Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama FEATURED

Pentingnya Edukasi Finansial dalam Keluarga

19 Februari 2021   01:47 Diperbarui: 14 Juli 2021   07:07 1850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi edukasi finansial penting dilakukan keluarga| Sumber: eskaylim/Thinkstock via Kompas.com

Just Sharing.....

Hari ini ada kisah menarik seorang nasabah kena BI Checking. Sang Ibu nasabahnya, tapi yang mengejar dan mencecar lewat WA ke saya anak sama menantunya. 

Menariknya itu rentetan pertanyaan dengan tujuan minta solusi kendala yang sama, sudah berlangsung hampir satu tahun. Malah ta kirain dah beres di awal 2020. Ternyata belum kelar. 

Soal orang tua yang kredit dan anak yang pusing, atau sebaliknya, sudah biasalah. Hari ini warga di kelurahan A, kemudian hari bisa menyusul pada yang lain di Desa B. 

Keluarga masa gitu dengan warna-warni perihal utang piutang. Dalam kasus lain, ada juga kontrak milik sang kakak, tapi adik dan sepupu beserta keponakan, malah yang ribet dengan petugas di kantor. 

Persoalan seputar uang bagi mereka yang bertalian darah, kadang berat. Tak diurus kasihan, salah urus bisa bikin masalah. Maunya damai. Sama-sama enak. Meski manis di bibir, belum tentu nyaman di hati seisi keluarga.

Bisa jadi itulah alasannya mengapa edukasi soal tata kelola finansial meliputi utang piutang, investasi, menjadi penting dan berguna bagi para keluarga di tanah air. 

Dokumentasi pribadi tahun 2019
Dokumentasi pribadi tahun 2019
Realitanya bila diamati, anak-anak kita didorong tuk sekolah tinggi-tinggi, atau membekali dengan ketrampilan dan keahlian, dengan tujuan kelak mereka dapat berkarya dan menghasilkan cukup uang untuk membiayai hidup mereka (dan hidup keluarga besar nya juga). 

Tak sedikit yang beruntung diwariskan harta dan aset. Di sisi lain, malah utang yang diwariskan. Padahal sebagai manusia, tak ada yang dibawa manakala brojol dari rahim atau kembali ke pelukan bumi. Ini menyisakan beban bagi yang ditinggalkan. Bagaimana melunasinya adalah sebuah perjuangan. 

Edukasi finansial

Masalah terutama pada orang per orang sehubungan dengan finansial adalah bukan sebanyak apa yang mereka punya, tapi sebijaksana apa mengelola yang mereka punya. 

Gaji 5 juta di tangan orang cerdas, bisa dikreasikan hingga jadi 6 atau 7 juta. Tapi gaji 20 juta bagi orang lain,malah dirasa masih kurang hingga harus berutang.

Berangkat dari pengalaman mengamati pola piramida database nasabah, makin ke atas ujungnya makin lancip. Bila dikelompokkan mana nasabah lancar kualitas baik, kualitas sedang dan kualitas buruk, jumlah yang tergolong good tidaklah besar persentasenya. Bisa jadi cuma seperlima atau sepertiga bangunan piramida di bagian puncak. 

Bila 20 persen hingga 30 persen katagori yang tergolong lancar itu dibedah lagi berdasarkan tingkat penghasilan dan sosial ekonominya, ternyata tak semua berlatar kalangan mampu dan menengah ke atas. 

Mereka-mereka ini bukan orang kaya apalagi tajir, tapi orang menengah ke bawah yang mungkin teredukasi finansial secara langsung atau tak langsung. 

Tanggung jawab bukan karena punya banyak dana dan keebutuhan sedikit, tapi gimana mencukupi semua kebutuhan dengan dana yang ada. 

Apa hal sederhana yang bisa diterapkan? 

1. Nilai uang berbanding nilai waktu. 

Ketika usia anak-anak, tak sedikit orangtua mengajari buah hatinya menabung. Dulu di celengan anaknya yang setor dalam bentuk koin atau uang kertas yang dimasukkan. Sekarang di bank dalam bentuk rekening, tapi yang setor banyakkan orang tuanya. 

Ketika usia anak sudah remaja atau belasan tahun, akankah dana celengan yang terkumpul, dialihkan jadi simpanan deposito, dalam kelipatan 5 juta atau 10 juta? Wallahualam. Padahal pesan dari sebuah celengan begitu bermakna di sepanjang periode kehidupan. 

Coba pertimbangkan dengan jangka waktu sebulan ato dua bulan, bunga deposito yang kini sekitaran 4% itu berpotensi balik bunga puluhan ribu dan dana tetap aman. Bisa ngopi-ngopi manja atau tambah-tambahun untuk beli sepatu futsal.

Dengan sendirinya, setelah berkenalan dengan deposito akan terdorong lagi untuk mengetahui apa itu reksana, obligasi, dan lainnya. Pemahaman terhadap aset uang, nilai dan fungsinya akan melahirkan kesadaran mengelola secara bertanggung jawab. 

2. Nilai uang berbanding jangka panjang

Life is never flat...Hidup tak selamanya datar. Kadang di atas, kadang di bawah. Demikian juga umur dan kesehatan. Tak selamanya manusia akan sehat, kuat, dan jadi pejuang nafkah. 

Sebuah ungkapan bijak berbunyi:

Di usia muda orang mengorbankan kesehatannya tuk mendapatkan uang, tapi di umur tua mereka akan menghabiskan uangnya tuk mendapatkan kesehatan

Ada masanya kala usia merambat, stamina tak sekuat dulu dan kesehatan mulai rapuh. Pertanyaannya, sudah siapkah perlindungan finansial ketika masa itu mulai otw pelan-pelan? 

Ini memunculkan kesadaran pada sebuah keluarga untuk investasi dalam bentuk asuransi, investasi, atau kombinasi keduanya. Mulai menyisahkan seratus, dua ratus, tiga ratus ribuan, dan kelipatan lainnya sesuai kemampuan.

Hidup tak ada yang tahu kapan dipanggil atau terpanggil pulang, tapi apakah setelah kita berakhir, anak-anak dan keturunan akan menjual satu demi satu aset yang diperjuangkan selama hidup seperti mobil, rumah, tanah, hanya untuk bertahan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar? 

Ataukah masih bertahan pada BPJS, Askes yang kenyataannnya tak semua pengobatan dan tindakan medik bisa di klaim dengan asuransi jenis ini? Bahkan pensiun atau pesangon pun, sekali terima ratusan juta bahkan milyaran bisa habis karena biaya berobat, padahal maunya buat modal usaha. 

Betapa penting untuk menganggarkan sejumlah nominal tertentu, berapapun dari rezeki yang diterima untuk investasi di masa depan. Karena anak-anak akan dewasa dan meninggalkan orangtua karena mereka punya kehidupan masing-masing. 

Atau mungkin mau bertahan dengan gaya hidup generasi sandwich, di mana orangtua di masa tua tetap kan jadi beban anak-anak sebagai penghormatan dan balas jasa. 

Di satu sisi ada rasa bersalah pada orangtua karena merepotkan anak-anak, di sisi lain finansial sang anak dan keluarganya bisa babak belur lantaran berbagi antara kebutuhan cucu dan pengobatan Opa Omanya. 

Ketika sudah di titik itu, baru mungkin timbul kesadaran, mengapa tak menanam dari puluhan tahun silam, agar memetik di kemudian hari yang akhirnya kehidupan menjadi lebih mudah dan sedikit nyaman di kemudian hari. 

Paling tidak utang piutang orangtua tak membebani si anak, seperti kasus yang mirip nasabah saya di awal tulisan. 

Ternyata edukasi finansial itu penting dan wajib. 

Salam, 

18 Februari 2021, 23.15 Wita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun