Dalam jangka panjang pengampunan pajak akan merugikan negara karena berdampak negatif kepada pemasukan pajak dan menggerus ketaatan wajib pajak.
2, Pengampunan Pajak tidak mungkin berhasil tanpa perbaikan administrasi pajak, penguatan institusi pajak, serta penegakan hukum.
Kalo terkait penegakan hukum, memamg butuh Kepastian hukum yang pasti, seperti apa yang dikatakan Anggota Komisi XI DPR RI Aditya Anugrah Moha menilai Rancangan UU tax Amnesty penuh dengan dinamika.
RUU ini Sejatinya, Membutuhkan satu bentuk legitimasi tentang kepastian hukum.
“Soal teknis, tentu sudah cukup elaborasi, tetapi dalam konteks kepastian hukum ini, kami butuh legitimasi yang betul betul konkrit, Kenapa? Kalau kita bicara sesuai acuan amanat konstitusi Undang Undang Dasar 1945, bahwa ketentuan pasal 23 dan ketentuan pasal 23 a sesungguhnya soal itu sipatnya memaksa, bukan soal pengampunan, nah ini menjadi catatan kita bersama,” Ujar Moha Saat RDPU dengan Empat Lembaga Negara, Polri, Kejaksaan Agung, PPATK dan KPK, Di Ruang Komisi XI, Nusantara I, Senayan, Jakarta
Dia mengatakan RUU tax amnesty merupakan yuridiksi pemerintah dan DPR, hal tersebut tentu tidak ingin dalam pelaksanaan dan penjabarannya bahkan penatalaksanaannya tidak berjalan sesuai yang diinginkan bersama.
“Kami tetap menginginkan dalam satu yuridiksi, jangan ada multi pilot, tanpa mengesampingkan proses dan bagian daripada yuridiksi yang ada dalam konteks Trias politica yang kita anut selama ini,”paparnya
Apa yang disebutkan Moha memang benar juga, mengingat apabila dalam periode Pemerintahan yang akan datang, pasti terjadi potensi celah hukum.
Jadi mestinya ada Elaborasi lebih penting, Pelaksanaan Pengamanpunan Pajak ini mesti disertai dengan pengampunan tindak pidana tertentu.
Dari pengalaman pengampunan pajak yang berhasil, kuncinya justru terdapat pada kapasitas institusi perpajakan.
Untuk itu perbaikan aspek regulasi melalui revisi atas UU Nomor 6. Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) menjadi syarat perlu.