Mohon tunggu...
Adista Pattisahusiwa
Adista Pattisahusiwa Mohon Tunggu... Editor

Wartawan dest politik (Nusantara II DPR RI Parlemen Senayan 2014-NOW) (Polda Metro, Since 2016) Nyong Ambon Saparua Maluku | ALLAH SWT is my Lord. (Alumni Kerusuhan Ambon 1999)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kelaparan Melanda Gaza, Jeritan Hati Dari Tanah yang Dilupakan

31 Mei 2025   16:08 Diperbarui: 31 Mei 2025   16:08 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan sebuah tempat di mana setiap pagi bukan dimulai dengan harapan, tetapi dengan pertanyaan menyakitkan "Apakah hari ini aku bisa makan?

Di Gaza, pertanyaan itu bukan sekadar kekhawatiran, melainkan kenyataan pahit yang menghantam lebih dari 2 juta jiwa.

Seluruh penduduk Gaza, pria, wanita, anak-anak, lansia, kini terperangkap dalam cengkeraman kelaparan yang mengerikan, yang oleh PBB disebut sebagai "tempat paling lapar di bumi".

Dengan 470.000 orang berada di ambang kelaparan parah, ini bukan lagi sekadar krisis kemanusiaan, tapi ini adalah tragedi yang merobek hati, sebuah noda pada kemanusiaan kita bersama.

Tangisan Anak-Anak di Tengah Keheningan Dunia

Coba bayangkan seorang ibu di Gaza Utara, memeluk anaknya yang menangis kelaparan, perutnya kosong, matanya redup.

Dia tidak punya jawaban ketika anak itu bertanya, "Kapan kita makan, Ummi?" Rumah-rumah telah hancur, pasar-pasar kosong, dan truk bantuan yang dijanjikan dunia terhenti di perbatasan, terhalang oleh blokade dan birokrasi yang kejam.

Ribuan anak telah kehilangan nyawa, bukan hanya karena bom, tetapi karena kelaparan dan penyakit yang seharusnya bisa dicegah.

Setiap anak yang mati kelaparan adalah seruan kepada dunia, di mana hati nurani kalian?

Saya tidak bisa membayangkan penderitaan itu tanpa air mata, menggambarkan warga Gaza yang ditembak saat berjuang mengambil makanan di Rafah.

Mereka bukan hanya melawan kelaparan, tetapi juga peluru. Ini bukan sekadar statistik, ini adalah nyawa, mimpi, dan harapan yang direnggut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun