Mohon tunggu...
Farida Chandra
Farida Chandra Mohon Tunggu... -

praktisi, pemerhati hukum ketenagakerjaan budidaya ikan lele dan pisang kepok pelestari dan usaha batik tulis madura

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Andai Saya Pebisnis Kapal Ferry

20 Mei 2014   05:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:20 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Beberapa hari lalu, saya ke Madura via laut. Jurusan UjungKamal. Biasanya via Jembatal Tol Suramadu. Pengen coba sesuatu yang lain..hehe

Sempat bingung cari pintu masuk ke loket cari tiket penyeberangan di Ujung – Surabaya. Loket yang tertulis ‘Madura’ kosong tidak ada petugas. Akhirnya tanya orang2 yang nongkrong di situ. Tidak seperti di Pelabuhan Ketapang yang serba rapi dan bersih.

Saya berangkat naik sepeda motor. Tarif motor (golongan II) + pengemudi = 7 ribu. Yang bonceng bayar 5 ribu / orang. Total 12 ribu. Tarif untuk mobil pribadi (Golongan IV) 40 ribu.

Ternyata tarif penyeberangan untuk sepeda motor maupun mobil jauh lebih mahal dibanding lewat Tol Suramadu. Waktu tempuh pun jauh lebih lama, 30 menit. Kalau lewat Tol Suramadu, motor, cukup 3 ribu dan mobil bayar 30 ribu sekali jalan. Hanya butuh butuh 10 menit untuk jarak 5 KM, sampai deh!

Hemmm…Tidak kompetitif. Konon ASDP merugi hingga milyaran. Ya jelaslah! Mahal dan lama!

Memang masih ada aja penumpang yang pilih jalur laut. Mereka dengan tujuan Bangkalan Barat atau Surabaya Utara. Atau Pemotor yang bawa barang hingga overloaded yang dilarang naik Tol Suramadu.

Bagaimana bikin rame dan ‘hidup’ seperti sebelum ada Tol Suramadu?

Harus ada terobosan. ASDP harus untung, minimal impas-lah dengan biaya operasional.

Pelayanan cukup baik. Welcome. Ketika masuk kapal, petugas tahu saya ‘orang asing’. Katanya bukan model pekerja yang berangkat pagi dan pulang sore naik kapal ferry itu. Dan saya bawa-bawa kamera. Saya ditanya petugas, ‘dari media mana nih?” Saya jawab, media online hehe…

Petugas berseragam putih dengan gigi berkawat itu namanya Pak Taufik. Ramah banget! Saya langsung dipersilakan naik, masuk ruang ABK. Bukan di ruang penumpang umumnya. Katanya, “Kami ingin diliput supaya Madura terkenal.” Sungguh mulia…

Saya diperkenalkan dengan ABK (seragam biru) Pak Safi’i dan Pak Abdul Aziz. Info beliau-beliau ini, jumlah penumpang menurun luar biasa drastis dalam 4 tahun terakhir setelah ada Tol Suramadu.

Dulu, ada 12 kapal yang beroperasi 24 jam. Sekarang hanya 4 kapal, operasi mulai pk. 05.24 – 21.00 WIB. Berangkat tiap 30 menit. Petugas dibagi dalam 2 shift masing-masing 12 jam. Pk. 07.00 – 19.00 WIB dan pk. 19.00 – 07.00 WIB. Masuk 3 minggu terus-menerus, lalu libur 1 minggu.

Jika saya pebisnis kapal, saya tidak mungkin membandingkan penghasilan dengan Tol Suramadu. Bukan apple to apple.

Saya akan menawarkan jasa penyeberangan sebagai ‘study tour’ bagi para siswa lembaga pendidikan formal dan non formal yang ada di Surabaya, Bangkalan dan sekitarnya. Mengedukasi tentang peralatan nahkoda dan ABK, kode-kode bendera di atas kapal, sistem navigasi, dan lain-lain. Agar mereka makin mengenal dan cinta laut...agar mereka percaya ‘nenek moyangku seorang pelaut’!

Saya juga akan menawarkan semacam ‘dinner meeting’ eksklusif bagi para pebisnis. Tentu setting interior kapal beda dengan kapal yang bertarif ekonomis. Misal kerjasama dengan hotel berbintang atau resto ternama untuk set menu makanannya. Agar hasilnya bisa men-subsidi silang.

Setuju? Ada ide lain yang lebih baik? Meski baru Andai, tapi boleh dong menyumbangkan pikiran kita untuk negara ini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun