Mohon tunggu...
Adolf Izaak
Adolf Izaak Mohon Tunggu... Karyawan swasta -

Orang kantoran tinggal di jakarta yang suka moto, traveling, di negeri tercinta Indonesia. bercita-cita ingin menjadi travel writer, travel photographer, khusus Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berguru kepada (Gudeg Tempo Doeloe) Mbah Lindu

26 Maret 2017   20:22 Diperbarui: 27 Maret 2017   10:00 3157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi pribadi. Mbah Lindu setiap hari jualan di temani anak bungsunya. (dokumenatsi pribadi)

Yeaaa...setelah tahu pembedaan itu, sebagai penggemar Gudeg lidah harus terlatih peka dengan rasa gudeg modern dan tradisional. Sejujurnya lidah ini lebih akrab dengan gudeg tempo doeloe. Salah satunya adalah Gudeg mbah Lindu.

Setelah puas menikmati suasana pagi jalan Malioboro, pasangan saya mengajak menuju jalan Sosrowijayan, Gedong Tengen. Tidak jauh dari Malioboro. Dari jauh di sebelah kiri jalan terlihat kerumunan orang. Rupanya di situlah tempat Gudeg mbah Lindu. Di situlah juga yang menjadi tujuan untuk sarapan pagi.

Koleksi pribadi. Mbah Lindu setiap hari jualan di temani anak bungsunya. (dokumenatsi pribadi)
Koleksi pribadi. Mbah Lindu setiap hari jualan di temani anak bungsunya. (dokumenatsi pribadi)
Sekian tahun di Yogya baru tahu sekarang ini setelah tidak menetap di Yogya, ada namanya Gudeg mbah Lindu. Selama ini tahunya sentra gudeg yang nikmat adalah di jalan Wijilan. Berjejer warung gudeg dengan berbagai “merk”. Salah satunya yang terkenal adalah Gudeg Yu Djum. Tapi di Sosrowijayan yang bukan sentra Gudeg, ngga nyangka ternyata berjumpa dengan mbah Lindu. Setelah searching di google, ooooppppsss....saya telaT informasi. Ternyata Gudeg mbah Lindu sudah sedemikian populer di kalangan turis, pendatang, dan pencinta kuliner Yogya.

Dari jauh terlihat ada kerumunan di pinggir jalan. Setelah dekat baru jelas, ternyata yang di kerumuni adalah seorang nenek yang sudah lanjut usia bernama mbah Lindu. Duduk di kerumuni pembeli dan beberapa baskom berisi berisi gudeg, ayam, tahu, telur, sambel goreng krecek. Meski sudah tidak cepat, tangannya masih terampil meracik gudeg pesanan pembeli tadi.

Koleksi pribadi. Sambal Krecek, makanan pelengkap Gudeg yang di masak langsung mbah Lindu (dokumentasi pribadi)
Koleksi pribadi. Sambal Krecek, makanan pelengkap Gudeg yang di masak langsung mbah Lindu (dokumentasi pribadi)
Koleksi pribadi. Tahu, tempe, pelengkap tambahan Gudeg, racikan langsung mbah Lindu
Koleksi pribadi. Tahu, tempe, pelengkap tambahan Gudeg, racikan langsung mbah Lindu
Yang membeli rela antri sambil berdiri menanti pesanannya di layani. Hanya ada beberapa bangku untuk duduk menunggu. Tidak ada meja. Yang ngga kebagian bangku ya harus rela berdiri. Tempatnya bukan berupa warung. Hanya berupa pos kamling, depan hotel Grage Ramayana. Sangat sederhana memang. Namun rasanya tidak sederhana. Melihat kondisinya begini tidak ragu kalau termasuk gudeg tradisonal, tempo doeloe. Gudeg yang seperti ini yang aku cari. Asyik…

Nenek bertubuh kecil, berusia 97 tahun, seharusnya di panggil mbah Setyo Utomo sebagai nama aslinya. Entah kenapa dan sejak kapan malah akrab di panggil bu Lindu.Semakin populer dan seakan menjadi merek dagang, “Gudeg Mbah Lindu” Sosrowijayan.

Koleksi pribadi. Lapak Gudeg Mbah Lindu selalu ramai setiap hari
Koleksi pribadi. Lapak Gudeg Mbah Lindu selalu ramai setiap hari
Gudeg buatan mbah Lindu termasuk jenis basah. Kekentalan sangat terasa di lidah. Beda dengan gudeg lainnya, buatan mbah Lindu tidak terlalu manis. Ngga heran cocok sekali dengan lidah para pendatang yang kurang suka manis. Selain itu rasa pedasnya juga terasa meski tidak nyelekit.

Koleksi pribadi. Mbah Lindu masih terampil meracik pesanan pelanggannya
Koleksi pribadi. Mbah Lindu masih terampil meracik pesanan pelanggannya
Makanya jangan heran lewat jam 9 pagi sudah mulai habis. Lalu jam 10, habis ngga habis, lapak di tutup. Karenanya jika ingin menikmati ragam pilihan datanglah pagi-pagi. Mbah Lindu sudah buka sejak jam 5 pagi.

Ilmu dari mbah Lindu

Ngobrol langsung dengan mbah Lindu susah susah gampang. Susahnya bukan karena keterbatasan fisik misalnya, maaf, pendengaran di usia senjanya. Bukan itu. Mbah Lindu masih tetap bugar. Berhubung pelanggannya banyak, mbah Lindu harus fokus melayani pembeli satu per satu. Menyiapkan pesanan pelanggan di lakukan sendiri. Selain itu lebih mudah ngobrol jika tidak menggunakan bahasa Jawa. 

Untungnya pasangan saya guru bahasa Jawa. Bisa jadi penerjemah untuk selama interaksi. Gampangnya, jika pelanggan sudah dilayani semua, mbah Lindu tidak pelit cerita. Berbagi cerita sejak ia jualan jaman Belanda, jaman Jepang, perjuangannya jalan kaki dari rumahnya di Sleman menuju tempat jualannya sekarang. Dari beberapa kali ngobrol, sambil menikmmati sarapan, ada pelajaran yang saya dapatkan dari mbah Lindu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun