumuskan kebijakan dibidang kesehatan. Ingat, menurut pasal 8 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa "Setiap anak berhak memperoleh pelayanan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial". Kembali kepada norma agama dan memperkuat fungsi keluarga adalah solusi yang tepat bagi seorang Nafsiah Mboi dan kita semua untuk merumuskan kebijakan sektor kesehatan yang sesuai dengan norma agama, nilai-nilai dan martabat kemanusiaan. Supaya tidak ada distorsi, yang sehat dianggap sakit, yang sakit dianggap sehat. Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun