Mohon tunggu...
Adi Dinar
Adi Dinar Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog. Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.

Tertarik dengan isu-isu kesehatan mental, kesehatan pernikahan, dan transformasi personal.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat itu Ternyata Seru

3 Desember 2020   01:16 Diperbarui: 3 Desember 2020   01:38 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya adalah anak psikologi, dan sungguh saya tidak pernah menyangka bahwa saya akan bisa tertarik dengan dunia filsafat. Lagian, ngapain juga anak psikologi belajar filsafat kan? Bukankah kita sebaiknya menguasai bidang ilmu kita sendiri? Bila suatu saat nanti filsafat dibutuhkan, biarkanlah saja anak filsafat yang mengerjakan.

Demikianlah bagaimana saya melanjutkan petualangan saya untuk terus mempelajari psikologi. Selalu saja ada yang ingin saya ketahui di psikologi. Saya sangat penasaran dengan bagaimana caranya psikolog bisa menyembuhkan jiwa. Karena psikolog itu sebenarnya bukan dokter yang bisa main obat-obatan kan? Kalau tidak pakai obat, lalu bagaimana cara menyembuhkannya? Dan katanya, psikolog itu senjatanya adalah kata-kata. Saya jadi tambah penasaran, kata-kata seperti apa sih yang bisa menyembuhkan jiwa itu, sehingga psikiater yang jago begitu masih membutuhkan bantuan psikolog untuk diajak kerja sama? Hal ini saya cari betul di berbagai literatur-literatur psikologi. Setiap hari saya habiskan untuk terus mencari, hanya agar saya bisa mengerti, agar saya tidak penasaran lagi.

Saya juga penasaran dengan bagaimana caranya pernikahan bisa diselamatkan. Karena angka perceraian di negeri kita cukup besar, dan saya heran juga melihat banyak orang hebat yang bisa terjebak ke dalam perceraian. Bila mereka yang begitu hebat saja rumah tangganya bubar, apa kabar dengan kami yang biasa-biasa saja ini? Dimana salahnya? Bagaimana memperbaikinya? Bagaimana cara menguatkan kembali ikatan yang retaknya sudah di level memprihatinkan?

Dan saya juga penasaran dengan bagaimana caranya mengubah orang. Saya penasaran, mengapa sebagian orang rasanya sulit sekali diubah? Bahkan diubah ke arah yang jelas-jelas sangat menguntungkan dirinya sekalipun, orang bisa tidak mau. Mengapa sebagian orang bisa begitu keras kepala? Dan bagaimana cara mengubah mereka?

Hari demi hari saya habiskan untuk belajar tentang kesehatan mental, kesehatan pernikahan, dan transformasi personal. Kepala saya penuh dengan berbagai pertanyaan tentang tiga hal itu, untuk dicari jawabannya di literatur-literatur psikologi.

Filsafat? Out of sight. Out of mind. Sama sekali tidak tertarik, dan sama sekali tidak kepikiran.

Hingga suatu saat saya diminta untuk mengajar filsafat. Dan itu benar-benar berat.

Mungkin saya adalah tipe orang yang tidak bisa bila diminta untuk mengajarkan apa yang tidak saya mengerti, sementara filsafat adalah sesuatu yang tidak pernah saya impikan untuk saya pelajari. Bagi orang seperti saya, filsafat itu bahasanya seperti tinggi dan menari-nari. Membacanya sebaris saja saya bisa emosi. Karena tidak ngerti-ngerti.

Tapi sepertinya Tuhan sayang kepada saya, hingga akhirnya saya dipertemukan dengan sebuah buku tulisan Manuel Velasquez yang berjudul Philosophy: A Text with Readings. Dari buku inilah saya  akhirnya bisa menyadari, mengapa filsafat itu sebaiknya dipelajari.

Filsafat itu, pada dasarnya, isinya adalah berbagai aliran pemikiran. Aliran-aliran pemikiran ini saling berdebat, hanya untuk menjawab suatu pertanyaan. Dan pertanyaan-pertanyaan yang dijawab adalah pertanyaan-pertanyaan yang biasanya sudah tidak lagi kita pertanyakan, yang sebelumnya kita yakini begitu saja jawaban yang kita punya, atau bahkan pertanyaan-pertanyaan yang kita rasa sangat tidak pantas untuk kita pertanyakan.

Dari sini, barulah saya menyadari bahwa filsafat adalah tentang mempertanyakan kembali apa yang sebelumnya tidak pernah kita ragukan. Bila kita yakin betul dengan keyakinan yang kita miliki, maka filsafat akan memperlihatkan kepada kita berbagai keyakinan lain yang akan membuat kita mempertanyakan kembali keyakinan-keyakinan yang kita miliki.

Agar kita mulai mencari yang bener yang mana.

Karena jujur saja, bila kita sudah yakin betul dengan pandangan kita, kita sudah tidak lagi mencari yang bener yang mana, karena sudah merasa bener. Nah, filsafat, yang isinya adalah berbagai aliran pemikiran yang saling berdebat, menyediakan pandangan-pandangan lain. Kita akan jadi punya pilihan keyakinan lain untuk diyakini. Ketika akhirnya nanti kita sudah bisa memilih setelah benar-benar mencari yang bener yang mana, barulah bisa disebut bahwa kita telah memilih keyakinan kita, bukan sekedar meyakini sesuatu hanya karena kita tidak mengerti ada pandangan lain.

Mempertanyakan kembali keyakinan-keyakinan kita ini penting, agar kita tidak terjebak pada keyakinan kita yang mungkin keliru. Saya sering bertanya pada mahasiswa saya, agama mana yang menurut mereka paling benar, dan mereka hampir selalu menjawab bahwa agama yang sedang mereka peluk saat itu adalah agama yang menurut mereka benar. Kemudian saya akan bertanya. Seandainya mereka dilahirkan di keluarga yang agamanya berbeda dari agama mereka saat ini, apakah mereka masih akan berkata bahwa agama yang benar adalah agama mereka saat ini? 

Pertanyaan ini bukanlah bermaksud agar Anda meninggalkan agama Anda, melainkan agar Anda mulai mencari yang bener yang mana, sesuatu yang mungkin selama ini tidak lagi Anda lakukan karena sudah terlalu yakin dengan apa yang Anda yakini. Anda justru akan mulai mempelajari agama Anda sendiri kan?

Sepenting itu ternyata belajar filsafat. Agar saya tidak meyakini sesuatu hanya karena saya tidak tahu yang lain, dan mulai mempelajari aliran-aliran pemikiran lain yang berbeda.

Kini saya mulai bisa mengkritisi terapi person-centered yang semula sangat saya kagumi itu. Bahkan, setelah mempelajari aliran-aliran terapi yang lain, tiba-tiba saja kita jadi bisa melihat cara lain yang mungkin lebih baik daripada cara-cara yang selama ini diajarkan. Bukankah dengan begitu kita bisa ikut mengembangkan ilmu pengetahuan melalui ide-ide yang lebih baik?

Sejak saat itu, saya melihat filsafat dengan cara yang sama sekali berbeda. Saya ternyata bisa tertarik mempelajari filsafat, setelah mengetahui filsafat dapat membantu saya memeriksa kembali keyakinan-keyakinan yang saya punya.

Agar saya tidak sesat. Dan agar saya tidak menyesatkan orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun