Seseorang yang tidak bisa menjaga keperawanannya harus diakui bahwa ia mudah takluk atas nama cinta, nafsu sesaat atau intimidasi. Itu berarti ia tumbuh tanpa bekal mawas diri. Calon Prajurit yang mudah di intimidasi cenderung sulit "dibentuk" menjadi tangguh.
Budaya
Sementara pendapat tes itu dapat merusak budaya Indonesia yang dikental dengan adat ketimuran juga terlalu mengada-ada. Sebab tes dilakukan profesional dari Rumah Sakit Bhayangkara dan tidak dipertontonkan di hadapan khalayak ramai sebagaimana dilakukan terhadap Joan Of Arc' dahulu kala.
Bahkan, adat ketimuran yang menghendaki wanita menjaga auratnya juga dapat dikatakan sejalan dengan tes ini. Dimana TNI dan Polri ingin merekrut wanita wanita tangguh dan berprinsip untuk mempertahankan kebudayaan bangsanya, melalui dirinya sebagai prajurit.
Trauma,
Jika tes keperawanan yang dimaksud ternyata membawa dampak psikologis yang buruk hingga trauma, ini memang perlu diteliti lebih lanjut. Apakah trauma dimaksud karena yang melakukan tes bukan dokter wanita? Atau karena kekhawatiran berlebihan dari si calon prajurit yang tidak tahu apa itu keperawanan? Atau karena memang ia tidak yakin bajwa ia masih perawan?.
Banyak alasan seseorang keperawanannya, tetapi bahaya sebenarnya adalah disiplin prajurit. Seorang yang tidak peduli organ intimnya sebagai sebuah harga diri, dikhawatirkan merusak tatanan dan budaya para prajurit. Contohnya:
Bagaimana si wanita menawarkan dirinya agar lolos dari hukuman indisipliner dari komandannya? Atau agar mendapat keistimewaan lain tanpa repot merayap dibawah kawat berduri? Supaya tidak perlu mandi di kolam penuh lintah? Dan lain sebagainya.
Tes keperawanan dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Polri Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Penerimaan Calon Anggota Polri. Pasal 36 menyebutkan calon anggota perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan “obstetrics dan gynaecology” (rahim dan genitalia).
Mengukur moral seorang perempuan dari keperawanannya memang bukan sesuatu yang mutlak. Tetapi TNI dan Polri bukanlah lembaga "bengkel" moral atas masa lalu seseorang yang buruk. TNI dan Polri dapa membentuk mental dan daya juang prajuritny dari seorang yang pengecut menjadi singa lapar. Dari seorang yang mentah menjadi "matang", tetapi bukan dari kerusakan yang dihantui penyesalan.
Memiliki masa lalu yang buruk itu memang tidak salah? Tetapi TNI dan Polri bukanlah lembaga penampung untuk memperbaiki kehidupan seseorang yang tidak menghargai dirinya sendiri. Terlepas dari ada dorongan / peran orang lain ketika ia kehilangan keperawanannya diluar hukum pernikahan.