Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Owa Jawa, Si Primata Langka yang "Enggan" Berbagi Cinta

20 November 2017   18:39 Diperbarui: 20 November 2017   19:22 1440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
owa jawa yang terancam kepunahan di alam semesta (sumber: dokumentasi pertamina)

Owa Jawa barangkali adalah kera yang paling "sensitif", "selektif", dan "posesif" yang pernah saya jumpai.

Bersama Pertamina dan Kompasiana, saya berkesempatan mengunjunginya di Balai Besar Taman Nasional Gurung Gede Pangrango, Sukabumi, pada tanggal 13 dan 14 November lalu.

Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga jam, bis yang kami naiki pun akhirnya tiba di gerbang masuk taman nasional. Dari situ, bersama sembilan belas kompasianer lainnya, saya "diangkut" naik jeep menuju lokasi.

Awalnya, saya agak heran. Mengapa kami semua harus pergi ke situ naik mobil berkapasitas di atas 2000 cc tersebut? Pertanyaan itu akhirnya terjawab setelah kami harus menempuh jalanan berlumpur.

Medan yang dilalui memang mustahil ditempuh dengan mobil biasa. Pasalnya, jalanan sangat basah dan berlubang akibat diguyur hujan semalam. Makanya, jeep yang kami tumpangi pun berjalan terseok-seok melewatinya.

Untungnya, sopir kami terampil mengemudikan jeep. Walaupun di tepi jalan terdapat jurang yang menganga, dia tetap tenang "memainkan" gas dan kopling.

Hasilnya? Mobil pun meliuk-liuk tidak karuan, sementara kami yang duduk di belakang terus berdoa minta keselamatan. Hahahahahahahahahahaha.

Untungnya, jalan tersebut sukses dilalui juga. Tidak terjadi kecelakaan apapun. Akhirnya kami bisa "menjejak" bumi dengan selamat biarpun pakaian sedikit belepotan terkena cipratan lumpur.

Salut untuk bapak sopir!

Setibanya di kawasan konservasi, kami langsung "disambut" oleh Owa Jawa. Kami cukup beruntung dapat melihatnya secara langsung.

balai besar taman nasional gunung gede pangrango (sumber: dokumentasi pribadi)
balai besar taman nasional gunung gede pangrango (sumber: dokumentasi pribadi)
Pasalnya, Owa Jawa dikenal sebagai kera yang "pemalu". Mereka hanya dapat dilihat pada pagi hari sewaktu sedang melakukan morning call, semacam "mars" yang dinyanyikan untuk penggugah semangat.

Namun, khusus pada saat itu, mereka datang menampakkan wujudnya. Di sela dedaunan Pohon Rasamala, Owa Jawa yang bertubuh mungil dan berbulu abu-abu terlihat bergelayutan bersama keluarganya.

Tanpa menghiraukan kami---turis dari kota yang agak "udik" karena baru menjumpai pemandangan demikian---mereka tampak nyaman bermain bersama anak-anaknya.

Owa Jawa memang hidup berkeluarga, bukan berkelompok layaknya monyet. Makanya, Owa Jawa jantan hanya punya satu pasangan dan ia akan terus mencintai betinanya seumur hidup alias monogami.

Di basecamp petugas konservasi, kami berkumpul mendapat penjelasan dari Ibu Badiyah. Ibu Badiyah adalah staf konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang sudah paham betul kondisi hutan tempat Owa Jawa direhabilitasi dan dilepasliarkan.

bu badiyah menjelaskan populasi owa jawa di gunung gede pangrango (sumber: dokumentasi pribadi)
bu badiyah menjelaskan populasi owa jawa di gunung gede pangrango (sumber: dokumentasi pribadi)
Sewaktu mendengar penjelasan darinya, saya baru tahu bahwa selain Owa Jawa, di Gunung Gede Pangrango yang luasnya mencapai lebih 15 ribu hektar, hidup pula spesies lain yang terancam punah, yaitu Elang Jawa dan Macan Tutul. Hewan tersebut nyaris punah akibat seleksi alam dan perburuan liar.

Bersama Kang Igud, kami kemudian memasuki "sarang" mereka. Saya sebetulnya agak waswas sepanjang jalan. Mata saya terus saja menyusuri semak, takut kalau-kalau ada Macan Tutul yang "terbang" ke muka saya. Hahahahahahahahahahahaha.

Namun, hal itu tidak terjadi! Pasalnya, Kang Igud berkata bahwa Macan Tutul biasanya akan lari ketakutan manakala menjumpai manusia. Buktinya, lelaki berusia sekitar 30an itu masih selamat setelah beberapa kali berjumpa langsung dengan macan tutul saat mengawasi hutan.

Namun demikian, kami beruntung bisa menyaksikan Elang Jawa yang tengah terbang. Biarpun hanya bisa dilihat dari jarak jauh, kesempatan itu jarang didapat.

Di sepanjang trayek sejauh 1,3 kilometer itu, Kang Igud sempat menunjukkan sejumlah tanaman obat yang tumbuh secara alami di hutan. Misalnya tanaman Pakis Rane yang kami jumpai ternyata berkhasiat meredakan maag dan meredam sakit pascamelahirkan.

kang igud menjelaskan keanekaragaman tanaman di gunung gede pangrango (sumber: dokumentasi pribadi)
kang igud menjelaskan keanekaragaman tanaman di gunung gede pangrango (sumber: dokumentasi pribadi)
Semua tanaman itu tentunya kekayaan lokal yang wajib dilestarikan.

Spot Rehabilitasi dan Pelepasliaran

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebetulnya hanya satu di antara sejumlah tempat, seperti Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Nasional Halimun-Salak, untuk rehabilitasi dan pelepasliaran Owa Jawa.

Kawasan itu dipilih lantaran cocok menjadi habitat Owa Jawa, yang umumnya menyukai dataran tinggi. Di situ hidup tiga belas keluarga Owa Jawa yang tersebar di hutan.

owa jawa di penangkaran (sumber: dokumentasi pertamina)
owa jawa di penangkaran (sumber: dokumentasi pertamina)
Seperti telah disinggung sebelumnya, Owa Jawa terancam mengalami kepunahan. Sebab, hewan tanpa ekor itu punya naluri yang unik, terutama soal "kawin".

Sebagaimana diketahui, Owa Jawa jantan sangat selektif memilih betinanya. Tidak seperti monyet yang asal pilih pasangan, Owa Jawa jantan ternyata cukup pilih-pilih.

Namun, begitu memutuskan "belahan jiwa"-nya, si jantan akan terus hidup bersamanya selamanya. Tak akan dia berpaling sedikit pun pada betina lain! Mungkin dia tipikal cowok yang setia atau suami yang takut istri. Hahahahahahahahahahaha.

Namun, kesetiaannya patut diacungi "jempol". Sebab, kalau betinanya mati, tak lama kemudian, si jantan pun akan ikut menyusulnya. Jika boleh meminjam ungkapan Novelis Gao Xin Jiang, barangkali dia tak sanggup menanggung kesepiannya sendiri di tengah ganasnya rimba.

Kesetiaan yang luar biasa kuat, bukan? Namun, kesetiaan itulah yang justru menjadi "bumerang" bagi keberlangsungan spesiesnya. Sebab, kalau satu individu mati dan yang lainnya pun demikian, wajar saja kalau jumlahnya akan berkurang drastis.

Apalagi angka kelahirannya terbilang rendah. Sebab, Owa Jawa hanya melahirkan anak setiap 3-4 tahun sekali.

owa betina dan anaknya (sumber: dokumentasi pertamina)
owa betina dan anaknya (sumber: dokumentasi pertamina)
Jumlahnya pun hanya beberapa ekor saja. Itu pun belum tentu anak-anak yang dilahirkan dapat bertahan hidup hingga dewasa. Selain ancaman predator, perburuan liar pun turut memengaruhi populasinya di hutan.

Buktinya, cukup banyak Owa Jawa yang masuk rehabilitasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Mereka mayoritas hewan buruan dan telah dieksploitasi oleh manusia.

Makanya, begitu diterima petugas, mereka perlu dipulihkan "insting hewani"-nya, tak langsung dilepas begitu saja di hutan.

Upaya Pelestarian Owa Jawa oleh Pertamina

Oleh sebab itu, PT Pertamina kemudian tergerak ikut melestarikan Owa Jawa. Sebagaimana disampaikan oleh Wahyu Widiatmoko, selaku Petroleum Engenering PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field, sejak tahun 2013, PT Pertamina telah menggelontorkan dana sebesar lima ratus juta rupiah per tahun untuk mendukung upaya pelestarian Owa Jawa di pelbagai taman nasional.

Wahyu Widiatmoko menjelaskan kiprah PT Pertamina dalam melestarikan owa jawa (sumber: dokumentasi pribadi)
Wahyu Widiatmoko menjelaskan kiprah PT Pertamina dalam melestarikan owa jawa (sumber: dokumentasi pribadi)
Tak hanya itu, PT Pertamina juga membangun kesadaran masyarakat terhadap keberlangsungan Owa Jawa dengan mengadakan Pertamina Eco Run tahun 2017 pada hari Sabtu, 16 Desember 2017 pukul 15.00 WIB di Pantai Festival Ancol.

Ajang lari yang diselenggarakan dalam rangka peringatan ulang tahun Pertamina ke-60 itu mengusung tema "Lari Lestarikan Bumi" yang mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran kesehatan melalui berlari sekaligus turut melestarikan keanekaragaman hayati.

Pertamina Eco Run 2017 terbuka untuk umum dengan metode pendaftaran secara online melalui www.imroadrunner.com/pertaminaecorun2017. Pada lomba itu, Pertamina menargetkan jumlah peserta sebanyak 6.000 orang.

Untuk mengikut ajang yang penuh dengan pesan pelestarian lingkungan itu, para peserta cukup membayar Rp200.000,- untuk pendaftaran 5K dan Rp.250.000,- untuk 10K. Biaya yang terkumpul dari pendaftaran itu akan disalurkan untuk membantu pelestarian Owa Jawa dan Tuntong Laut.

Dengan demikian, secara tersirat kita telah berpartisipasi melestarikan Owa Jawa, si kera sensitif yang "enggan" berbagi cinta.

Salam.

Adica Wirawan, founder of Gerairasa.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun