Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sudah Tak Kuat Bayar Cicilan? Coba 4 Cara Ini

25 Juni 2019   01:37 Diperbarui: 8 Maret 2020   18:00 12933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:kreditpedia.net

Minggu lalu datang seorang Ibu muda ke kantor. Dari meja saya di sudut kanan ruang depan, saya melirik wanita yang mengenakan jilbab warna hijau itu sedang berbicara dengan petugas security yang membuka pintu.Menenteng tas kecil berwana putih dengan raut wajah menampakkan kegelisahan.Sedikit tidak tenang.

Gesture tubuhnya seakan --akan dia ingin segera mengadu. Namun oleh abang satpam disilahkan untuk duduk sebentar di ruang tunggu karena antrian nasabah di meja CS (Customer Service) sedang ramai.

First come first serve. Sesuai urutan, nasabah yang datang duluan sesuai nomor antrian itu yang dilayani terlebih dahulu. Untuk cabang kecil seperti kami di Sumbawa, teman yang menjabat sebagai CS memang hanya satu orang.

"Ibunya kenapa ?"  tanya saya pada abang security

"Mau nanyakan kontrak Pak"jawabnya

"Kontrak apa? " saya bertanya ulang.

"Kurang ngerti, bos. Soalnya saya tanya ngga dijawab tapi langsung duduk di sana,"jawab security.

Waktu menunjukkan pukul 11.00 Wita.Lagi satu jam layanan akan ditutup pada pukul dua belas untuk istirahat siang. Diruang tunggu masih ada beberapa nasabah termasuk si ibu tadi. Beliau melihat ke meja saya. Mungkin berharap bisa dilayani oleh saya sehingga tidak menunggu lebih lama.

Divisi saya melayani pembiayaan dana kepada nasabah prioritas sehingga meja saya berada di depan, di samping meja CS. Siang itu tidak ada nasabah di meja saya. Hanya beberapa map pengajuan yang biasanya saya periksa kembali persyaratannya dan memverifikasinya di sistem. Saya lalu meminta security  untuk menyuruh ibu itu datang ke meja saya.

"Siang Ibu. Bagaimana, apa yang bisa di bantu?" sapa saya saat ibu itu  duduk di depan meja

"Gini Pak, kontrak saya,"  jawabnya

"Boleh pinjam KTP nya sebentar?" pinta saya

Ibu itu memberikan E KTP nya dan saya memasukkan nomor NIK nya ke sistem. Kemudian muncul tampilan kontrak beliau beserta data- data yang lain. Intinya seperti dibawah

Masa kredit 36 bulan, motor baru Merk Honda Scoopy. Angsuran pertama mulai Februari 2017 dan hanya dibayar sampai angsuran ke -9 di Bulan Oktober 2017. Setelahnya itu tidak ada pembayaran lagi.Unit WO per Juni 2018

WO atau Write Off adalah istilah untuk penghapusbukuan piutang nasabah yang telah menunggak lebih dari 210 hari. Ibaratnya, bila salah seorang debitur menunggak pembayaran lebih dari tujuh bulan dan tidak tertangani oleh divisi penagihan, unit yang dikredit tersebut sudah dikategorikan unit WO. Lamanya masa handling sampai ke WO di lembaga pemberi kredit seperti bank atau finance, bisa jadi sama atau berbeda. Tergantung kebijakan dan aturan di internal masing - masing.

"Kok bisa sampai nunggak begini,Bu?" tanya saya.

Akhirnya Ibu itu mengaku setahun yang lalu sudah tidak kuat bayar angsuran.Motornya kemudian dialihkan ke seorang oknum aparat lantaran aparat tersebut sudah dikenal baik, dipercaya dan berjanji bertanggung jawab untuk meneruskan sisa angsuran sampai dengan akhir kontrak. Pada waktu serah terima unit kendaraan, diantara mereka tidak ada surat perjanjian yang dibuat.Ibu itu taunya beres, tidak dipusingkan lagi dengan cicilan motor.

Namun lidah memang tidak bertulang. Bertolak belakang dengan tindakan. Orang yang dipercaya untuk melanjutkan kewajiban membayar itu hanya ambil untung menggunakan sepeda motornya untuk aktifitas sehari-harinya namun (sengaja)  lupa akan angsurannya. Itu terkuak beberapa hari yang lalu,kala Ibu itu dan suaminya berniat mengajukan pinjaman ke salah satu bank BUMN di Sumbawa. Hasil BI Checking, ada outstanding piutang serta tunggakan sekian bulan di finance lain yang mesti dilunasi terlebih dahulu. Miris ya:)!!

Banyak Kejadian di Masyarakat Dengan Pola Yang Sama

Apa yang dialami Si Ibu nasabah kami di atas itu, sebenarnya menggambarkan pola dan perilaku nasabah di masyarakat. Kala terjebak dalam kondisi kepepet, ngga ada cukup dana untuk menunaikan angsuran,atau uang terpakai untuk pengeluaran yang lain, solusi paling mudah adalah gadai di bawah tangan alias gadai ilegal. Oper ke orang lain. Ngga motor ngga mobil. Emas, HP dan TV pun bisa jadi obyek gadai. Meski sadar (sesadar-sadarnya) bahwa unit (kendaraan) atau barang tersebut masih jalan kreditnya di lembaga pembiayaan.

Polanya bisa gadai sementara sebulan atau dua bulan. Atau gadai forever , hehe..Seperti true story nasabah di atas. Barternya apa? Sudah pasti uang. Keuntungan lain ya tidak perlu repot-repot lagi putar otak bagaimana melanjutkan sisa cicilan. Nanti orang yang kita pindahtangan kan barang yang bertanggung jawab sampai akhir kontrak#Wallahualam kalau dia bayar:)

Berkaca pada cabang kecil seperti kami, dalam sebulan bisa ada beberapa nasabah datang dengan kasus yang hampir sama. Kendati di proses pra kredit, calon debitur sudah di edukasi oleh PIC Marketing untuk tidak melakukan itu, namun setelah pasca kredit, siapa bisa mengontrol keputusan dan pilihan nasabah melakukan itu?

Untuk skala kota kecil seperti Sumbawa Besar, ada hampir  lima perusahaan pembiayaan berdiri. Katakanlah andai dalam satu bulan rata --rata lima case yang hampir sama, berarti ada dua puluh lima nasabah di Kabupaten ini yang dalam sebulan mengalami 'keribetan' sendiri akibat ulah sendiri.  Jumlahnya boleh jadi lebih besar dari itu lantaran banyak yang tidak terdeteksi.

Bandingkan dengan level kota sekelas ibu kota atau kotamadya, seperti Mataram, Denpasar, Surabaya, Makasar, dan kota besar lainnya, tentunya jauh lebih banyak. Meminjam istilah para juri di realita show ajang pencarian penyanyi di TV swasta, lebih berdinamika...hehe. Boleh jadi karena perputaran uang dan barang juga lebih complicated, tidak sesederhana di kota kecil.

Penyebab Terbesar Adalah Cash Flow 

Bila menganalisa akar penyebab mengapa ada saja nasabah yang melakukan gadai ilegal bawah tangan, jawabannya adalah pengaturan cash flow pada nasabah itu sendiri. Meski ada beberapa faktor yang lain, namun cenderung dominan karena masalah defisit keuangan.

Cash flow sederhananya jumlah pendapatan (suami dan istri bila sudah menikah) dikurangi jumlah pengeluaran rumah tangga, biaya sekolah anak, bayar cicilan, potongan ini dan itu dan setoran tabungan yang biasanya disisihkan, bila memang ada.

Ironisnya, pada nasabah yang terdeteksi memindah tangankan unit ke orang lain atau pihak ke 3,biasanya keuangannya sudah stadium dua ke atas,alias lagi morat --marit. Ada rasa takut dan malu bila menginfokan ke bagian penagihan.

Cenderung menghindar bila dikunjungi. Boleh jadi nasabah sudah pada kondisi gali lubang tutup lubang atau mengarah ke gali lubang tutup jurang#Meski di awal tenor, saat pengajuan kredit, performance penghasilannya masuk hitungan analisa kredit sehingga disetujui oleh lembaga pembiayaan. Namun dengan berjalannya waktu, ketidakmampuan menangani keuangan atau besar pasak daripada tiang bisa menyebabkan tunggakan di sana sini dan berujung pada tindakan gadai bawah tangan. 

Kebijakan Lembaga Pembiayaan Terhadap Nasabah 

Bila nasabah mengalami kesulitan untuk melakukan pembayaran angsuran gara-gara banyak kebutuhan mendesak, misalnya saat momen hari raya Idul Fitri yang lalu banyak pengeluaran atau ada anggota keluarga yang mendadak sakit dan membutuhkan biaya operasi atau pengobatan menyebabkan sebagian dana beralih ke sana, itu adalah sesuatu yang wajar.

Katakan saja pada petugas penagihan yang datang mengunjungi atau bisa menghubungi petugas marketing yang dulunya menangani pengajuan kreditnya dan menyampaikan kepada mereka. Karyawan di lembaga pemberi kredit juga memiliki sisi humanis. Bisa berempati seandainya mereka berada di posisi yang nasabah alami.

Menjadi tidak wajar andai tunggakan itu berlarut --larut hingga hingga tiga  atau empat bulan ke depan, bahkan lebih, dan nasabah tidak lagi memiliki inisiatif dan kerelaan untuk menyelesaikan tunggakan dan sengaja membiarkan atau mengabaikan. Istilahnya,lari dari tanggung jawab.

Masa"pemulihan" yang diberikan lembaga pembiayaan kepada nasabah yang "sedang sakit" berkisar satu sampai dua bulan  sejatinya adalah periode untuk  menilai sejauh mana kemampuan nasabah untuk kembali ke posisi current  (lancar). Dan bila tidak, andai terus berlanjut , biasanya ada opsi lain yang akan dijalankan terhadap nasabah-nasabah yang demikian dengan tujuan penyelamatan asset.

Beberapa kebijakan dibawah ini umumnya dilakukan oleh lembaga pemberi kredit untuk mengakomodir kebutuhan nasabah yang mengalami OD (overdue ) atau keterlambatan  berulang hingga ketidakmampuan lagi untuk membayar.  Penamaaan bisa sama atau berbeda di internal  masing-masing lembaga  pembiayaan, namun penerapannya kurang lebih sama, menyesuaikan dengan kasus (penyebabnya). Apa saja?

1. Credit Take Over (CTO)

Daripada nasabah pusing atau bingung memikirkan tunggakan yang tak terbayar dari bulan ke bulan, mengapa tidak mengalihkan saja unit atau barang tersebut kepada orang lain sebagai pihak ketiga yang mampu membayar dengan teratur dan mempertemukannya dengan pihak finance. Bedanya dengan gadai dibawah tangan,pada CTO ini prosesnya legal  karena lembaga pembiayaan akan membuat kontrak baru atas nama pihak ketiga dengan catatan syarat dan ketentuan berlaku. Atau pihak ketiga boleh memilih  untuk tetap dengan kontrak lama  atas nama nasabah sebelumnya.

2. Reschedule (RE)

Bila jatuh tempo (JT) nasabah di tanggal 10 setiap bulan, sedangkan nasabah adalah karyawan dengan tanggal pembayaran gaji di tanggal 28 setiap bulan, ada  kemungkinan nasabah akan menunggak  setiap bulan sekian hari sampai akan membayar di tanggal menerima THP (Take Home Pay). Biasanya finance akan menawarkan opsi RE untuk memindahkan tanggal JT sama dengan tanggal THP nasabah agar nasabah terbebas dari tunggakan dan denda per hari sepanjang masa kredit. Nasabah boleh kok minta di awal agar disamakan.

3. Restructure (REST)

Saat terjadi bencana gempa di Lombok dan Sumbawa pada  tahun lalu, sebagian nasabah kami di  cabang yang terkena dampaknya sehingga terkendala pembayaran angsurannya, ditawarkan program REST. Fasilitas REST ini  adalah opsi kepada nasabah untuk merubah masa kredit lebih panjang, atau memanjangkan masa kredit dari tenor yang sedang berjalan, dengantujuan  untuk mendapatkan angsuran yang lebih ringan atau lebih kecil dari angsuran sebelumnya, yang disanggupi oleh  nasabah. Pilihan lain dari REST bisa juga  mengalihkan pihak ketiga yang bersedia meneruskan angsuran sesuai persetujuan nasabah, andai nasabah tidak mampu lagi. 

4. Menyerahkan sendiri langsung ke  lembaga  pembiayaan

Tiga tahun yang  lalu, salah seorang nasabah  yang ditangani oleh saya dan tim, menyerahkan secara langsung sebuah sepeda motor di rumahnya saat kami mengkonfirmasi kepastian nasabah membayar angsuran . Beliau dan istrinya tidak dapat membayar sesuai janji mereka lantaran lahan jagung mereka rusak oleh hama dan  cuaca. Kondisi kendaraan masih mulus. Mereka membuat surat pernyataan (ditulis tangan) tidak mampu menunaikan kewajibannya. Itikad baik dan karakter bertanggung jawab ditunjukkan. Satu tahun setelahnya, usaha mereka kembali membaik, lalu mengajukan kembali pembiayan dan disetujui.

So, dari empat opsi di atas, pilihannya berpulang kepada nasabah. Yuk, jadi nasabah  yang baik karena nama baik lebih berharga dan dimudahkan di kemudian hari.

Salam Edukasi,

Sumbawa Besar, NTB, 

25 Juni 2019,02.10,Wita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun