Seperti yang sudah diperkirakan oleh banyak orang dan juga hasil hitung cepat ( quick Count ) pasangan Jkw-MA ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang Pilpres 2019, namun banyak hal menarik yang bisa dianalisa pada Pilpres 2019 ini. Yang pertama : saya melihat bahwa baru kali terjadi dimana seorang calon Presiden yang bersih dari Korupsi, bekerja keras dan nyata, serta diakui oleh dunia, banyak tidak dipilih oleh masyarakat Indonesia. Rakyat Indonesia yang memilih Presiden yang lain, ternyata didasarkan pada suatu kepentingan kelompok  tertentu dan berdasarkan fatwa dari seorang pimpinan agama tertentu.
Padahal, Presiden Joko Widodo juga mengandeng seorang Ulama dan Kyai sebagai wakil Presidennya. Jadi menjadi suatu tanda tanya, apakah murni pilihan sebahagian masyarakat Indonesia itu yang faktor pilihannya karena pertimbangan Agama ? Sepertinya tidak demikian, jelas terlihat bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang mengatasnamakai Agama atau berjubah Agama dibalik semua itu.
Ketika menjelang pendaftaran capres dan cawapres di KPU, kubu Timses Joko Widodo membaca situasi ini, dan akhirnya memutuskan memilih KH. Makruf Amin sebagai wakilnya, dengan harapan untuk bisa mengdongkrak perolehan suara di Banten dan di Jawa Barat.
 Setelah penghitungan suara dilakukan, ternyata pasangan Jkw- MA kalah didaerah pemulihan Banten dan Jawa Barat, ini sangat diluar dugaan dan mengejutkan. Dan hal ini menggambarkan bahwa kesolidan kelompok-kelompok masyarakat yang memilih pasangan 02 tersebut.Â
Dan kondisi seperti ini sudah jelas memperlihatkan bahwa pilihan mereka bukan pada faktor figur, melainkan pada ideologi yang dikelompokanya. Keadaan seperti ini sungguh tidak sehat dalam demokrasi Indonesia, dan para pimpinan Politik serta Presiden harus mempertimbangkan kembali sistem pemilihan Presiden atau kepala daerah secara langsung ini. Agar kelak dikemudian hari Indonesia tidak dibawa dalam suatu sistem pemerintahan yang berbeda dengan Ideologi Pancasila.
"Demokrasi kita saat ini dalam keadaan terancam. Contoh, disaat pelaksanaan hoaks dan kampanye hitam seolah-olah sudah menjadi fenomena liar di dalam kehidupan demokratis kita. Padahal, kita dituntut menjalankannya dengan penuh kegembiraan," kata Prof Dr Franz Magnis Suseno saat mengisi diskusi di Gedung Graha Oikoumene Salemba Lantai 4, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2019).
Strategi kampanye yang mempergunakan banyak fitnah, hoaks dan adu domba  serta kebohongan publik pada tingkat elit politik di Jakarta sungguh-sungguh sangat tidak mendidik dan membuat suatu kemunduran dalam demokrasi Indonesia. Seyogyanya dalam kampanye Pilpres tersebut yang dikemukan adalah program kerja serta visi untuk membangun Indonesia yang lebih Gemilang dikemudian hari.
Yang kedua : bahwa prestasi dan keberhasilan kinerja dari Presiden Joko Widodo ketika memipin Indonesia pada periode I juga menjadi harapan baru bagai rakyat Indonesia untuk terus melanjutkan program pembangunan yang telah direncanakan.Â
Kerja keras dan kerja cerdas Presiden Joko Widodo di Periode I lalu tidak sia-sia, karena telah mendapatkan pengakuan dari rakyat Indonesia yang menilainya dengan fikiran sehat.
Saya mempunyai banyak catatan tentang kinerja dari Presiden Joko Widodo pada periode I kepemimpinannya yang bisa saya tuliskan disini adalah suatu kinerja yang FENOMENAL dan LUAR BIASA.Â
Saya sangat kagum atas kejeniusan Presiden Joko Widodo dalam merencanakan. mengawasi, melaksanakan semua programnya yang jumlahnya sangat banyak itu, sehingga berhasil dengan baik. Saya juga berencana untuk menyusun sebuah buku yang berjudul " Jokowi Sang Pemimpin Fenomenal, Pembaharu Indonesia "
Sekali lagi saya ucapkan Taniah kepada Pak Jokowi dan Pak Kyai Ma'ruf Amin, maju terus bangun Indonesia dan jangan biarkan benih-benih RADIKALISME muncul dan berkembang di Indonesia. Cukuplah negara Suriah dan Irak yang menjadi contoh kehancuran dan kerugian harta benda serta kematian anak-anak yang tak berdosa demi menegakan faham radikalisme yang dibangun oleh kelompok ISIS.Â