Mohon tunggu...
Adi Prayuda
Adi Prayuda Mohon Tunggu... Dosen - Seorang dosen, penulis, dan murid meditasi

Seorang Dosen Ekonomi di Universitas Islam Al-Azhar Mataram, yang juga merupakan pemandu meditasi di Santosha Emotional Healing Center. Penulis berbagai buku self development dengan pendekatan meditasi (Jeda).

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mencari Kebahagiaan Vs Menyadari Kebahagiaan

8 November 2022   08:48 Diperbarui: 8 November 2022   09:27 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: nytimes.com

Seperti anak laki-laki itu, saya juga seringkali mengajukan pertanyaan yang senada tentang keindahan, tentang kebahagiaan, tentang cinta, tentang kehidupan. Banyak buku dibaca, pelatihan-pelatihan diikuti, video-video pengembangan diri ditonton, semua jawaban tentang hal-hal tersebut ternyata bermuara di dalam diri saya sendiri. Dan itu artinya saya telah mengambil jalan memutar untuk MENCARI jawaban yang sebenarnya ada di dalam diri saya sendiri.

Kita mencari kesana-kemari sesuatu yang sebenarnya tidak pernah pergi, hanya tersembunyi di dalam diri kita sendiri. Semakin kita mencarinya di luar diri kita, semakin sulit kita menemukannya. Kenapa? Karena memang tidak ada di luar! Semakin ngotot kita mencarinya di luar, secara tidak sadar, kita sedang membuktikan bahwa keindahan itu memang tidak ada di dalam diri kita. Itu sama halnya dengan: Semakin ngotot berkeinginan, secara tidak sadar, semakin kita menunjukkan bahwa kita sedang tidak memiliki sesuatu yang kita inginkan itu.

Kemudian kita mencari sesuatu yang kita inginkan itu, kita berupaya, kita berupaya keras, berupaya lebih keras lagi...berdoa...berupaya lebih keras lagi...dan pada akhirnya mungkin kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, mungkin juga tidak! Kalau kita mendapatkan apa yang kita inginkan, kita senang, namun hanya sesaat. Why? Karena akan muncul sesuatu yang lebih besar lagi, lebih heboh lagi, lebih berharga lagi yang harus dicari. Kalau pada akhirnya kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, kita kecewa!

Ini memang sifat alamiah dari keinginan yang "dibahanbakari" oleh rasa kekurangan. Bila kita berhasil mendapatkan apa yang kita inginkan, kita senang, namun hanya sesaat. Bila tidak, kita langsung kecewa. Lalu, salahkah bila kita menginginkan sesuatu di luar diri kita? Bukan keinginannya yang menjadi masalah sebenarnya, namun "bahan bakar" dari keinginan tersebut. Keinginan yang "dibahanbakari" oleh rasa kekurangan rentan membuat kita kecewa. Namun, keinginan yang "dibahanbakari" oleh rasa berkecukupan, tenang, dan damai...keinginan tersebut sedang berjabat tangan dengan kebahagiaan.

Kenapa faktor ketenangan menjadi penting ditulis di sini? Apa kaitannya dengan mencari dan menyadari? Ketenangan itu faktor penting dalam proses "mencapai" atau "mencari" apapun yang kita inginkan. Tanpa ketenangan, kita seolah-olah berkejaran dengan keinginan-keinginan kita sendiri..yang tidak pernah ada habisnya..sampai akhirnya kita menjadi lelah sendiri. Menghabiskan waktu untuk "mengejar dan mencari", sampai-sampai hanya memiliki sedikit waktu untuk menikmati apa yang sudah tersaji dalam kehidupan kita.

Ketenangan mengarahkan fokus kita, yang semula ke luar diri, menjadi ke dalam diri. Yang semula "mencari", kini menjadi "menyadari". Menyadari bahwa ada sesuatu yang sangat berharga di kedalaman diri kita. "Mencari" itu fokusnya ke luar diri, sedangkan "menyadari" itu fokusnya ke dalam diri. Kebanyakan kita senang "mencari" ke luar diri karena "di luar" lebih "terang", "di dalam" lebih "gelap". Selain itu, banyak orang yang "belum nyaman" dengan dirinya sendiri, sehingga "masuk ke dalam diri" bukanlah sesuatu yang mengasyikkan.

Yang tidak kalah pentingnya dalam konteks menyadari adalah bersyukur. Bersyukur menjadi pengingat kita untuk berhenti dan meresapi apa yang hadir di kehidupan kita saat ini. Syukur itu adalah salah satu komponen rasa yang penting dalam doa. Kita tidak akan menemukan "syukur" di luar diri kita. Kita melihat pemandangan indah..kemudian bersyukur. Kita mendapat hadiah..kemudian bersyukur. Ada orang yang kita cintai ternyata mencintai kita juga, kemudian kita bersyukur. Apakah "syukurnya" di luar diri kita? Tidak. Pemandangannya, hadiahnya, orangnya di luar diri kita, tapi "rasa syukurnya" tetap di dalam diri kita. Apapun yang tampak di luar diri kita, kalau kita memutuskan untuk bersyukur, kita tetap bisa bersyukur, karena syukur itu di dalam diri kita. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun