Mohon tunggu...
Farid Muadz Basakran
Farid Muadz Basakran Mohon Tunggu... Administrasi - Advokat

#Advokat #Mediator #Medikolegal I Pendiri BASAKRAN dan GINTING MANIK Law Office sejak 1996 I Sentra Advokasi Masyarakat I Hotline : +62816 793 313

Selanjutnya

Tutup

Politik

HARI KARTINI : Kebijakan Nasional Diskriminatif.

21 April 2012   01:36 Diperbarui: 4 April 2017   16:49 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hal ini berbeda dengan tokoh perempuan luar Jawa yang sangat heroik dan bermental mendobrak. Sebut saja Tjoet Nya' Dien, Rohana Kudus, Rangkayo Rasuna Said, Martha Christina Tiahahu, dan lain-lain.

Kebijakan Nasional Diskriminatif

Peringatan Hari Kartini, diambil dari hari kelahirannya, dimulai saat Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden  No. 108 Tahun 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Nasional dan sekaligus menetapkan hari lahirnya pada tanggal 21 April sebagai Hari Kartini.

Keputusan Presiden No. 108 tahun 1964 itu dikeluarkan oleh Presiden Soekarno, 3 tahun menjelang kejatuhannya sebagai Penguasa Orde lama. Saat itu Presiden Soekarno sedang terbuai dengan kekuasaanya dan sempat dikukuhkan oleh MPR ketika itu sebagai Presiden seumur hidup dan banyak dilingkari oleh politisi-politisi yang berusaha mencari muka di hadapannya.

Dalam kondisi sosio-politis saat itu, sulit untuk merumuskan landasan filosofis yang obyektif, untuk menetapkan hari lahir Kartini pada 21 April sebagai Hari Kartini. Penetapan RA Kartini sebagai pahlawan nasional dalam Keppres tersebut, mungkin tidak ada salahnya dan hak beliau untuk mendapatkan gelar tersebut.

Namun penetapan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini itulah yang tidak dapat diterima secara sosologis, filosofis dan yuridis. Materi muatan Keppres No. 108 tahun 1964, terutama menyangkut penetapannya tanggal 21 April sebagai Hari Kartini, adalah sangat diskriminatif.

Kalau tidak ada diskriminatif seharusnya tidak ada Hari Kartini. Untuk mempersamakannya, seharusnya ada Hari Soekarno, Hari Hatta, Hari Dewi Sartika, Hari Tjut Nya’ Dien, Hari Rohana Kudus, dan lain sebagainya. Keppres itu secara sosio-politis menandakan ada pemikiran Jawa sentries dalam lingkaran kekuasaan Soekarno, dan membedakan peran dan posisi kaum perempuan kaum Jawa.

Seharusnya Keppres No. 108 tahun 1964 ini di tinjau ulang, baik dengan keinginan sendiri dari pemerintahan saat ini, atau ada daerah-daerah luar Jawa mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung RI untuk mengubah penetapan tanggal 21 April setiap tahunnya, tanpa mengubah penetapan Kartini sebagai pahlawan nasional.

Penulis melihat ada potensi disintegrasi, bila ini tidak disikapi sejak awal. Kemungkinan ada kecemburuan dan jurang sosiologis dan politis yang menganga di kemudian hari.

Semoga bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun