Mohon tunggu...
adi mulia pradana
adi mulia pradana Mohon Tunggu... -

dari HI UGM untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Meminimalkan Biaya Ekonomi dengan Pengelolaan Harga Energi: Open Access

5 Desember 2013   05:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:18 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Jadi kalau pipa transmisi yang menghubungkan sumber gas di Sumatera Selatan dengan pasar dominannya di Jawa Barat dibuka, maka PGN hanya bisa mengenakan tarif lewat (toll fee) sebesar 1,5 dollar AS/mmbtu. Padahal sebelumnya ia membebankan 4,0 dollar AS/mmbtu kepada pelanggannya.

Besarnya tarif itu kini ditentukan pemerintah dan berlaku umum. Lalu, bagaimana bila bukan hanya pipa transmisi saja yang dibuka? Sebut saja pipa-pipa distribusi yang menghubungkan pipa-pipa besar dengan pelanggan. Dengan tarif yang lebih murah yang diajukan pesaing-peingnya, pelanggan-pelanggan tentu bisa hijrah dengan cepat.

Lalu yang kedua, analis UBS menemukan masa depan gas-gas Indonesia tidak lagi berada di Sumatera atau Indonesia Timur. Dengan begitu, pendistribusian dalam bentuk gas cair LNG yang mudah diolah jauh lebih menguntungkan daripada melalui pipa-pipa transmisi antar pulau.

Nah yang lebih membuat PGN pusing, penguasa terminal LNG adalah Pertagas (70 persen market share). Sudah begitu, jaringan pipa distribusi Pertagas sangat dekat dengan basis pelanggan PGN. Tarif harga gas distribusi Pertagas, menurut analis itu 45 persen dibawah tarif yang dikenakan PGN.

Ini tentu mengganggu kenyamanan incumbent. Transformasi besar-besaran di Pertamina kini harus diimbangi dengan perubahan besar-besaran di PGN. Karena PGN tak punya sumber gas sendiri, maka PGN perlu mencari sumber-sumber gas yang lebih pasti dengan masuk ke hulu.

Tetapi bisnis eksplorasi sangat beresiko tinggi dan butuh ketrampilan yang memadai. Sedangkan Pertagas sudah pasti punya gas dari Pertamina. Apalagi setiap kali Pertamina mengebor minyak selalu ada gas di atasnya. Mungkin karena itulah isue tentang akuisisi mencuat, menjadi semacam wishful thinking.

Konsumen Diuntungkan

Untuk sementara, PGN memang tengah berada pada posisi sulit. Tetapi dalam manajemen perubahan kita memandangnya dengan kacamata yang berbeda. Perubahan ini bukanlah sesuatu yang layak ditangisi, apalagi ditakutkan. Ini hanyalah sebuah “sakit” yang diberikan untuk berubah.

Kalau harga gas turun dan konsumen diuntungkan, maka volumenya akan meningkat. Dan kalau volumenya besar, maka total income yang diterima PGN dari “toll fee” pada pipa-pipa transmisinya dalam jangka pendek akan naik.

Tetapi kita juga perlu memahami bahwa 44 persen dari total pelanggan distribusi gas industri ini hanya berasal dari satu perusahaan: PLN. Maka, sudah pasti Open Access tidak dapat dihindari karena hal ini sejalan dengan kepentingan nasional untuk mengurai ekonomi biaya tinggi. Tambahan pula salah satu pemegang saham publik terbesar di PGN adalah JP Morgan. Sudah pasti di sana berkumpul ahli-ahli yang menguasai masalah ini.

Di banyak negara, isu Open Access sudah diterima lebih dari 25 tahun yang lalu. Dimulai dari pembukaan jalur komunikasi telfon kabel hingga gas. Pelanggan Amerika yang tidak puas dengan layanan AT & T misalnya (atau merasa tarifnya kemahalan) dengan cepat berpindah operator tanpa dikenakan biaya sambungan baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun