Mohon tunggu...
Adib SuryaRamadhan
Adib SuryaRamadhan Mohon Tunggu... Universitas Airlangga

Mahasiswa Akuakultur Fakultas Ilmu Kesehatan Kedokteran dan Ilmu Alam Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Indonesia di Persimpangan Jalan, Refleksi Politik Masa Kini

22 September 2025   19:12 Diperbarui: 22 September 2025   19:10 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

    Demokrasi di Indonesia sering dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar dari reformasi 1998. Setelah lebih dari tiga puluh tahun berada di bawah rezim otoriter yang membatasi kebebasan rakyat, hadirnya sistem politik yang lebih terbuka disambut sebagai angin segar. Masyarakat kini menikmati ruang partisipasi publik yang lebih luas, kebebasan pers yang meningkat, serta pelaksanaan pemilihan umum secara rutin. Semua ini menjadi tanda bahwa Indonesia bergerak menuju sistem demokrasi yang lebih baik. Namun, muncul pertanyaan penting: apakah demokrasi yang kita jalani saat ini sudah benar-benar bermakna secara substansial, ataukah hanya sebatas formalitas prosedural?

    Kondisi politik saat ini menunjukkan sebuah paradoks yang sulit diabaikan. Di satu sisi, pemilu dilaksanakan secara teratur, partai politik bersaing dalam suasana yang lebih terbuka, dan masyarakat memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat. Namun di sisi lain, praktik politik transaksional masih sangat merajalela, dan kekuatan oligarki tetap memegang kendali besar dalam pengambilan kebijakan publik. Politik uang pun masih menjadi fenomena yang hampir tak terhindarkan dalam setiap kontestasi elektoral. Situasi ini membuat demokrasi tampak seperti sebuah panggung besar di mana rakyat hanya menjadi penonton, sementara para elit politik menulis naskahnya sendiri. Jika kondisi ini terus berlanjut, demokrasi akan kehilangan esensinya sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.

    Sebagai seorang mahasiswa, saya melihat bahwa politik seharusnya bukan hanya arena perebutan kekuasaan, melainkan juga wadah perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, kenyataannya idealisme tersebut sering kali terkikis oleh pragmatisme politik. Salah satu fenomena yang semakin menguat adalah politik identitas yang memecah belah masyarakat, memperdalam perbedaan antar kelompok, dan meninggalkan luka sosial yang mendalam. Demokrasi seharusnya menjadi rumah bersama bagi semua warga, tetapi politik identitas justru menjadikannya medan pertempuran yang penuh kecurigaan dan ketidakpercayaan. Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia belum mencapai kematangan yang sesungguhnya dan masih membutuhkan penguatan dari segi substansi.

    Dari sejarah bangsa, kita tahu bahwa kekuasaan yang terpusat pernah membungkam suara rakyat di masa lalu. Generasi sebelum kita mengalami pembatasan kebebasan berekspresi, kontrol ketat terhadap pers, dan dominasi tunggal dalam sistem politik. Reformasi 1998 menjadi titik balik yang membebaskan bangsa dari belenggu tersebut sekaligus menjadi pengingat bahwa demokrasi bisa rapuh jika tidak dijaga dengan baik. Oleh karena itu, generasi sekarang memikul tanggung jawab besar untuk merawat dan menyempurnakan demokrasi yang telah diwariskan. Kita tidak boleh lengah, karena setiap kelalaian berpotensi membawa kita kembali ke era otoritarianisme. Ini adalah tugas sejarah yang tidak bisa dihindari.

    Melihat ke depan, terdapat setidaknya tiga tantangan utama yang harus dihadapi demokrasi Indonesia. Pertama, pendidikan politik perlu ditingkatkan agar masyarakat menjadi pemilih yang kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh janji-janji sesaat. Kedua, transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan harus diperkuat untuk menutup celah praktik korupsi dan transaksi kekuasaan yang gelap. Ketiga, akuntabilitas para pemimpin harus ditegakkan melalui mekanisme yang jelas sehingga jabatan publik bukan hanya menjadi simbol prestise, melainkan amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Ketiga aspek ini ibarat pilar utama yang menentukan arah perkembangan demokrasi ke depan. Tanpa penguatan ini, demokrasi akan sulit bertahan menghadapi berbagai tantangan zaman.

    Saat ini, demokrasi Indonesia berada di titik krusial. Kita memiliki pilihan untuk menjadikannya lebih bermakna dan substansial, atau membiarkannya tetap rapuh dan hanya menjadi ritual politik yang melelahkan. Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, saya percaya bahwa tanggung jawab moral intelektual adalah menjaga ruang publik tetap sehat dengan memberikan kritik yang konstruktif dan solusi yang jelas. Mahasiswa harus menjadi pengingat bagi para elit politik bahwa demokrasi bukanlah milik segelintir orang, melainkan milik seluruh rakyat. Jika peran kritis ini dijalankan secara konsisten, masa depan demokrasi akan lebih cerah. Namun jika tidak, kita hanya akan mewarisi sistem yang rapuh bagi generasi mendatang.

    Pada akhirnya, demokrasi adalah sebuah proses yang tidak pernah selesai, sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen bersama. Demokrasi bukan hanya soal prosedur pemilu, melainkan juga cerminan dari kehidupan politik, ekonomi, dan budaya bangsa sehari-hari. Dari pengalaman masa lalu hingga dinamika saat ini, kita belajar bahwa kebebasan dan keadilan tidak datang dengan sendirinya, melainkan melalui perjuangan yang terus-menerus. Menjaga demokrasi berarti menjaga martabat bangsa dan memastikan masa depan yang lebih adil. Dalam hal ini, setiap warga negara, termasuk mahasiswa, memiliki peran penting untuk memastikan bahwa demokrasi Indonesia terus berkembang menjadi sistem yang sehat, kuat, dan bermakna bagi seluruh rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun