[caption caption="sumber : http://obatpelangsingmurah.org/timbangan-palu-hakim/"][/caption]
Sungguh beruntung saya memiliki seorang tetangga yang berprofesi sebagai pengacara. Karena saya jadi tak perlu repot-repot mencari pengacara ketika suatu hari harus berurusan dengan hukum. Pak Tumban, tetangga saya yang pengacara itu juga menjadi Ketua RT di lingkungan saya tinggal yang aktif dengan kegiatan lingkungan dan peduli kepada semua warga.
“Baiklah, pak. Ceritakan pada saya kasus hukum yang sedang anda hadapi. Perlu saya tekankan bahwasanya saya adalah seorang pengacara yang prinsipnya membela kebenaran dan menegakkan keadilan,” kata Pak Tumban.
“Masalah tanah, pak,” kata saya.
“Lebih detilnya bagaimana kasus itu, pak?”
“Saya digugat oleh saudara sepupu yang merasa bahwa tanah, rumah, dan pekarangan saya adalah hak mereka. Padahal tanah itu adalah warisan bapak saya yang sebelumnya bersertifikat atas nama bapak saya, lalu ketika sudah diwariskan kepada saya, saya kemudian rubahkan nama dalam sertifikat atas nama saya. Dan tanah itu, pak. Dulu murni dibeli bapak saya dari orang lain, bukan warisan kakek atau buyut saya. Jadi tidak bersangkut paut apa pun dengan saudara sepupu saya. tapi entah bagaimana mereka tiba-tiba menuntut bahwa tanah dan pekarangan itu harus dibagi, dan entah bagaimana mereka kok tiba-tiba memiliki sertifikat atas tanah tersebut atas nama bapak dia yang adalah kakak dari bapak saya. Padahal bapak saya dulu membeli tanah itu dari orang lain dan sudah disertifikat atas nama bapak saya,” jelas saya panjang lebar.
“Wah, dari mana saudara anda itu bisa mendapatkan sertifikat atas tanah yang sama jika permulaannya demikian?” tanya Pak Lumban.
“Saya juga tidak tahu, pak. Tahu-tahu dia datang dan memperlihatkan sertifikat itu pada saya dan menuntut agar tanah dan pekarangan dibagi dua, atau dia akan membawanya ke pengadilan. Tentu saja saya tak peduli, pak. Karena jelas tanah itu milik saya yang sah dan tidak bersangkut paut dengan dia atau bapaknya, atau kakek kami. Tapi dia ternyata sudah mengajukan gugatan dan kemarin saya tiba-tiba mendapat panggilan dari pengadilan negeri,”
“Hmmm, sepertinya saudara anda ini nekat dan ngawur juga, apa pekerjaannya dan, apakah dia kaya, kok sepertinya mencurigakan?” tanya Pak Lumban.
“Dia pejabat di kabupaten. Sekda,” kata saya.