Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menulis: Niteni, Nirokke, Nambahi

31 Desember 2011   17:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:31 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Istilah niteni, nirokke, nambahi pertama kali saya dengar dari trainer motivasi BS Wibowo dari Lembaga Manajemen Trustsco. Beberapa tahun setelahnya saya menemukan diksi ini di buku Andrias Harefa berjudul Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang.
Andrias menjelaskan tiga diksi ini ia terima dari pelatih menulisnya saat di Yogyakarta dulu sekitar 1987. Nama orang itu Mardjuki. Ia yang merumuskan tiga konsep ini. Saya meneruskan tiga poin ini dengan tambahan narasi secukupnya.

Niteni
Niteni artinya mengamati. Maksudnya, buat kita yang hendak menjadi penulis, aktivitas pertama ialah mengamati. Bacalah sebanyak mungkin artikel. Amati semua jenis tulisan, baik berita langsung, feature, opini, tajuk, esai, resensi, sampai surat pembaca. Amati dengan baik bagaimana setiap penulis memilih judul, membuat lead, menata kalimat, pilihan kata, sampai epilog.

Pendiri Kompas, PK Ojong, juga belajar otodidak. Ia belajar dari mengamati bagaimana sebuah artikel bisa ada di koran. Tajuk ia perhatikan, isinya juga demikian, sampai konsistensi penulisnya. Mengamati memang pekerjaan yang tak gampng. Bukan sekadar membaca, tapi dicerna. Sampai kita berujar, "Oh, begini ya cara orang ini menulis, oh begitu ya tajuk ini sampai bagus, kok kalimatnya enak dibaca ya, oh kalimatnya aktif toh". Dan sebagainya.

Saya sekarang sedang mengamati tajuk di Kompas. Sebab, menurut saya, tajuk Kompas sangat bagus. Sikapnya jelas, kalimatnya enak, kontennya oke, penyajiannya ciamik. Saya ingin suatu waktu menulis tajuk seperti jurnalis di sana menulis editorialnya.

Kedua, Nirokke.
Tradisi meniru ini tidak salah. Meniru di sini artinya menduplikasi diri kita terhadap penulis yang hendak kita "jiplak". Tapi, tegasnya, ini bukan plagiarisme. Bukan plagiat. Bukan sama sekali. Ini proses belajar kita.
Dalam tahapan mengamati, kita baru tahap pengenalan. Nah, di nirokke, kita mencoba menjadi sosok penulis yang mau kita duplikasi. Misalnya, saya kesengsem berat dengan PK Ojong, sedapat mungkin saya meniru bagaimana Ojong menulis dan mengedit. Dari karyanya saya belajar.

Sejak di kampus, saya tertarik dengan cara menulis Anis Matta. Sekarang dia Sekjen Partai Keadilan Sejahtera. Tulisan dia di majalah Tarbawi selalu saya baca karena konten di rubrik Thumuhat-nya sangat bagus. Kaset ceramahnya saya dengar sampai khatam. Kebetulan, jauh sebelum ia menjadi politikus, saya dan alumnus Rohis SMAN 2 Tanjungkarang sempat mengundangnya untuk acara di Rohis kami. Dari sana saya mulai mengagumi dan me-nirokke- dia.

Namun, untuk meniru menulis, saya lupa, siapa yang menjadi patron saya.

Saya cenderung menulis seperti saya berbicara. Mencoba menjadi runut dalam menulis, ringkas dalam kalimat.
Nirokke penulis siapa saja bisa. Ada baiknya kita ngefans dengan beberapa penulis. Di koran kan setiap hari ada yang menulis artikel. Cobalah menduplikasi diri pada satu atau dua penulis.

Ketiga, nambahi.
Di titik ini, kita tak sekadar meniru tulisan orang yang kita kagumi. Di noktah ini kita sudah menambahkan beberapa ciri khas diri kita sendiri. Kalau dalam nirokke kita "seratus persen duplikasi", pada nambahi, persentase berkurang jauh. Kita sudah menemukan gaya sendiri.

Tapi. Tiga proses ini mesti aktif. Maksudnya, kalau tak diiringi menulis secara langsung, ya sulit. Cuma mengamati tanpa pernah menulis, tak bakal jadi. Artinya, kunci ada pada praktik. Niteni, nirokke, dan nambahi tak bakal sukses kalau kita tak menulis.

Terima kasih buat Andrias Harefa dan BS Wibowo atas inspirasi tiga diksi ini. Juga buat mahaguru menulis: Mardjuki. Salam takzim saya buat Anda. Selamat memasuki tahun 2012. Semoga kita makin produktif dalam menulis. Dengan niteni, nirokke, dan nambahi. Setuju?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun