Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tok! Pegawai KPK Resmi Menjadi ASN, Independensi Dipertanyakan

11 Agustus 2020   07:34 Diperbarui: 11 Agustus 2020   08:42 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polemik Pegawai KPK. Sumber: kompas.com

Presiden Jokowi resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) No.41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). PP ini sebenarnya adalah turunan dari UU KPK No.19 Tahun 2020 yang banyak dikritisi oleh berbagai pihak.

Pengalihan status pegawai KPK ini tentu menuai banyak kontroversi jauh sebelum diteken bahkan ketika UU KPK disahkan, karena banyak yang meragukan independensi kinerja KPK setelah beralih menjadi ASN.

Seperti yang diungkapkan mantan Ketua KPK, Abraham Samad yang dirangkum oleh Republika (10/08/2020) menyatakan setidaknya ada tiga permasalahan yang akan muncul.

Pertama masalah kemandirian lembaga dan Sumber Daya Manusia (SDM) KPK. Ketika menjadi di baah Presiden, otomatis intervensi politik tidak dapat dhindari bahkan akan semakin sering dilakukan.

"Bahkan yang paling mengkhawatirkan, tidak akan ada lagi kerja-kerja penindakan tindak pidana korupsi. Yang ada Cuma pencegahan, kampanye, sosialisasi", ujar Abraham Samad (09/08/2020)

Kedua adalah akan adanya pengurangan militansi dalam kampanye dan agitasi advokasi antikorupsi.

"Hal ini karena pegawai KPK memiliki militansi ideologis yang akarnya itu karena mereka "pegawai KPK" yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK, bukan instansi lain. Mereka (pegawai KPK) menjaga KPK seperti menjaga umah sendiri. Alih status ini membuat mereka bukan lagi "orang KPK", meskipun statusnya "pegawai KPK", terang Samad

Masalah terakhir adalah hilangnya kekhususan KPK sebagai lembaga antikorupsi karena alih status kepegawaian.

Jika selama ini rekruitmen anggota KPK melalui mekanisme seleksi khusus "Indonesia Memanggil" dengan alih status kepegawaian mekanisme bisa berubah dan rekruitmen bisa dengan transfer dari instansi pemerintah lain sesuai aturan ASN.

"Tapi sebetulnya kekhususan KPK itu sudah mati ketika UU No 19/2019 diberlakukan dengan menempatkan KPK di bawah Presiden," ungkap Samad kembali.

Di sisi lain, Dini Purwono selaku Juru Bicara Staf Kepresidenan Bidang Hukum dan juga kader Parta Solidaritas Indonesia (PSI) dalam laman presidenri.go.id  mengatakan bahwa penerbitan PP ini hanyalah bentuk tertib administrasi karena amanah dari Undang-undang No.19 tahun 2019. Lebih lanjut dia mengungkapkan tidak akan ada perubahan dalam independensi KPK justu hal ini akan memperkuat KPK

"PP ini tidak akan mengurangi sifat independen KPK, sebagaimana Pasal 3 UU KPK yang menyatakan KPK tetap independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Sama sekali tidak ada niat pemerintah untuk melemahkan KPK dalam hal ini. Sebaliknya ini adalah bagian dari memperkuat institusi pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Dini Purwono. Diungkapkan juga olehnya bahwa PP ini sendiri diprakarsasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Banyak pihak tentu mempertanyakan bagaimana praktik independensi pegawai KPK ketika statusnya berubah menjadi ASN, karena logikanya dengan berubah menjadi ASN mereka masuk sebagai cabang kekuasaan eksekutif dan mengikuti seluruh peraturan sebagai ASN.

Di dalam aturan ASN dinyatakan bahwa mereka harus siap untuk dipindahkan di seluruh instansi terkait di seluruh Indonesia bahkan mereka harus siap juga dipindahkan kepada lembaga/kementerian/instansi lainnya yang membutuhkan dalam hal ini pemerintah berhak memindahkan mereka. 

Adakah jaminan semisal pegawai KPK tidak akan diancam akan dipindahkan ketika mereka menangani kasus perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan kekuasaan? Tidak ada jaminannya. Begitu juga dengan bentuk promosi, pola kerja, serta evaluasi kinerja di KPK.

Belum lagi kita mengetahui bersama bahwa UU KPK  No.19 Tahun 2019 pernah dan masih dalam proses untuk di-judicial review oleh para penggiat korupsi di negeri ini. UU KPK ini sendiri dinilai oleh Dewan Pengawas KPK, Syamsuddin Haris pada peluncuran Indeks Persepsi Korupsi oleh Transparency Internasional Indonesia (TII) Januari lalu bahwa UU No. 19 Tahun 2019 bertujuan melemahkan KPK dan hal ini juga diamini oleh anggota Dewan Pengawas KPK lainnya.

Keraguan banyak pihak tentu tidak dianggap sepele karena dari proses awal pembuatan revisi UU KPK No.19 Tahun 2019 saja sudah menuai polemik sehingga logis ketika produk hukum turunannya tentu akan lebih berpolemik lagi.

Belum lagi melihat KPK sebagai lembaga saat ini seperti kehilangan tajinya sudah kita jarang lihat aksi penindakan serta tangkap tangan yang mereka lakukan. Jika pun ada banyak kasus-kasus kecil saja yang bermunculan. Produktivitas dan independensi KPK semakin dipertanyakan

Justru yang ramai sekarang adalah kontroversi Pimpinan Firli Bahuri sendiri. Dari dugaan pelanggaran etik menggunakan helikopter pihak swasta untuk berkunjung ke kampung halamannya di Sumatra Selatan bahkan ketika dia terpilih pun banyak pegawai KPK yang menolaknya sebagai pimpinan. 

Sebelum menjadi pimpinan dan masih berstatus sebagai pegawai KPK juga Firli tidak lepas dari kontroversi contohnya saja ketika dia sempat bertemu dan bermain tenis dengan Tuan Guru Bajang (TGB) Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat yang diduga ada keterkaitan dengan kasus Tindak Pidana Korupsi.

Pengalihan status pegawai KPK ini sendiri layaknya hanya salah satu bagian dari grand design pelemahan terstruktur  pemberantasan rasuah di negeri ini. Sangat disayangkan jika nantinya anak kandung dari demokrasi kita ini justru hanya menjadi boneka kepentingan politik kekuasaan, menghilangkan semangat pengentasan tindak pidana korupsi yang semakin menggerogoti semua cabang kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun