Tak habis pikir. Info terkini perkembangan kasus Covid-19 yang terus bergerak naik, hampir berbanding lurus dengan info soal Alat Pelindung Diri (APD) yang juga cukup menarik perhatian.
Sejak awal Januari hingga hari ini, masyarakat sebagai pendengar dan pembaca, disuguhi sajian isu paling populer, yaitu soal Corona. Judulnya sama, tema dan "liriknya" tak sama. Selalu berubah. Seiring kasus dan dampaknya hingga soal APD.Â
Berdinamika memang. Di tanggal belasan dalam bulan ini, viral testimoni tiga warga Depok yang sebelumnya positif lalu sembuh. Entah sembuh benar-benar sembuh, atau sembuh namun masih dalam perawatan, hanya mereka bertiga dan tim medis yang tahu.
Kita yang bukan warga Depok, bukan tetangga, tak juga kenal secara dekat, apalagi beda provinsi beda pulau, tak kan pernah tahu perkembangan selanjutnya.Â
Saya juga jujur, turut ikut bahagia saat itu, mendengar kesaksian si ibu dan kedua anak perempuannya. Malah mengunggahnya di akun media sosial dan membagikannya di beberapa grup WA.
Di tanggal -tanggal segitu, belum ada kabar terbaru perihal korban yang sembuh. Jadi betapa viralnya kesaksian mereka. Sedikit memupus rasa takut sebagian warga terhadap virus ini.Â
Namun beberapa hari seusai viral, jumlah korban tak juga mereda. Malah berlipat. Bergerak ke wilayah-wilayah di luar domisili korban.
Ada terbesit rasa bersalah meneruskan sesuatu yang imbasnya tak maksimal. Ternyata di negeri ini, kabar baik perlu diuji. Seberapa besar dan seberapa lama hasilnya di masyarakat. Dan waktu yang akan mengujinya.Â
Corona tak dapat diprediksi. Entah rumus apa mau dipakai. Deret ukurkah atau deret hitung, yang pasti berderet-deret. Makanya memasuki bulan keempat deretan angkanya naik terus.
Malah kebanyakan analisis statistik dan prediksi para pakar baik dari Universitas A, Universitas B atau universitas apalah-apalah, membingungkan masyarakat. Ngerasain ngga ya.Â
Kadang miris. Sebagai seorang yang bersyukur bisa kuliah hingga sarjana dan bekerja di perusahaan formal, ada rasa iba manakala ditanyakan seorang ibu penjual jagung bakar di tengah kota. Ia tak tamat SMP, berusia jelang 60 tahun, yang sehari-harinya berkutat dengan arang bakar, kulit jagung, kipas-kipas dan menanti pembeli datang.Â