2. Yang mengiklankan bukan Si Pencari Jodoh, tapi orang lain yang punya hubungan dekat
Berangkat dari kepedulian, bisa saja anaknya, saudaranya, sahabatnya atau mereka yang care dan sadar bahwa orang ini butuh pasangan dan teman hidup. Bukankah banyak seperti itu di masyarakat atau di keluarga kita sendiri.Â
Misalkan Bapak atau Ibu kita, yang ditinggal mati atau cerai hidup oleh pasangan sebelumnya, lalu kini sendiri dan memerlukan istri/suami tuk berbagi suka dan duka. Bisa saja ada kemungkinan seperti itu.Â
3. Pengelola media memancing peminat iklan serupa, dengan sengaja menyangkan
Ini bisa juga. Misalkan Si Pencari jodoh curhat pada pemilik media atau awak media, lalu kolom iklan seperti itu di buat. Harapannya berganda.Â
Satu membantu carikan jodoh, kedua memancing pencari tulang rusuk yang hilang satu, tuk menemukan di mana tulangnya berada, dengan coba beriklan di korannya....hehe.Â
4. Prank atau mengerjain peminat lain yang membaca.Â
Identitas asli pengiklan bisa saja tak seperti itu, terutama dari segi usia. Ketika seseorang mencari tahu dengan menelpon ke nomor tersebut, akan dikerjain misalnya, ternyata yang mau cari jodoh lebih muda.Â
Atau bisa saja, ini hanya sekedar memancing pembaca, untuk melihat sejauh mana respon pembaca dengan iklan tipe tipe tersebut. Bisa juga buat penelitian.Â
5. Beriklan di koran atau majalah fisik, lebih aman dari perundungan, bullying dan sifatnya tertutup
Kebayang ada iklan seperti ini di instagram atau media sosial lain, alih -alih membantu,malah bisa jadi bahan perundungan. Beraneka komentar.termasuk yang negatif bisa tertulis di mana -mana. Dan itu bisa menyurutkan niat seseorang mencari jodoh atau pasangan.Â