Demikian pula halnya dalam Maleakhi 3:5 yang mencatat bahwa Allah akan segera menjadi saksi melawan mereka yang menindas janda-janda dan anak-anak yatim.
Kita kembali pada Lukas 18:1-8. Pada perikop ini dengan gamblang mendeskripsikan tentang Yesus yang mengungkapkan perumpamaan seorang janda kepada murid-murid-Nya. Janda ini sedang diperhadapkan kepada sebuah masalah (mungkin perihal uang) dengan seseorang, dan ternyata di kota tempat dia tinggal tidak ada satu orang pun yang mendukungnya, kecuali seorang hakim yang tidak benar. Oleh karena dia tidak mampu membayar jasa pengacara, maka dia memberanikan diri untuk datang langsung kepada hakim untuk mengadukan kasusnya seraya memohon pertolongan.Â
Apa yang dilakukan oleh janda ini sebenarnya seperti "menjaring angin". Mengapa? Oleh karena ternyata sang hakim pun bukanlah orang yang baik. Bahkan mungkin jauh lebih jahat dari orang yang sedang bermasalah dengannya. Hal ini tampak jelas dalam perkataan hakim itu sendiri dalam ayat 4, "Walau pun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun". Artinya dari pernyataan ini secara tidak langsung sang hakim hendak menegaskan bahwa pada dirinya sendiri tidak ada kebenaran bahkan tidak ada pengenalan akan Tuhan.Â
Lalu, bagaimana mungkin dia dapat memberikan keadilan kepada janda itu. Hakim tersebut sama sekali tidak mempunyai prinsip-prinsip agama dan kebal terhadap pendapat umum. Dia sama sekali tidak pernah memperhatikan perkataan Allah. Akan tetapi ironisnya bahwa ternyata janda ini justru mengadukan kasusnya kepada hakim seperti ini.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh janda itu banyak menimbulkan pertanyaan. Oleh karena sangat sulit untuk dipahami. Mengapa dia harus mengadukan perkaranya kepada hakim yang seperti itu? Apakah hal ini merupakan indikasi yang kuat betapa orang Israel tidak lagi membela dan menghormati hak dari para janda? Dan mungkin saja janda tersebut tidak memiliki pilihan lain, selain mengadukan perkaranya kepada sang hakim yang jahat itu. Frasa "belalah hakku!" merupakan bahasa hukum yang sebenarnya hendak menegaskan "terimalah perkaraku!" atau "bantulah aku untuk mendapatkan keadilan!"
Pada awalnya, hakim itu pun menolak. Akan tetapi ternyata penolakan dari hakim tidak meruntuhkan dan membuat janda itu patah arang. Dia terus berusaha, berusaha dan berusaha. Setiap hari dia pergi dan mendatangi hakim itu dengan menyampaikan sebuah permintaan yang sama, "belahlah hakku terhadap lawanku!" Dan ternyata strategi ini berhasil.Â
Oleh karena "desakan" dari janda itu membuat sang hakim merasa gelisah. Sehingga dia berkata: "Walaupun aku tidak takut akan Tuhan, dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia supaya jangan terus saja dia datang dan akhirnya menyerang aku".
Sebenarnya situasi ini mengingatkan saya kepada kisah seorang perempuan Kanaan yang pernah memohon kepada Yesus supaya anaknya yang kerasukan setan dapat disembuhkan dan dibebaskan (Mat. 15:21-28).Â
Pada awalnya sebenarnya Yesus seolah-olah tidak peduli kepada permohonan perempuan itu. Akan tetapi karena kegigihan dan tidak jemu-jemunya perempuan itu memohon kepada Yesus, akhirnya Yesus pun menolong dan mengabulkan permintaannya. Dari jauh Yesus mengusir setan yang merasuki anak perempuannya. Â
Lalu, apa kaitan atau hubungan perumpamaan ini dengan tema: berdoa dengan tidak jemu-jemu? Perumpamaan ini hendak menunjukkan bahwa setiap kita orang Kristen membawa masalah kita dengan terus menerus atau tidak jemu-jemu kepada Tuhan dalam atau melalui doa.Â
Kita seharusnya selalu berdoa dan tidak menjadi lelah ketika jawaban doa itu ternyata tidak berikan sesuai dengan waktu yang kita harapkan. Itulah sebabnya, pada ayat 6, Yesus menegaskan kepada murid-murid-Nya: "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu!"