Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Terkait Sulli dan Pentingnya Manajemen Emosi untuk Para Investor

15 Oktober 2019   09:01 Diperbarui: 16 Oktober 2019   05:00 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Awan duka" sedang menggayuti industri hiburan Korea Selatan. Pada hari Senin kemarin (14/11), seorang aktris dari "Negeri Ginseng", Sulli, dikabarkan meninggal dunia dalam usia 25 tahun.

Kematian wanita yang bernama asli Choi Jin-ri itu pun masih diselimuti "misteri". Sampai tulisan ini dibuat, dugaan sementara atas kematiannya ialah bunuh diri.

Boleh jadi, kematian Sulli dipicu oleh rasa depresi yang akut. Dari sejumlah media, Sulli diketahui pernah mendapat perundungan (bully) yang parah sewaktu ia masih aktif di girlband f(x).

Peristiwa itu sempat membikin Sulli rehat sementara dari dunia hiburan pada tahun 2014. Tekanan batin sebagai tokoh publik sepertinya sudah "menguras" ketenangan jiwanya, sampai-sampai ia mesti menjauhkan diri sejenak dari industri hiburan yang sudah membesarkan namanya tersebut.

Biarpun kemudian kembali ke panggung hiburan, perasaan itu sepertinya belum bisa dienyahkan sepenuhnya. Perasaan itu tampaknya masih terus "membayangi" hidup Sulli bertahun-tahun kemudian. 

Hingga puncaknya, bisa saja, perasaan itulah yang mendorongnya untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Pekerjaan selebriti, seperti yang ditekuni Sulli, memang sering dihinggapi rasa depresi. Kompetisi yang ketat, jam kerja yang panjang, dan tuntutan untuk selalu tampil prima dalam setiap kesempatan kerap menjadi beban tersendiri bagi seorang selebriti.

Belum lagi, beragam "komentar miring" yang sering mampir di akun medsos apabila selebriti yang bersangkutan sedang "tersandung" masalah besar. Perasaan malu, marah, dan jenuh bisa silih berganti "menghiasi" batin.

Agar terhindar dari rasa depresi, seorang selebriti mesti belajar mengatur emosinya. Jangan sampai emosi negatif yang muncul akibat tuntutan pekerjaan justru merusak karier selebriti yang bersangkutan. Sudah banyak kasus selebriti yang berantakan kariernya karena ia terbawa emosi sesaat.

Hal yang sama juga berlaku untuk para investor. Meskipun berbeda bidang, bukan berarti investor boleh mengabaikan manajemen emosi dalam berinvestasi. Sebab, dalam berinvestasi, terutama di aset berisiko tinggi, seperti saham dan forex, perasaan investor bisa ikut "bermain".

Makanya, sempat ada pameo di dunia investasi bahwa sebaiknya investor berhenti ketika hati sudah "panas". Pameo tadi ada benarnya. Dalam kondisi emosi yang labil (baca: marah), investor sulit mengambil keputusan yang objektif. 

Hal itu bisa membuka "pintu" bagi kesalahan berikutnya, yang ujung-ujungnya menyebabkan penyesalan.

Mengelola emosi dalam berinvestasi itu susah-susah gampang. Saya pribadi belum bisa menguasainya dengan baik. Kadang, ketika melihat suatu saham terbang harganya, hati saya masih tergoda untuk membelinya. 

Perasaan itu muncul karena saya khawatir melewatkan "kesempatan emas" untuk mendulang untung besar dari pasar modal.

Hal seperti itulah yang bisa menciptakan "dilema" bagi investor. Situasi menjadi serba salah. Kalau dilewatkan, "kesempatan emas" akan berlalu begitu saja.

Sementara, jika dikejar, ada risiko yang mengikutinya. Sebab, bisa saja, setelah dibeli, saham tadi malah amblas harganya. Hal-hal di luar harapan memang sering terjadi di pasar saham.

Seandainya mengalami situasi demikian, saya biasanya akan mengambil jeda beberapa menit atau beberapa jam, sebelum membikin sebuah keputusan investasi. Saya mesti meninjau ulang, menilai semuanya secara objektif, dan sebisa mungkin meredakan luapan emosi yang muncul.

Setelah semua dipikirkan masak-masak dan dilandasi keyakinan yang kuat, barulah investasi dilakukan. Hal itu memang tidak bisa sepenuhnya melenyapkan kesalahan dalam pengambilan keputusan, tetapi setidaknya dapat meminimalkan penyesalan akibat terbawa perasaan sesaat.

Kematian Sulli memang sungguh disayangkan. Masih muda. Cantik. Tenar. Sepertinya semua sudah lengkap dalam hidupnya. Namun, siapa yang menyangka bahwa di balik keberuntungan itu, ia memendam rasa depresi yang dalam.

Saat memutuskan mengakhiri hidupnya, mungkin Sulli terbawa emosi sesaat. Andaikan rehat sejenak, dan berpikir lebih matang, ia mungkin akan membatalkan niat bunuh dirinya. Kalau hal itu terjadi, ceritanya bisa lain.

Kasus yang dialami Sulli bisa menjadi pelajaran bagi siapapun, termasuk para investor. Bahwa manajemen emosi perlu dilatih sebaik mungkin. Dengan demikian, kesalahan-kesalahan yang muncul akibat terbawa emosi sesaat bisa dihindari, atau bahkan dihilangkan.

Selamat jalan Sulli.

Doa kami bersamamu.

Salam.

Adica Wirawan

Referensi:

https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20191014155356-234-439366/sulli-ex-grup-f-x--meninggal-dunia-di-usia-25-tahun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun