Mohon tunggu...
Adri A Lubis
Adri A Lubis Mohon Tunggu... Konsultan - Indonesia

Adri A Lubis, penulis kelahiran Medan pada Maret 1992, kini berdomisili di Yogyakarta dan berprofesi sebagai Advokat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menjawab Fenomena Tagar Bubarkan KPAI

12 September 2019   17:12 Diperbarui: 13 September 2019   11:19 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di luar konteks dari polemik antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan Djarum Foundation, melainkan mengenai fenomena kemunculan tagar bubarkanKPAI. Terhadap hal itu, rasanya sangat berlebihan. 

Sebagian masyarakat kita barangkali memang masih terlalu latah untuk sekadar mengikuti apa yang sedang ramai tanpa menimbangnya dalam-dalam terlebih dahulu. Budaya ini sering kali terjadi tatkala suatu isu muncul yang kemudian memancing ketertarikan warganet untuk turut meramaikannya.

Tanpa mengurangi rasa kesantunan terhadap orang banyak, ingin rasanya menyampaikan sebuah pembukaan yang kiranya tidak bermaksud menasehati maupun menggurui, melainkan pula hanya sebagai satire sekaligus pengingat bagi saya sendiri agar lebih bijak dalam mengargumentasikan sebuah persoalan. 

Sebagai manusia, kita sama-sama dianugerahi satu hal yang luar biasa yang dapat berfungsi untuk melakukan sangat banyak hal. Otak. Ya, dan hanya ada satu---maka dari itu jangan disia-siakan. 

Tapi apakah kita menyadari bahwa melalui otaklah kita dapat berkomunikasi, menelaah, menafsir interpretasi, melihat perspektif, dan lain sebagainya yang demikian itu terwujud dalam upaya berpikir. 

Berpikir merupakan cara kerja otak yang di dalamnya terdapat banyak macam pintu. Dalam istilah saya sendiri, saya mengklasifikasikannya antara lain berupa pintu emosi, pintu rasional, kebijaksanaan, logika, retorika, dan pintu lainnya yang barangkali kita sebagai pemilik otak itu sendiri pun masih sulit mengklasifikasi dan mengetahui seluruh kemampuannya. 

Dengan kata lain, bagi saya pikiran adalah labirin. Pintu keluarnya merupakan argumentasi, baik lisan, tulisan, juga termasuk yang merembes masuk menjadi perasaan (mood).

Kembali kepada substansi, terkait Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang diinginkan bagi sebagian orang untuk dibubarkan---jujur saya tidak paham pikiran itu datang dari alam kesadaran yang mana. 

Apakah iya, hanya karena setitik-dua-titik noda yang bagi Anda hitam di tubuh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) lantas mengharapkannya untuk segera bubar tanpa mempertimbangkan hal lainnya? Sadar dan tahukah kita peran penting lainnya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)?

Terkait dengan konsentrasi profesi saya, dunia hukum bagi anak-anak adalah sebuah dunia yang mengerikan. Momok yang layak untuk dihindari, memalukan, dan yang paling buruk, berkemungkinan besar dapat mengganggu psikologis anak dalam tumbuh kembangnya menjadi manusia dewasa. 

Maka dari itulah negara bersikap dan berperan terhadap kepentingan tersebut sesuai dengan amanat konstitusi bahwa, "Setiap anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perindungan dari kekerasan dan diskriminasi".

Maka hal itulah yang menjadi dasar negara untuk merefleksikan amanat tersebut melalui sebuah lembaga bernama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang khusus ditugas-fungsikan oleh negara melalu Keputusan Presiden demi melindungi, menjaga, dan mengutamakan hak-hak anak. 

Baik hak anak terhadap dirinya sendiri, hak anak terhadap ibu, hak anak terhadap keluarga, hak anak di hadapan hukum, hak anak terhadap pendidikan, dan lain sebagainya.

Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Kepres No. 77 tahun 2003, dalam amarnya memutuskan: Menetapkan Keputusan Presiden tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang kemudian tertulis pula berdasarkan Pasal 76 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Pasal 3 Kepres No. 77 tahun 2003 yaitu mengenai peran dan tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia:

  • Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
  • memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia nyatanya memiliki urgensitas pada perlindungan anak di hadapan hukum. Perlu diketahui bahwa upaya pencegahan terhadap anak korban kejahatan perkosaan dalam pemberitaan media massa pun turut melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 

Maka dari itu keberadaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia sangatlah penting dengan adanya kerja sama yang baik antara instansi pemerintah seperti Polri, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Dewan Pers, dalam melindungi anak dalam pemberitaan media massa. Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak disebutkan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan:

  • Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
  • Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
  • Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
  • Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
  • Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;
  • Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan
  • Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi."

Dari hal-hal di atas yang telah disampaikan, marilah kita masuk ke lorong pikiran yang lain agar lebih memahami urgensitas lembaga perlindungan anak tersebut. Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak:

  • Anak dalam situasi darurat;
  • Anak yang berhadapan dengan hukum;
  • Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
  • Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
  • Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
  • Anak yang menjadi korban pornografi;
  • Anak dengan HIV/AIDS;
  • Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
  • Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis;
  • Anak korban kejahatan seksual;
  • Anak korban jaringan terorisme;
  • Anak penyandang disabilitas;
  • Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
  • Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
  • Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.

Saya membayangkan jika seandainya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibubarkan mengikuti keinginan sebagian masyarakat yang merefleksikannya lewat tagar BubarkanKPAI, siapakah yang akan menggantikan peran, tugas, serta fungsi yang sebelumnya diamanahkan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam menjaga, mengawasi, mendampingi, membuat laporan ini dan itu, melindungi, memberi bantuan perlindungan baik moral, psikis, sosial atau hukum, dan sebagainya, kepada anak-anak Indonesia yang membutuhkannya? Anda? (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun