Mohon tunggu...
Farida Chandra
Farida Chandra Mohon Tunggu... -

praktisi, pemerhati hukum ketenagakerjaan budidaya ikan lele dan pisang kepok pelestari dan usaha batik tulis madura

Selanjutnya

Tutup

Money

Jokowi adalah Saya

2 Juni 2014   21:19 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:48 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Jokowi itu sama seperti saya. Suka ke pasar tradisional.

Suka bechiek-bechiek, bhau-bhauuu…!!!

Saya lebih suka ke pasar tradisional daripada ke pasar modern (supermarket). Kalau pasarnya besar, ada kios campur-campur isinya. Lengkap. Mulai sembako, buah, kain hingga bentuk sarung atau baju, daging sapi hingga bentuk bakso berikut warungnya. Sepatu, sandal juga ada. Ada brand-nya yang beda di setiap kota. Misal Pasar Besar Malang. Atau Pasar Gede Solo.Atau Pasar Beringharjo yang saat ini dikunjungi Jokowi.

Sama-sama toserba seperti Matahari Department Store. Atau Sogo. Ada kelasnya yang membedakan Customer-nya. Umumnya jumlah belanjaan buanyak, bisa puluhan kilo sayuran atau cabe begitulah. Ada yang dijadikan Pasar Wisata seperti Pasar Lawang – Malang. Sayuran dan buah-buahannya super segar dan super murah.

Kalau pasar tradisional yang skala kecil, seringkali disebut sebagai ‘pasar krempyeng’. Customer-nya umumnya terbatas pada para ibu yang tinggal di dekat pasar tersebut. Sedikit lebih lengkap daripada dagangan tukang sayur keliling. Customer dan penjualnya hampir pasti saling kenal karena ‘itu-itu aja’.

Mengapa saya suka ke pasar tradisional?

Karena di situ saya bisa berkomunikasi dengan ‘wong cilik’ seperti saya juga. Mulai yang dagang koran, biasanya mereka akan menginformasikan berita utama. ‘bu beli Jawa Pos-nya, Pak Dahlan gabung sama Jokowi’. Saya cuma nanya aja sih, karena sebetulnya sudah tahu, sudah langganan koran online…hehe…

Sebelahnya ada yang jualan seafood atau ikan tawar seperti ikan lele. Saya senang masak ikan lele tapi sebetulnya ngeri-ngeri sedap juga kalau lihat cara ‘membunuh’ ikan itu, dengan sedikit menekan bagian leher saja, tuh lele sudah tewas tak bergerak lagi. Krek. Ratusan ikan lele dibunuhnya tiap hari. Aduh!

Depannya, jualan ayam potong. ‘bu, beli semua ya, sisa 2 kilo, supaya saya bisa segera pulang!’ haha…secara 2 kilo itu bisa jadi 24 potong, banyak amiirrr mbak…??? Ya sudahlah, tampangnya memelas, meski harga naik 2 ribu/kilo, ora opo-opo.

Saya paling seneng beli tempe Malang. Paling enak! Dan sama-sama wong Malang. Seringkali ditanya, ‘ke mana saja bu, dah lama ga belanja?’ he eh, saya bilang lagi males masak! Sapaan inilah yang bikin saya kangen. Praktek ‘Marketing in Venus’ nih nampaknya.

Di pasar tradisional, uwong nguwongke uwong. Rasa itu yang belum pernah saya lihat dari Menteri Hatta, sampai berhentinya jadi menteri. Kapan ya beliau sebagai cawapres mau blusukan ke pasar tradisional? Setidaknya seperti ARB yang bisa tiba-tiba ada di Pasar Gembrong, eeeh ternyata cuma mau ‘nempel’ Jokowi.

Blusukan itu mudah dan murah. Lakukan setiap kali dan sewaktu-waktu. Bukan hanya menjelang bulan puasa dan lebaran. Bukan saat mendengar harga bawang atau cabe naik luar biasa baru operasi pasar. Kalau hanya untuk pencitraan menurut saya super sulit juga koq bagi orang ‘gedongan’. Harus merakyat sejak dalam hatinya.

Harus dicatat, jadi customer pasar tradisional tidak bisa sombong. Perlente. Nawar melulu tapi ga beli bisa-bisa disemprot! Harus milih, pegang tuh ikan amis. Supaya tahu ikan segar atau tidak.

Tipe pedagang juga beraneka. Ada yang kalau sudah pegang dan pilih2 barang dagangannya, wajib ‘deal’ beli lho! Jangan iseng atau mempermainkan mereka hanya untuk survey atau banding-banding harga. Cash only. Ada uang, ada barang. Belanja lebih siang atau besok pagi, harga bisa berganti.

Pedagang juga tidak bisa berani coba-coba jual barang kualitas kurang baik. Atau timbangan tidak jujur. Atau asal numpang lapak. Keuntungan mereka ga bisa banyak karena kita bisa segera pergi pindah ke lapak sebelah. Sebentar saja pasti gulung tikar. Sama halnya dengan partai atau capres saat ini yang menjanjikan semua hal yang aduhai bagus visi-misi-nya, tapi kalau hasilnya nol, ya kembali ke hukum pasar tadi.

Ada kerinduan dan angan, andai ribuan pasar tradisional yang akan didirikan Jokowi ketika jadi presiden nanti fasilitasnya setara dengan pasar modern tapi dengan orang-orangnya yang ramah sejak dalam hati dan bukan tampang yang ramah tapi dingin karena banyaknya aturan kerja hingga bekerja setengah hati...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun