Hidup adalah pilihan...namun kadang pilihan dibatasi aturan
Nonton kerumunan di Pasar Tanah Abang Jakarta di TV, sebagai warga di daerah, hanya cuman menyimak aja.Â
Beberapa kali ke Ibukota, jadi paling tidak sudah tahu lokasi pasar tersebut dan seperti apa sih pamornya. Ya ramenya kayak mana, luasnya macam mana, dan apa aja yang dijual di sana.Â
Apakah salah warga beramai -ramai ke pasar di akhir pekan? Tidak juga lah. Ngga ada larangan tertulis yang membatasi hak masyarakat untuk belanja ke pasar tradisional ato pasar komersial.Â
Yang dari pemerintah hanyalah himbauan atas kesadaran pribadi sehubungan penanganan Covid 19. Pemkab ato Pemprov di daerah juga sepanjang yang diketahui, belum melakukan pengkinian aturan terbaru.Â
Kisruh kerumunan di Pasar Tanah Abang Jakarta, bila dianalisa, mungkin penyebab peningkatan pengunjung karena sejumlah faktor ini :Â
1. Tanggal muda ditambah akhir pekan.Â
Ada uang ada barang, habis gajian borong dulu. Warga yang menerima upah akhir bulan Maret hingga awal April,besar kemungkinan akan berbelanja ke pasar di akhir pekan.Â
Jadi bila Sabtu dan Minggu pengunjung membludak, bisa jadi karena faktor ini. Mumpung liburan dan lalu lintas tak ramai.Â
2. Sudah terima THR, cari baju baru dan perlengkapan lebaran lain.Â
Aturan pemerintah yang mengharuskan THR dibayar paling lambat satu minggu sebelum Hari Raya Idul Fitri, tak menutup kemungkinan ada sejumlah pengusaha dan kantor yang sudah mencairkan bersamaa gaji.Â
Ini bisa jadi alasan yang memicu warga mendatangi pusat perbelanjaan dan pasar tradisional untuk membeli busana lebaran dan sejumlah kebutuhan tuk hari raya.Â
3. Larangan mudik mulai 06 Mei, warga yang pengen mudik cari oleh -oleh dulu sebelum berangkat.Â
Curi start sebelum mendekati waktu larangan diberlakukan, bisa saja warga yang pulang lebih dulu berbelanja buah tangan dan apa saja yang bisa dibawa pada Hari Minggu ini atau besok di hari senin tanggal 03 Mei 2021.Â
Tentunya mereka sudah membeli tiket angkutan lebih awal sehingga hanya mempersiapkan apa aja yang bisa dibawa segera.Â
Toh menyimak di media, sejumlah moda transportasi sudah diberangkatkan dengan sejumlah tujuan di Pulau Jawa sebelum 06 Mei 2021.Â
4. Tidak ada antisipasi dari pemerintah lokal dan satgas Covid terkait 3 faktor di atas.Â
Bukankah setiap mendekati Lebaran, selalu pasar dan pusat perbelanjaan jadi pusat kerumunan.Â
Baiknya perilaku dan kecenderungan seperti ini, harusnya sudah diantisipasi oleh pemerintah terkait penanganan Corona.Â
Jadi ngga setelah kejadian, baru saling lempar tanggung jawab atau berkoordinasi.Â
Tak bisa juga warga dan pedagang disalahkan, karena penanganan dan antisipasi harusnya dari atas, bukan dari bawah.
Gagal untuk bersiap, bersiap untuk gagal.Â
5. Kesulitan penerapan berkerumun dengan pembatasan sekian persen.Â
Bagaimana mengatur janjian antar warga, siapa datang jam segini dan siapa berikutnya jam berikutnya, padahal warga tak saling kenal dan sulit mengontrol.Â
Selain itu harusnya lebih di awal disosialisasikan ke warga dan para pedagang jauh -jauh hari dan ditambah pengamanan petugas, dengan aturan secara tertulis.Â
Tujuannya agar pengelolaan pedagang dan ditribusi lalu lintas pengungung dapat diantisipasi terkait protokol pencegahan Covid. Harapannya tak terlihat menumpuk dan berkurumun.Â
Memang sih ngatur orang banyak itu ngga gampang, karena warga dan juga para pedagang punya kepentingan tuk mendapatkan apa yang mereka cari.Â
Warga butuh barang, pedagang butuh uang. Â Di satu sisi, pemerintah dan satgas Covid butuh kesadaran tuk mematuhi himbauan demi alasan kesehatan di masa pandemi.Â
Kebaikannya adalah mencari jalan tengah demi 'berdamai'agar semua harapan dan keinginan dapat terwujud.Â
Salam