Gaji 5 juta di tangan orang cerdas, bisa dikreasikan hingga jadi 6 atau 7 juta. Tapi gaji 20 juta bagi orang lain,malah dirasa masih kurang hingga harus berutang.
Berangkat dari pengalaman mengamati pola piramida database nasabah, makin ke atas ujungnya makin lancip. Bila dikelompokkan mana nasabah lancar kualitas baik, kualitas sedang dan kualitas buruk, jumlah yang tergolong good tidaklah besar persentasenya. Bisa jadi cuma seperlima atau sepertiga bangunan piramida di bagian puncak.Â
Bila 20 persen hingga 30 persen katagori yang tergolong lancar itu dibedah lagi berdasarkan tingkat penghasilan dan sosial ekonominya, ternyata tak semua berlatar kalangan mampu dan menengah ke atas.Â
Mereka-mereka ini bukan orang kaya apalagi tajir, tapi orang menengah ke bawah yang mungkin teredukasi finansial secara langsung atau tak langsung.Â
Tanggung jawab bukan karena punya banyak dana dan keebutuhan sedikit, tapi gimana mencukupi semua kebutuhan dengan dana yang ada.Â
Apa hal sederhana yang bisa diterapkan?Â
1. Nilai uang berbanding nilai waktu.Â
Ketika usia anak-anak, tak sedikit orangtua mengajari buah hatinya menabung. Dulu di celengan anaknya yang setor dalam bentuk koin atau uang kertas yang dimasukkan. Sekarang di bank dalam bentuk rekening, tapi yang setor banyakkan orang tuanya.Â
Ketika usia anak sudah remaja atau belasan tahun, akankah dana celengan yang terkumpul, dialihkan jadi simpanan deposito, dalam kelipatan 5 juta atau 10 juta? Wallahualam. Padahal pesan dari sebuah celengan begitu bermakna di sepanjang periode kehidupan.Â
Coba pertimbangkan dengan jangka waktu sebulan ato dua bulan, bunga deposito yang kini sekitaran 4% itu berpotensi balik bunga puluhan ribu dan dana tetap aman. Bisa ngopi-ngopi manja atau tambah-tambahun untuk beli sepatu futsal.
Dengan sendirinya, setelah berkenalan dengan deposito akan terdorong lagi untuk mengetahui apa itu reksana, obligasi, dan lainnya. Pemahaman terhadap aset uang, nilai dan fungsinya akan melahirkan kesadaran mengelola secara bertanggung jawab.Â