Mohon tunggu...
Adi Inggit Handoko
Adi Inggit Handoko Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang penghamba media sosial, Hobi denger Radio tertarik dengan isu gender

"Kau Terpelajar, Cobalah Bersetia Pada Kata Hati" (Pram, Dalam Bumi Manusia)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Diri: Komunikasi Phatic

7 Maret 2016   10:28 Diperbarui: 7 Maret 2016   11:10 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kemandirian dan Ingin Lepas dari Cengkraman Orang Tua

Ketika anak sudah merasa mampu hidup mandiri, maka rasanya ingin lepas dari cengkraman orang tua. Lepas dalam arti ingin membuktikan bahwa pada saat ini dia sudah bisa hidup sendiri yang tanpa banyak campur tangan orang tuanya. Biasanya tanpa pun diminta ketika anak menginginkan campur tangan kedua orang tuanya dia akan membicarakannya secara langsung.

Keinginan lepas dari cengkraman orang tuanya ini bisa saja terjadi ketika suatu hubungan tidak harmonis. Karena merasa dirinya sudah mampu maka dirinya tidak akan memiliki beban ketika ingin terbebas dari orang tuanya. lepas dari cengkraman orang tuanya seperti keluar dari kandang harimau. Alhasil kondisi yang demikian menciptakan api permusuhan diantara keduanya. Banyak anak-anak diluar sana broken home karena disebabkan kondisi demikian, orang tua yang terlalu egois, orang tua yang terlalu menuntut. Memang tidak ada istilah mantan orang tua atau bekas anak, tapi akibat sakit hati yang sangat menyebabkan terpecahnya keutuhan keluarga. Baik orang tua maupun anak sama-sama dirugikan. Anak akan dijugde dengan sebutan anak durhaka, anak yang tidak tahu diri anak yang akan mendekam dalam api neraka. Pedih….!!! Siapa yang salah? Anak? Orang tua?

Saya pernah mendengar kata-kata paling lazim begini “gimanapun kita adalah anak, kita lah yang dituntut untuk memahami orang tua”. Bagi saya kalimat diatas sudah usang kenapa tidak coba diperbaharui dengan kalimat “anak dan orang tua sama-sama sejajar yang sama-sama butuh dipahami”. Bagi saya kita manusia, secara tatanan orang tua memang berada dalam tatanan paling tinggi tapi bukan berarti ketika berada dalam tatanan tertinggi itu seenaknya dengan tatanan dibawahnya (anak). Anak juga butuh untuk dipahami, anak juga butuh untuk dihormati. Hormat menghormati kan rasanya lagu wajib dalam tatanan kehidupan manusia. Bukan menghormati dan menghargai itu berjalan timpang.

 


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun