Setelah itu datanglah Belanda ( Abad 17 Masehi) melalui kongsi dagangnya Verenigde Oostindische Compagnie (VOC). Tujuan dari pendidikan kolonial Belanda pun tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, pola yang sama juga masih dipakai oleh colonial Belanda pada kala itu seperti : Merekrut tenaga lokal sebagai social relationship untuk memperbanyak pengikut (agama), merekrut tenaga lokal sebagai serdadu untuk memperkuat kekuatan militer belanda.
Memasuki abad ke 18, Belanda menerapkan Politik Etis sehingga membuka sekolah dan mengajarkan literasi (baca, tulis, hitung) untuk kepentingan mereka dalam melengkapi tenaga administrasi.
Memasuki masa penjajahan Jepang (abad ke 19 Masehi), jepang mulai menerapkan sistem pendidikan yang benar- bersifat  unutk mendukung kemenangan militer jepang di perang pasifik. Setelah itu jepang mulai menerapkan ideology Hakko Ichu (Slogan persaudaraan Jepang untuk menguasai Asia Timur Raya). Dari sinilah dimulainya pendidikan yang bersifat Jepangisme, semua guru dilatih secara militer dengan semangat Jepang dalam mendidik siswanya (Nippon Seisyin), melatih bahasa Jepang, budaya dan adat istiadat Jepang, dan menjadikan pendidikan sebagai alat ideologisasi dan Japanisasi rakyat, demikianlah pola dan tujuan pendidikan era kolonial Jepang.
Pendidikan era Orde Lama -- Orde Baru
Pada masa Pemerintahan orde lama tujuan pendidikan nasional tumbuh dengan semangat anti kolonialisme bersifat nasionnalistik, sifat berdikari yang terwujud melalui harga diri yang tinggi dan kebhinnekaan masyarakat Indonesia. Walaupun dengan segala keterbatasan yang ada pada saat itu (pasca kemerdekaan Indonesia) namun pada era inilah semua melaksanakan tugasnya dengan  baik sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh UUD 1945.
Pada masa ini juga pemerintah melalui Ki Hajar Dewantara (Mentri pendidikan Pertama/ ) menerbitkan suatu instruksi untuk semua guru agar membang semua sistem pendidikan yang bersifat colonial dan diganti dengan pendidikan yang mengutamakan semangat patriotism, selain itu juga pemerintah menerapkan wajib belajar di sekolah dasar bagi anak usia  8 tahun.
Bisa dibilang bahwa pada masa orde lama pendidikan Indonesia ada pada masa kejayaannya, betapa tidak pada masa ini Indonesia mampu mengekspor guru untuk mengajar di Negara-negara tetangga , warga asing pun bermunculan dan datang belajar dan menimba ilmu di Indonesia, pada masa itu pendidikan menjadi hak semua orang, semua orang dapat mengakses pendidikan.
Tidak ada istilah kaya dan miskin semua setara, pengajar-pengajar diupah dengan layak, terbukanya ruang demorasi di kampus dan pendidikan juga menjadi tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan  makmur. Dengan demikian pendidikan pada era itu bukan berorientasi pada pasar pasar tepapi pada proses pembangunan sumberdaya manusia sesuai dengan amanat UUD 1945 "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa". Â
Setelah berjaya hampir beberapa dekade, Orde Lama pun tumbang akibat propaganda gerakan 30 September (G30S) 65. Rezim ini berganti dengan Orde Baru, begitupun dengan sistem pendidikannya, Orde baru merupakan antithesia dari orde lama, hamper semua kebijakan yang dibuat Soeharto dibidang pendidikan sangat jauh berbeda dengan yang perna diterapkan oleh Ir. Soekarno (Presiden Pertama Indonesia), kebijakan pendidikan diarahkan pada  penyeragaman (berpikir, bertindak dan berperilaku sama).
Watak otoriter mulai ditonjolkan dengan pembangunan yang mengkhinati kebhinekaan dan makin mempertajam primordialisme serta bertumbuhnya ketimpangan di dunia pendidikan, bahkan intervensi pemerintah orde baru pun sampai pada tahapan pemilihan rector ditentukan oleh mneteri, kepala sekolah SMA/SMP ditunjuk Kepala dinas kabupaten/kota.
Hal ini dilakukan agar terjadi penumpulan kekritisan oleh parah pelajar yang mengkritik pemerintahan orde baru. Dengan demikian sistem pendidikan era orde baru mengalami penurunan, Hasil kebijakan pendidikan Orba,  dari sisi penambahan human capital menunjukkan  "pola piramida," di mana tenaga kerja terbanyak memiliki tinggkat pendidikan SD ke bawah, lalu diikuti dengan  SMP dan SMA dan yang paling sedikit ialah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan tinggi seperti Diploma dan Sarjana.
Kerenaya, kebijakan pendidikan Orba merepresentasi kepentingan politik ekonomi kapitalis dalam rangka menciptakan basis tenaga kerja murah guna menopang, terutama kebutuhan industri manufaktur dan infrastruktur yang dibiayai dengan hutang.