Mohon tunggu...
Adii Donk
Adii Donk Mohon Tunggu... Penulis

Penulis lepas yang tertarik pada isu sosial, Olahraga, kesehatan mental, Pendidikan, dan dinamika masyarakat urban. Percaya bahwa tulisan yang jujur bisa menjadi ruang refleksi bersama.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berhenti Menyesal, Mulai Hidup

8 September 2025   15:00 Diperbarui: 8 September 2025   15:00 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seseorang berjalan menyusuri hamparan rumput hijau, seolah melangkah keluar dari bayang penyesalan menuju harapan yang baru. (Foto diambil dari Pexels, fotografer: Ketut Subiyanto, digunakan dengan izin (Pexels License)).

Ada saat-saat ketika kita ingin berteriak, “Andai saja dulu aku memilih jalan yang berbeda…” Andai ini, andai itu. Kita mengulang-ulang kemungkinan yang sudah lewat, seolah bisa mengubahnya hanya dengan penyesalan. Padahal hidup tidak pernah menunggu.

Setiap keputusan yang kita ambil adalah undangan untuk menerima konsekuensinya. Kadang kita menerima hasil yang manis, kadang pahit. Tapi apakah itu alasan untuk berhenti percaya pada diri sendiri? Apakah karena satu kegagalan, kita harus berhenti melangkah dan hanya duduk menatap hari-hari yang lewat?

Kenyataannya, dunia tidak peduli pada “andai”. Ia terus berputar, dan waktu terus berjalan. Menyesal boleh saja, itu wajar, bagian dari proses. Tapi terlalu lama terjebak dalam penyesalan hanya membuat kita kehilangan peluang yang ada di depan mata.

Banyak orang yang akhirnya membiarkan hidupnya berhenti di satu titik. Mereka takut mencoba lagi karena pernah gagal. Takut dicemooh, takut sakit, takut kecewa lagi. Akhirnya mereka menunggu “saat yang tepat” yang entah kapan datangnya. Padahal, kebenaran yang pahit adalah: momen sempurna itu tidak pernah ada.

Mungkin kita merasa kecewa pada hasil yang kita dapatkan, tetapi sesungguhnya, rasa kecewa hanyalah permainan pikiran. Ia muncul karena ada harapan yang tidak tercapai atau keuntungan yang tak berhasil diraih. Namun, percayalah: ada hal lain yang menunggu ditemukan, ada kesempatan lain yang siap digenggam, asal kita mau berusaha dan mensyukurinya.

Kita sering lupa bahwa hidup bukan tentang seberapa sering kita jatuh, tetapi seberapa sering kita mau berdiri kembali. Orang yang paling sukses pun pernah jatuh berkali-kali. Bedanya, mereka tidak berhenti. Mereka memetik pelajaran dari setiap kegagalan, lalu melangkah lagi dengan lebih bijak.

Yang paling menakutkan bukanlah kegagalan. Yang paling menakutkan adalah hidup yang tidak pernah dijalani. Kita berdiri di tepi jalan, hanya menonton orang lain melangkah, sementara kita sibuk bertanya-tanya “bagaimana jika…” sampai kesempatan itu hilang.

Dan pertanyaan terbesar itu akhirnya datang: apakah kita harus menunggu momen sempurna untuk bergerak? Atau kita yang harus mengambil setiap momen dan menjadikannya sempurna?

Lihatlah sekeliling. Ada orang yang mulai dari nol, bahkan minus, tetapi memilih untuk tetap berjalan. Ada yang terluka, namun berani jatuh cinta lagi. Ada yang kehilangan segalanya, namun berani membangun dari puing-puing. Hidup mereka tidak lebih mudah dari kita, tapi mereka memutuskan untuk terus maju.

Hidup tidak menunggu kita siap. Ia memanggil kita untuk mencoba, jatuh, bangun, mencoba lagi. Tidak ada yang bisa menjamin hasil, tetapi setiap langkah yang kita ambil membuat kita lebih dekat pada hidup yang benar-benar kita pilih.

Jadi, berhenti menyesali masa lalu. Berhenti takut. Ambil satu langkah hari ini, sekecil apa pun. Karena mungkin, inilah momen yang akan mengubah segalanya.

“Yang menakutkan bukanlah kegagalan, melainkan saat kita berhenti mencoba. Sebab hidup terlalu singkat untuk hanya jadi penonton.”

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun