Mohon tunggu...
Adlian Muzaki
Adlian Muzaki Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa yang masih belajar

Coba terus sampai berhasil

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sejarah sebagai Sarana Dakwah

23 Juni 2021   00:00 Diperbarui: 23 Juni 2021   00:15 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Masih perlukah kita belajar sejarah ?

Aku pernah berpikir bahwa terkadang hidup ku hanya berputar di tempat yang sama. Aku terlalu takut untuk mencoba hal baru dan aku hanya selalu berperang melawan pikiran ku saja. Sampai tamat SMA pun aku belum mempunyai tujuan yang jelas ingin kemana aku akan pergi, dan apa yang harus aku capai. hal yang ada dipikiran ku saat itu adalah aku harus bisa kuliah, Aku harus menemukan tujuan yang ingin aku capai dan aku harus menemukan banyak pelajaran hidup setelah aku tamat sekolah. 


*Mencari jati diri
Ketika duduk di bangku SMA aku adalah anak yang cukup pendiam dalam bergaul. Aku juga bukan orang yang terkenal disekolahku. Hanya beberapa kawan saja yang akrab denganku. Walaupun begitu, aku tetap berusaha aktif dengan mengikuti banyak organisasi dan ekstrakurikuler disekolah. Aku sempat ikut OSIS dan beberapa ekstrakurikuler seperti Silat, KIR (Karya ilmiah Remaja), dan Qiraah. Prinsipku saat itu adalah aku harus banyak pengalaman beroragnisasi dan menambah banyak relasi. 

Namun pada prakteknya, aku masih kesulitan membagi jadwal sekolah dan organisasi. Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk mengurangi kegiatanku dengan berhenti pada salah satu ekstrakulikuler yaitu Qiraah. Selama aku sekolah, aku hanya sibuk belajar dan berorganisasi, jarang rasanya terpikir dibenakku setelah lulus aku harus jadi apa, dan waktu ku nanti harus kuhabiskan untuk apa. Di sekolah, hal yang kusukai adalah menghafal, baik itu pelajaran maupun hafalan Al-Qur'an. Saat itu aku juga rutin mengikuti kegiatan tahfiz dekat rumahku yang digelar tiap 2x dalam sebulan. Oleh karena itu, aku pun menjadi termotivasi ingin menjadi seorang yang menghafal Al-Qur'an. Pada akhir kelas 12 barulah aku benar-benar memutuskan ingin kuliah, dengan mengambil jurusan Biologi dan Pendidikan biologi, belum ada terfikir untuk mengambil jurusan sejarah. Namun yang pasti aku ingin sekali kuliah di UIN Jakarta. Pada saat aku mendaftar ujian, aku juga mengikuti seleksi tahfiz di Depok, dimana seleksi tersebut merupakan beasiswa tahfidz selama 6 bulan. Dalam prosesnya, aku juga mengikuti beberapa seleksi masuk universitas, namun kebanyakan belum lolos. Saat itu yang tersisa hanyalah hasil ujian mandiri UIN Jakarta dan hasil tes beasiswa tahfidz. Alhamdulillah akhirnya aku lolos dalam beasiswa tahfiz itu. Saat itu aku mengalami kebimbangan, apakah aku harus mengambil beasiswa tahfiz tersebut atau menunggu hasil ujian mandiri ku di UIN Jakarta. Akhirnya dengan penuh pertimbangan dan dukungan orangtua, aku meninggalkan hasil ujian mandiriku di UIN Jakarta dan memilih untuk mondok di rumah tahfiz yang berada di Depok.
   
*Pondok Tahfidz
Alasanku saat itu memilih rumah tahfiz dibandingkan menunggu hasil tes di UIN Jakarta adalah aku ingin berfokus dalam menghafal Al-Qur'an. Lalu dalam program tahfiz tersebut tidak hanya menghafal saja, ada softskill yang ditawarkan seperti akan diajari bagaimana caranya berdagang, memberikan training motivasi, sampai saat itu aku di ajari juga bagaimana caranya menulis buku dan mencetaknya. Hal yang menarik dalam beasiswa tersebut juga adanya Education Trip ke dua negara, yatu Singapura dan Malaysia. Aku diantar ke rumah quran bersama keluarga dengan Grab mobil. Saat sampai disana aku berpikir bahwa inilah pertama kalinya aku mondok dan mencoba hidup mandiri. Begitu sampai di rumah tahfiz,aku disambut baik oleh ketiga musyrif dan mereka menjelaskan Kembali tentang apa saja program yang ada dalam rumah tahfiz tersebut. Jumlah santri pada rumah tahfiz tersebut hanya 10 orang dan aku jelaskan Kembali bahwa ada 3 musrif yang membimbing kami selama disana. Kami diperbolehkan memegang Handphone selama seminggu. Ketika aku sudah mulai bermalam disana, aku mendapat kabar bahwa aku lolos ujian mandiri di UIN Jakarta. Pada saat itu aku sempat merasa khawatir ini merupakan keputusan yang salah dan dapat mengecewakan kedua orangtua ku. Namun lambat laun aku mulai mebiasakan diri dan menyadari bahwa aku harus bertanggungjawab atas keputusan ku. Sejak saat itu aku bertekad untuk sungguh-sungguh agar tidak menyia-nyiakan beasiswa ini dan ketika sudah lulus aku ingin kembali mendaftarkan diri ke UIN Jakarta.
Dalam waktu 6 bulan tersebut waktu yang kami habiskan dibagi menjadi beberapa bulan. 2 bulan fokus hafalan, 2 bulan berdagang, dan 2 bulan training motivasi. Pada saat 2 bulan pertama kegiatan kami hanya berfokus pada hafalan saja tanpa memegang handphone sama sekali, barulah saat bulan berikutnya kami diperbolehkan memegang Handphone dengan beberapa ketentuan waktu penggunaan. Lalu kami juga diberikan Daily Activity yang harus dijalani dan dilaporkan setiap harinya agar kegiatan kami terkontrol. Masuk bulan ketiga, kami mulai dikenalkan sosok pendiri rumah tahfidz ini, beliau akrab di panggil Ka Kusnan. Saat bertemu beliau lah kami dikenalkan dunia Public Speaking dan juga diajarkan ilmu berdagang. Beliau adalah seorang motivator sekaligus juga seorang pebisnis. Bersama istrinya beliau membangun sebuah brand pakaian syar'i wanita yang mereka beri nama Silmee dan Shieraki. Setiap motivasi yang beliau sampaikan terasa sangat menggugah semangat dan beliau berpikiran sangat visioner alias berpikiran jauh kedepan. Dalam motivasinya beliau juga selalu menyisipkan banyak cerita tentang para nabi, sahabat dan para pejuang Islam pada masa lalu. Lalu di pondok tahfidz yang aku tempati ini juga terdapat kajian 2x setiap minggunya, di masjid daerah kami pun juga selalu mendengarkan kajian agama. Salah satunya bahasannya ialah Sirah Nabawiyah. Semenjak mendengar banyak kisah hebat para pendahulu islam lah yang membuat hati ku merasa ingin sekali mempelajari keluaasan Islam dengan lebih dalam.

*Pentingkah Belajar Sejarah
Sebuah pertanyaan yang selalu aku tujukan pada diri sendiri, perlukah aku mempelajari sejarah, Sementara diluar banyak orang yang berkata untuk apa belajar sejarah, kita bukan hidup dimasa lalu. Setelah aku banyak mendengar ceramah tentang Sirah Nabawiyah dari para ustadz ku dirumah qur'an, membuat aku berfikir bahwa sejarah itu tidak hanya dibahas saja, melainkan ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Terutama bagi ku yang beragama Islam, mempelajari Sejarah Islam tidak hanya sekedar paham dan mengetahui nya saja. Namun dari sana banyak pelajaran yang bisa di praktekkan di kehidupan nyata. Lalu salah satu media dakwah yang efektif adalah dengan menceritakan sejarah. Sejarah jika dikaitkan dengan kehidupan kita saat inipun dapat menjadi suatu yang sangat menarik untuk dibahas. Misalnya saja bagaimana kita mengambil pelajaran dari penaklukan Islam atas Konstantinopel pada tahun 1453. Padahal saat itu pertahanan mereka merupakan salah satu yang paling kuat. Kemudian Islam datang dengan pasukan dan strateginya, lalu dengan diturunkannya pasukan Muhammad Al-Fatih, maka dinasti Islam pada saat itu yaitu Dinasti Umayyah dapat mengalahkan dan menguasai Konstantinopel. Sosok Muhammad Al-Fatih ini merupakan salah satu yang berpengaruh dalam penaklukan tersebut, bagaimana dengan usia yang sangat muda ia mampu untuk memimpin perang dan bahkan memenangkannya. Setidaknya jika kita mau untuk mendalami serta mengambil pelajaran seperti yang dilakukannya, maka aku pribadi yakin umat Islam khususnya anak muda akan mengidolakan dan mengambil keteladan yang terdapat dari sultan Muhammad Al-Fatih ini.


*Menginjakkan Kaki di Negara Tetangga
Beberapa minggu terakhir sebelum aku selesai mondok. 

Kami mempunyai agenda kegiatan untuk Education Trip ke negara Singapura dan Malaysia. Untuk pergi kesana ternyata kami tidak dibiayai oleh rumah tahfidz ini, melainkan menggunakan uang hasil dari berjualan dan mengisi seminar motivasi yang sudah kami jalani selama ini. Saat itu uang ku memang belum dirasa cukup sehingga aku ada sedikit meminta uang kepada orang tua ku. Ada perasaan sedikit tidak enak memang, namun biarlah aku sudah berjuang dirumah quran ini dan memang hasilnya belum mencapai yang diinginkan. lalu kami berangkat dari bandara soekarno-hatta dan sampai ke bandara changi di singapura. Hal yang pertama kali aku pikirkan Ketika kami sudah sampai disana adalah ternyata bandaranya sangat luas bahkan ada Mall tersendiri didalamnya. 

Lalu ada pula air terjun buatan yang terdapat di bandara tersebut. Aku sendiri cukup terkesima melihatnya. Disana aku lihat pula keragaman manusia, mulai dari yang wajahnya Chinnese, Melayu dan ada juga yang berwajah seperti orang India. Namun satu hal yang kupelajari bahwa selama aku disana, aku melihat lebih banyak orang Chinnese. 

Sembari aku memikirkan hal itu, tanpa disadari kami sudah bertemu dengan salah satu kenalan kami di Singapura yaitu Pak Ali. Beliau adalah kenalan dari musyrif kami yang pernah kesana. beliau adalah orang muslim. Ketika di Singapura kami di ajak berkeliling oleh beliau dan sempat diajak juga untuk mampir beristirahat di apartemennya. Lingkungan tepat tinggal Pak Ali cukup sepi, bahkan seperti tidak ada kemacetan. Orang-orang disana pun terlihat sangat taat aturan. 

Terbukti saat aku lihat beberapa orang yang berhenti saat sampai di lampu merah perlintasan jalan, padahal jalan disana tergolong cukup sepi dan tidak ada kendaraan yang lewat, dan seketika pikiran ku jadi terbayang sedang berada di Indonesia yang mana jika ada lampu penyebrangan orang-orang banyak yang tetap berjalan bahkan saat lampu merah. 

Setelah kami diajak berkeliling ke beberapa destinasi disana, sampailah kami di Masjid untuk melaksanakan ibadah Shalat. Kami dapat penjelasan dari Pak Ali bahwa disana Masjid tidak diperkenankan untuk memakai pengeras suara ke luar dan pengeras suara hanya boleh untuk didalam Masjid saja. Setelah mendengar penjelasan dari Pak Ali aku baru tersadar bahwa aku sedang berada di negara yang mayoritasnya bukanlah muslim dan lagi-lagi aku teringat negara ku Indonesia yang mana suara speaker masjid terus bersahut-sahutan saat azan berkumandang. Aku Kembali merasa beruntung tinggal di negri tercintaku ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun