Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

UU Cipta Kerja Layaknya Skripsi yang Belum Jadi, Penuh dengan Revisi

16 Oktober 2020   19:18 Diperbarui: 16 Oktober 2020   19:25 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis Perubahan Draf RUU Cipta Kerja. Sumber: katadata.co.id

Kita layaknya dipertontonkan ketoprak humor, namun dalam panggung yang sangat besar dilakoni oleh para penguasa di cabang legislatif di senayan dan eksekutif di istana negara.

Kita melihat sebuah produk legislasi yang mengatur banyak hal dan melibatkan hajat hidup masyarakat Indonesia, namun dibuat secara terburu-buru dan serampangan, pantas saja layaknya skripsi ataupun tugas akhir mahasiswa maka revisi draf pun dilakukan berulang-ulang.

Lebih parahnya sebelum final pun, draf tersebut sudah diparipurnakan disahkan menjadi Undang-undang.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Jumlah dan Isi yang Berubah-ubah

Di rancangan awal di laman DPR RI dan juga Kementerian Koordinator Perekonomian kita akan menemukan bahwa jumlah halaman yang ada didalam RUU Cipta Kerja ini adalah 1.028 halaman.

Di dalam versi awal ini banyak sekali pasal-pasal yang mengundang protes berbagai kalangan terkait ketenagakerjaan, lingkungan, pendidikan, pertambangan, dan lain sebagainya.

Seiring waktu dari pembahasan april sampai disahkan pada 4 Oktober 2020 sempat beredar draf final yang konon telah disetujui menjadi UU dan dibacakan pada siding paripurna berjumlah 905 halaman. Usut punya usut draf yang konon final ini disebarkan oleh beberapa anggota DPR sendiri kepada para jurnalis. Isi di dalamnya pun masih memuat berbagai pasal yang kontroversial.

Beberapa hari dari tersebarnya draf tersebut, ternyata muncul kembali draf lain dengan jumlah 1.035 halaman yang dikonfirmasi oleh Indra Iskandar selaku DPR RI pada 12 Oktober 2020 dalam pesan singkatnya pada wartawan.

Sehari setelahnya ternyata veris terkahirnya berjumlah 812 halaman karena ada perubahan ukuran A4 menjadi ukuran legal dan diakui veris 812 halaman inilah yang akan diserahkan kepada Presiden Jokowi.

"Iya 812 halaman. Pakai format legal jadi 812 halaman," ujar Indra Iskandar selaku Sekertaris Jenderal DPR RI mengonfirmasi ulang.

Melihat perubahan jumlah halaman serta isi dari RUU Cipta Kerja sampai versi finalnya ini banyak pihak yang mengungkapkan bahwa ini semakin memvalidasi kecurigaan publik akan cacat prosedur dan seolah dipaksakan sehingga terburu-burunya RUU ini untuk disahkan.

"Jadi kesimpangsiuran draf adalah akibat dari proses yang dipaksakan. Ingat juga bahwa tanpa persetujuan sebenarnya diagendakan 8 Oktober [paripurna]. Mendadak saja diubah menjadi 5 Oktober," jelas Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Ssusanti  kepada Kontan.co.id pada 12 Oktober 2012 lalu.

Di sosial media pun tidak jauh berbeda seperti yang di ungkapkan oleh akun Titter @AtasYudha yang mencuit tanggapan tentang RUU Cipta Kerja.

"Jangan2 kayak file skripsi dulu : draft awal, draft pengajuan, skripsi komplit, skripsi final, skripsi final maju sidang dst", ungkapnya.

Kritik pedas datang dari ahli hukum Tata Negara Universitas Airlangga, Herlambang Suratman.

"Cara pembentukan hukumnya amburadul (berantakan). Masa kita tanggal 5 Oktober enggak dapat draftnya, kemudian seiring dengan berjalannya waktu [isinya] berubah-ubah, juga tersisipkan dan berubah kata, dan seterusnya," ujar Herlambang kepada ABC Indonesia.

"Menurut saya ini sudah merupakan kejahatan legislasi dan praktik buruk ketatanegaraan dalam pembentukan perundang-undangan," tegasnya.

Di sisi lain yang membuat publik terhenyak juga adalah klarifikasi Jokowi dan DPR sendiri terkait beredarnya hoaks atas RUU Cipta Kerja meski Presiden Jokowi kala itu belum menerima salinan final dari RUU Cipta Kerja.

Kotak hitamnya adalah berdasarakan format yang mana Jokowi mengatakan bahwa apa yang diprotes masyarakat adalah hoaks sementara salinan resminya saja belum diunggah baik DPR maupun Jokowi bahkan banyak anggota DPR RI kala itu yang belum menerima Salinan finalnya.

Hal tadi juga menjadi dasar bahwa pihak kepolisian tidak dapat menangkap orang-orang yang disangkakan menyebarkan hoaks karena ketidakjelasan merujuk versi yang mana mereka berkomentar hal itu juga diamini oleh Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNiversitas Indonesia (PSHTN FHUI), Mustafa Fakhri dalam keterangannya kepada Gresnews.com pada kamis kemarin.

Sumber: katadata.co.id
Sumber: katadata.co.id
Meski Naskah  Final, Namun Tidak Lepas Dari Permasalahan

Adalah Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nur Hidayati yang menyampaikan kepada Kompas.com tertangal 12 Oktober 2020 lalu bahwa meski sudah final versi 812 halaman, pihaknya masih menemukan potensi bahaya yang terkandung dalam pasal-pasalnya khususnya mengenai bidang lingkungan hidup.

"Soal lingkungan yang banyak disoroti seperti terkait penghapusan izin lingkungan, pelemahan prinsip tanggung jawab mutlak dan pelemahan partisipasi publik, masih tetap demikian," ucap Nur.

Di sisi tenaga kerja, Ketua Umumm Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih meyakini di draf final masih menemukan pasal-pasal yang merugikan kaum buruh.

"Misalnya, pengusaha tidak memberi hak pekerja pensiun atau program pensiun. Kemudian, adanya perubahan sanksi pidana ke sanksi administrasi terhadap pemberi kerja yang tidak memiliki izin mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA)," ucap Jumisih kepada Kompas.com, Rabu lalu.

Lebih lanjut di draf 812 halaman ini justru muncul bab baru yang disisipkan padahal di rancangan awal tidak ditemukan yaitu terkait Bab VIA: Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi. Letaknya dimulai dari halaman 424 sampai 435.

Masih banyak permasalahan dan pasal-pasal yang maish dipertahankan dan berpotensi besar menjadi polemik serta pertentangan di masa mendatang.

Kita kembali mempertanyakan apakah DPR dan Pemerintah membuat omnibus law ini hanya asal-asalan atas nama investasi sehingga banyak revisi dan narasi yang basi, padahal UU Cipta Kerja ini menyangkut hajat hidup banyak orang, kepentingan nasional dan orientasi jangka panjang.

Jangan sampai hanya demi investasi yang belum tentu juga datang serta angan-angan lapangan kerja terbuka lebar sehingga mengerek perekonomian nasional justru berbalik arah seperti bumerang, menjadi benalu bagi kesejahteraan rakyat di masa mendatang serta menguntungkan kepentingan sebagian pihak yang berkantong tebal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun