Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mencari Worklife Balance antara Sekuler dan Sosial Spiritual

7 Februari 2021   22:08 Diperbarui: 7 Februari 2021   22:41 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pergi pagi pulang malam, cari uang mati ngga dibawa...

Pernah disindir dengan ucapan rada-rada mirip quote di atas. Bahkan gegara omongan tersebut, meski berbalut  canda, sempat kepikiran juga. Kebayang bila hanya menghabiskan umur berputar -putar di pekerjaan sekuler saja, bagaimana orang -orang di luar kantor mengenal saya? Apa hanya status dan jabatan di perusahaan? 

Setelah dipikir-pikir, apa yang salah dengan kengoyoan bekerja. Manusia bekerja untuk hdup, dan hidup butuh uang. Tak ada yang gratis. Setiap orang lahir telanjang, meninggal pun kelak telanjang. Tak ada yang dibawa. Diwariskan semua. Ya harta ya utang.Jadi uang dicari tuk ngebayar utang juga jadi alasan pergi pagi pulang sore.   

Bagi saya, mencari worklife balance sebenarnya istilah lama sebagai sindiran dan ajakan demi menyeimbangkan hidup. Antara pekerjaan dan hobi, antara keaktifan di dunia sekuler dan keterlibatan di kegiatan sosial. Secara khusus, malah ada yang mengistilahkan sukses dunia akhirat. Hmm...   

Sentilan semacam quote di atas itu emang sedikit nyelekit.  Terkenang visi sebelum umur 20. Periode remaja hingga kuliah, cita -cita dalam hidup cuma kepengen kerja di dunia sekuler tapi tetap melayani sesama. 

Ini termasuk di dalamnya memberi waktu, tenaga dan bakat, tuk melayani umat.Sesuai keyakinan saya. Apalagi di gereja ada banyak bidang dimana bisa membantu.  


Jadi selama kuliah, ikut Campus Ministry (CM). Itu pelayanan kampus bagi mahasiswa - mahasiswa yang beragama nasrani. Pelayanan seperti ini hampit sama dengan LDK (Lembaga Dakwah Kampus) atau semacam salah satu divisi di HMI pada teman -teman mahasiswa muslim. 

Di  era 2000 an awal memang mewabah ya di kampus-kampus. Teman -teman yang beragama Hindu juga ada KMHD (Keluarga Mahasiswa Hindu Darma) maupun yang Budha.  

Hingga seperempat abad, hidup saya cuma di 3 tempat dan 3 aktifitas : Kost, Kampus dan Gereja. Kadang tidur di kontrakan, kadang nginap di sekretariat fakultas dan sering terlelap di rumah pelayanan anak muda. Di sekretariat kampus ikutan jurnalistik bikin majalah. Dari semester 3 hingga semester akhir. Sekalian bikin tugas kuliah. 

Di rumah pelayanan, ikutan ngelayani jadi konselor. Bikin acara buat anak muda. Karena fokus mahasiswa, pelajar dan pekerja muda, jadi kadang minggu ini di pantai, dua minggu lagi bisa acaranya bisa di hotel. Apalagi di Bali sangat mendukung.

Sempat ikutan di musik, tapi akhirnya ngga ah. Masih banyak yang lebih bertalenta, lebih piawai main musik dan lebih bagus suaranya.Ngga pede. Berikan pada mereka yang memang dikaruniakan lebih banyak bakat. Lagi pula setiap orang punya porsi masing -masing kan...sesuai yang dideposit Sang Pencipta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun