Mohon tunggu...
Adhe Ismail Ananda
Adhe Ismail Ananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

 من عرف نفسه فقد عرف ربه

Selanjutnya

Tutup

Money

Pasar Muamalah: Gambaran Kondisi Ekonomi Saat Ini

5 Februari 2021   08:34 Diperbarui: 5 Februari 2021   08:55 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adwi, S.M., M.M (Dosen Ekonomi dan Perbankan Syariah IAI Al Mawaddah Warrahmah Kolaka) Dok. Adwi

Beberapa hari terakhir telah heboh di berita terkait adanya pasar muamalah di Depok, Jawa Barat. Pasar muamalah di dirikan oleh sekelompok jamaah yang dipimpin Zaim Saidi. Pasar ini berdiri karena melihat kondisi ekonomi saat ini semakin terpuruk, dengan demikian tergerak untuk mendirikan pasar tersebut. Pasar muamalah yang didirikan berdasarkan pada aturan fiqih yang mereka jadikan landasan dalam melakukan transaksi jual beli. Konsep yang digunakan adalah konsep pengawasan tanpa sewa, pajak, dan tidak disekat-sekat. Menerapkan sistem tukar menukar barang (barter) sesuai dengan kesepakatan, serta menggunakan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran.

Munculnya pasar ini memberikan gambaran bahwa kondisi ekonomi kita berada dalam ketidakpastian, sehingga sekelompok masyarakat bergerak dengan dasar pemikiran mereka masing-masing tanpa melihat regulasi yang berlaku di negeri ini. Hal ini sangat memprihatinkan dan perlu kepekaan dalam sebuah tindakan untuk mencegah hal-hal serupa agar tidak terulang. Jika di lihat dari kasus ini maka poin penting yang bisa ditarik adalah; Pertama, masyarakat butuh kebijakan yang akurat dan penuh kepastian dari pemerintah untuk menstabilkan kondisi ekonomi saat ini. Kedua, perlu dikaji ulang, apakah metode yang digunakan secara signifikan berdampak buruk terhadap ekonomi atau mungkin bisa menjadi modal penting sebagai alternatif menyelamatkan kondisi ekonomi bangsa.

Kebijakan yang efektif menjadi harapan masyarakat saat ini untuk menyelamatkan kondisi ekonomi yang kian terpuruk. Ketidakpastian menjadi momok menakutkan bagi masyarakat terlebih pada masa pandemi membuat kehidupan masyarakat jauh dari kata sejahtera. Dapat dimaklumi bahwa beberapa tahun terakhir perekonomian Indonesia mengalami penurunan secara signifikan. Dirilis oleh Bank dunia yang menyatakan bahwa Indonesia kemungkinan stabil lima tahun mendatang, itupun jika pandemi segera berakhir. Kekhawatiran ini menjadi ancaman bagi masyarakat, sehingga mereka mengaharapkapkan suatu kebijakan yang dapat mengubah kondisi menjadi lebih baik.

Terkait sistem muamalah yang digunakan pada kasus ini, perlu didiskusikan bersama untuk mengkaji ulang serta mempertimbangkan faedah dan mudaratnya. Muamalah sebenarnya adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat, karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup berdiri sendiri. Dalam hubungan lainnya manusia dibatasi oleh syariat tersebut, yang terdiri hak dan kewajiban. Sederhananya, muamalah diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan manusia untuk saling membantu agar tercipta masyarakat yang harmonis. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2, yang artinya : "dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran", dengan kata lain muamalah adalah proses yang sah (dibolehkan).

Namun, yang menjadi permasalahan pada kasus pasar muamalah yang ada di Depok adalah lebih pada alat pembayaran yang digunakan. Dimana alat yang digunakan bukan merupakan mata uang resmi Indonesia (rupiah) melainkan menggunakan dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai alat transaksi. Sebagaimana kita telah memiliki undang-undang yang yang menjadi dasar acuan Negara. Pasal 21 ayat 1 UU tentang mata uang, mewajibkan menggunakan rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesain, kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan transaksi keuangan laiinya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka sebab itu, jika ada transaksi menggunakan denominasi non-rupiah melanggar pasal tersebut.

Adapun perbandingan nilai antara dinar dan dirham dengan nilai rupiah yaitu berdasarkan hukum syariat islam, dinar (emas) memiliki berat 1 mistqal atau setara dengan 1/7 troy ounce, setara 4,45 gram. Namun, umumnya diketahui dinar memiliki berat 4,25 gram. Sedangkan dirham (perak) memiliki berat 1/10 troy ounce, atau setara dengan 3,11 gram. Koin 1/4 dinar dengan tingkat kemurnian 91,7 persen, harganya setara Rp.938.094 dengan berat 1,06 gram. Sementara dirham dengan tingkat kemurnian 99,95 persen, setara dengan Rp.94.000.  

Dalam konteks barter, sebenarnya boleh saja menukarkan dinar dan dirham dengan nilai barang yang setara, akan tetapi dalam skala kecil atau tidak menjadi alat transaksi utama (tidak sebagai pengganti mata uang), karena itu sudah jelas melanggar undang-undang. Jika digunakan dalam skala kecil, itu tidak akan berdampak signifikan pada krisis moneter. Tidak hanya dinar dan dirham, apabilan ditelusiri lebih jauh bahkan bitkoin merupakan alat transaksi modern (mata uang digital) dianggap melanggar, sebab digunakan sebagai pengganti mata uang. Bahkan tidak ada satupun lembaga yang bertanggung jawab apabila terjadi money laundry, penipuan, ataupun pencurian.

Berdasarkan hal tersebut maka seharusnya pemerintah lebih menkaji ulang segala bentuk konsep yang kemungkinan bisa membantu untuk menyelesaikan permaslahan pada perekonomian. Pemerintah bisa mempelajari setiap konsep yang ada dan membuka ruang kepada mereka yang memiliki ide atau konsep dengan berdiskusi bersama dalam menyelesaikan permaslahan. Perubahan perlu dilakukan demi menyelamatkan bangsa, terpaku pada satu konsep yang terus menerus justru bisa saja semakin memperburuk kondisi ekonomi.
Saat ini menjadi program pemerintah, dimana bank-bank atau lembaga keuanagan lainnya beralih menjadi lembaga syariah, dengan kata lain sebenarnya pemerintah telah melirik sistem syariah sebagai alternatif perbaikan kondisi ekonomi. Tidak menutup kemungkinan sistem muamalah akan digunakan dalam sistem perdagangan, karena muamalah merupakan cabang ilmu syariah dalam cakupan ilmu fiqih. Sedangkan muamalah mempunyai banyak cabang, diantaranya muamalah, ekonomi, politik, dan sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun