Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Selalu Ada Risiko, Ini Pentingnya Analisis Kebutuhan Sebelum Melakukan Pinjaman Modal Usaha Kecil

9 Maret 2021   23:14 Diperbarui: 10 Maret 2021   18:56 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi investasi (Sumber: shutterstock.com)

Just Sharing....

Tetiba menulis soal ini karena tadi siang di telepon dua orang nasabah berstatus emak-emak, sedangkan satunya lagi seorang wanita berusia 60 tahunan namun tampak lebih muda dari usianya. 

"Bunda Gaul" , begitulah kami memanggilnya karena sikapnya yang ceria setiap menyapa di kantor. Kedatangannya ke tempat kamu guna memohon bantuan terkait kesulitan kontrak kredit yang dihadapi.  

Saya sendiri sudah tak ingat karena banyak nasabah yang dikelola dari tahun ke tahun. Tapi melalui penuturannya, dia berkisah pernah ditolong di masa silam. 

Seketika pikiran saya melambung jauh pada dua kisah nasabah saya yang pernah mengajukan pembiayaan, yang satu mengajukan untuk usaha bisnis minuman jus di tengah kota. Sedangkan, nasabah yang satu lagi adalah pedagang warkop di pinggir jalan. 

Apa yang menarik dari 2 nasabah ini? Berikut kisahnya.....


1. Dengan Ibu Desy

Empat tahun lalu, saya mampir bertamu ke rumahnya di mana bagian teras depan yang diubah jadi kedai. Karena kerjaan menangani kredit, tidak hanya sendiri tapi saya pergi bersama tim, dan di tahun itu sistemnya belum secanggih sekarang, masih diakukan keliling secara langsung. Tujuannya selain membangun hubungan, juga mau lihat aktivitas usaha yang dikelola oleh nasabah.

Sampai di rumah Ibu Desy, ia dan suaminya sebut saja namnanya Pak David, nampak ribet ngelayanin pesanan. 

Mereka ini golongan opa oma yang menolak tipe mandiri dan tak ngerepotin anak. Memang 2 buah hatinya tinggal di luar pulau dan mereka hanya berdua menjalankan usaha guna menafkahi kebutuhan. 

Sedikit kagum, saya mengamati bagaimana sang istri memasukkan potongan buah ke dalam blender dan menuangkannya ke gelas, sementara suaminya mencuci gelas dan perlengkapan yang kotor. 

Deretan warung kopi di pinggir jalan lintas propinsi di Sumbawa NTB (Dokumentasi pribadi)
Deretan warung kopi di pinggir jalan lintas propinsi di Sumbawa NTB (Dokumentasi pribadi)
"Begini lah ibu sama bapak, lumayan ada rezeki dikit-dikit Mas, daripada gak ngapa-ngapain nanti cepat sakit. Cuman itu Mas, susahnya nyari es batu. Kasian bapak bila harus keluar beli, takut kenapa-kenapa di motor, lha dah usia jelang 70", curhat sang ibu ketika kami duduk di meja. 

"Emang punya berapa lemari es?", tanya saya. 

"Cuman satu, tapi kan dipakai juga buat yang lain. Mau beli baru, kan uangnya buat modal beli buah sama yang lain. Mau kredit, tapi bapak...", kalimatnya sekejap berhenti sambil matanya melirik ke suaminya.

"Takutnya ndak bisa bayar Mas, kalau ada apa-apa sama kami, gimana ngelanjutin", langsung disambung sama bapak.

Akhirnya kami duduk bertiga, saya tanya berapa harga jus per gelas, berapa harga mie rebus, dan harga dagangan lain. Lalu, saya tanyakan juga total pembeli harian, lalu menganalisa.  

Hasilnya adalah mereka berniat untuk kredit sebuah lemari es, karena di tahun itu, kantor saya juga membuka pembiayaan kredit elektronik dan lain sebagainya. 

"Kalau ndak bisa bayar gimana?", tanya beliau berdua.

"Harga lemari es itu cukup dibayar dengan cicilan 300 ribu per bulan alias 10 ribu per hari. Dalam sehari, sisihkan sejumlah itu dan pisahkan. Di akhir bulan, uang terkumpul itu disetor sebagai angsuran", saran saya. 

Bandingkan uang 10 ribu itu dengan uang bensin yang bapak keluarkan bila mencari kekurangan es batu di luar rumah? Risiko kecelakaan karena faktor usia, penglihatan yang sudah tak tajam seperti usia muda, dan harus tinggalkan ibu pada saat sedang ramai-ramainya. 

Risiko yang mungkin terjadi, jauh lebih mahal dari uang 10 ribu yang disisihkan. Lagi pula lemari es yang baru bisa digunakan untuk penyimpanan buah juga.

Setelah agak lama meyakinkan, akhirnya bapak menyetujui niat ibu yang dari awalnya memang menginginkan tambahan mesin pendingin. Mereka malah kredit lagi yang baru, sehingga totalnya ada 3 lemari di kedai mereka. Kini telah lama lunas, dan uang 10 ribu yang disisihkan setiap hari dialihkan untuk membayar polis asuransi unit link sekalian investasi untuk hari tua beliau berdua. 

Begitulah, kadang memang harus dibuka pemikirannya, lalu biarkan nasabah yang memutuskan tanpa adanya paksaan. 

2. Dengan Ibu Fatmi

Lain dengan Ibu Desy, kini saya berurusan dengan Ibu Fatmi. Beliau mengelola sebuah warung kopi di pinggir jalan. Karena saya sedang berada di lapangan, maka jadi sering mampir ke warkopnya untuk minum kopi.

Suaminya kerja sebagai tukang ojek di seputaran kota yang mana harga jasa ojek yang ia tawarkan sekitaran 5 ribu hingga 10 ribu per sekali pengantaran.  

Sembari ngobrol dengan ibu Fatmi, ia curhat niat nambah yang baru, namun keberatan membayar angsurannya. 

Lagi pula masih ada biaya untuk anak-anaknya bersekolah. Sedangkan, ia juga butuh motor baru karena anaknya juga butuh transportasi. 

"Berapa om, kalau yang baru?", tanyanya

Saya menghitung merk A merk B dengan masing-masing tipe, terutama yang motor matic

Struktur kredit untuk pembiayaan otomotif baik roda 2 maupun roda 4 dengan kredit multiguna itu pada dasarnya sama, namun hanya beda di beberapa item, seperti besaran biaya admin atau asuransi. 

Rata-rata bunga flat dibanding bunga menurun biasanya cuman ada di beberapa kota dengan pengecualian tertentu. 

Selisih lending rate (LR) sekitar 1 hingga 3 persen bisa bervariasi, namun kadang tak terlalu jauh apalagi untuk roda 2. Beda lagi kalau pembiayaan elektronik, seperti gadget  atau laptop, jauh lebih mudah menghitungnya. 

Dari perkiraan kurang lebihnya yang telah saya paparkan, sang ibu keberatan. Terlalu besar dan merasa tidak mampu.Tapi keluarganya butuh tambahan kendaraan agar sang ibu bisa belanja dan nganterin anak, tanpa ngerepotin suami.  

Saya menyarankan mereka duduk dan menghitung dari mana saja sumber penghasilan mereka dan berapa pemasukan dari warkop dan mungkin ada usaha lain yang perlu dicoba dan dikembangkan sebagai sumber tambahan baru, bila ingin punya tambahan aset kendaraan. 

Bandingkan kerugian (risiko) yang bisa berdampak versus bertahan dengan kondisi yang sama. Lebih untung mana dan lebih nyaman mana.  

"Bisanya 3 tahun om, kelamaan sih ..,tapi angsurannya ringan", ujarnya

"Kalau gitu nabung aja Bu, gak usah kredit, kalau sudah cukup uangnya, nanti beli tunai aja", saran saya.

"Nah itu yang berat, kalau nabung dikit-dikit, takut terpakai uangnya karena untuk ini dan untuk itu, takut gak kesampaian", suaminya menimpali.

Haha...kami bertiga tertawa. Bukankah itu yang menimpa juga banyak orang di luar sana? Mau nabung buat beli rumah, eh setelah sekian tahun, harga rumah sudah naik bahkan mengalahkan bunga tabungan atau deposito. 

Mau simpan buat beli kendaraan, eh pas ada keluarga meninggal atau hajatan, eh malah terpakai juga hingga tak kesampaian. Mimpi tinggal mimpi, padahal realita inflasi dan harga di pasaran terus merangkak dari tahun ke  tahun. 

Belum lagi kalau malapetaka menimpa pemiliknya, seperti sakit berat dan sebagainya. Padahal nilai waktu dan kegunaannya itu kadang tak bisa diulang.

Kalau tidak sekarang kapan lagi, mumpung masih muda dan anak-anak masih kecil, biaya pendidikan tidak terlalu mahal. 

Realitanya, ketika tahun bertambah dan anak-anak makin besar, fisik bapak dan ibu tak lagi sekuat dulu, padahal kebutuhan tetap sama bahkan meningkat. 

"Produktivitas itu ada rentang usianya karena manusia dibatasi fisik. Apa bapak mau ojek terus sampai usia 50 tahun atau bersama Ibu mengembangkan warung ini jadi lebih besar dan lebih ramai", kata saya. 

Mereka pun terdiam, akhirnya ketemu cara-cara sederhana buat mencukupi cicilan. Cukup sisihkan seribu dua ribu selama 30 hari dari setiap gelas kopi yang dijual 3000 per gelas padahal modalnya cuma 1000 per gelas.  

Itu kalau 1 pengunjung, nah kalau sehari ada 5 pengunjung karena lokasinya di pinggir jalan besar, bisa masuk sekitaran 300 ribu. 

Penambah barang jualan lain lagi juga perlu dilakukan, seperti rokok, gorengan, pulsa, bensin eceran yang kira-kira kalau pengunjung mampir ngopi, apa yang mereka cari juga.

Biar betah berlama-lama, ubah warungnya sehingga pengunjung makin nyaman. Ketika pengunjung nyaman, dia akan kembali bahkan mengajak orang lain untuk mampir dan ngopi di warung tersebut.  

Akhirnya setelah penjelasan panjang, mereka mengajukan pembiayaan. Kini malah sudah tiga kendaraan di rumahnya dan sudah lunas. Warkopnya? Tetap eksis pastinya.

Begitulah, kadang yang dibutuhkan adalah keberanian untuk bertindak dengan risiko yang sudah diantisipasi. 

Mengajukan kredit itu sebuah tindakan keberanian dan rasa tanggung jawab. Sebab janganlah berutang kredit bila tak tahu mau diapakan dan digunakan. Itu bahaya Kakak.....

Sejatinya tak ada hidup yang tak mengandung risiko. Demikian juga mau kredit atau bayar tunai, sama-sama mengandung risiko. 

Investasi di mana pun dan dengan instrumen apa pun, selalu ada risiko. Tinggal pilih, mau yang untung sedikit risiko kecil, atau untung besar dengan risiko besar yang besar pula. Pilihlah lah yang terbaik. 

Salam...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun