Tuhan senang terhadap orang yang rendah hati. Dan sebaliknya Tuhan tidak suka kepada mereka yang sombong, angkuh dan merasa diri paling hebat dan paling kuat. Karena sejatinya tidak ada manusia yang hebat dan kemampuan manusia tidak mungkin dapat menandingi kemampuan Tuhan.Â
Seperti yang dikatakan oleh Salomo dalam Amsal 21: 30, "Tidak ada hikmat dan pengertian, dan tidak ada pertimbangan yang dapat menandingi Tuhan". Atau dalam terjemahan BIMK, "Tidak ada kepintaran, kecerdasan atau kebijaksanaan yang dapat bertahan di hadapan Tuhan".
Alkitab menggambarkan kerendahan hati sebagai kelemah-lembutan dan tidak menghiraukan diri sendiri. Istilah Yunani yang diterjemahkan sebagai "kerendahan hati" di dalam Kolose 3:12 dan di bagian lainnya bermakna "pikiran yang rendah diri", sehingga kita menyimpulkan bahwa kerendahan hati itu merupakan sikap hati, bukan saja perilaku lahiriah.Â
Seseorang dapat memeragakan kerendahan hati tetapi hatinya masih penuh kesombongan dan kecongkakan. Yesus berkata bahwa mereka yang "miskin di hadapan Allah" akan beroleh Kerajaan Sorga (Mat. 5:3).Â
Miskin di hadapan Allah atau dalam kata lain miskin secara rohani berarti hanya mereka yang mengakui keterpurukan rohani mereka dapat memperoleh kehidupan kekal. Oleh karena itu, kerendahan hati adalah salah satu syarat pokok menjadi orang Kristen.
Ketika kita mendatangi Kristus sebagai orang berdosa, kita harus datang dengan sikap rendah hati. Kita mengakui bahwa kita adalah pengemis dan orang miskin yang tak dapat menawarkan Dia apapun juga selain dosa kita dan kebutuhan kita akan keselamatan.Â
Kita menyadari ketidakpantasan dan ketidakmampuan kita menyelamatkan diri. Ketika Ia menawarkan belas kasih dan kasih karunia Allah, kita menerimanya dengan sikap bersyukur dalam kerendahan hati dan hidup berkomitmen kepada-Nya dan kepada sesama kita.Â
Kita mati kepada diri sendiri supaya kita dapat hidup sebagai ciptaan baru dalam Kristus (2Kor. 5:17). Kita tidak lupa bahwa Ia telah menukarkan keadaan tak berharga kita dengan keadaan sempurna-Nya, dosa kita dengan kebenaran-Nya, dan hidup yang kita jalani sekarang, kita hidup dalam iman pada Sang Anak Allah yang telah mengasihi kita dan menyerahkan Diri-Nya bagi kita (Gal. 2:20). Itulah kerendahan hati yang sejati.
Kerendahan hati yang alkitabiah bukan hanya syarat memasuki kerajaan, melainkan syarat menjadi besar dalam kerajaan kekal (Mat. 20:26-27). Yesus telah memberikan teladan yang sempurna. Sebagaimana Ia tidak datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani, kita juga harus berkomitmen melayani orang lain, dengan mengedepankan kepentingan orang lain dahulu (Flp. 2:3).Â
Sikap ini menghindarkan kita dari ambisi yang egois, kesombongan, dan pertikaian yang muncul ketika orang berbenar diri dan membela diri. Yesus tidak malu untuk merendahkan DiriNya sebagai seorang hamba (Yoh. 13:1-16), bahkan sampai mati di atas kayu salib (Flp. 2:8).Â