Mohon tunggu...
Ade SetiawanSimon
Ade SetiawanSimon Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Uma Kalada, Merawat Jejak Leluhur Sumba

31 Januari 2023   17:36 Diperbarui: 19 Februari 2023   19:10 1405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kampung Adat Ratenggaro (Dokumentasi pribadi)

Kira-kira sepuluh tahun terakhir setelah media sosial menjadi bagian tak terpisahkan bagi setiap penduduk bumi di manapun berada layaknya KTP versi digital, dunia kita tak lagi asing untuk dilihat dan dinikmati, setiap individu dapat dengan mudah mengetahui infromasi dan menjelajah kota dari kamar tidur mereka melalui layar telpon pintar, semuanya tampak muda saat ini.

Setiap individu mulai menyesuaikan dan berusaha membuka diri terhadap arus perubahan sosial budaya di lingkungan sekitarnya. Kencangnya arus perubahan informasi ini telah membuka ruang bagi setiap orang datang menikmati keindahan alam Sumba yang polos. 

Keasrian Sumba saat ini memang layak dinikmati oleh siapa saja penikmat alam dan sosial budaya, Sumba dan penduduknya adalah sesuatu yang tak terbantahkan akan kuatnya memeluk adat istiadat serta budaya meskipun dikepung arus budaya yang masuk dan berasimilasi di tengah masyarakat.

Bagi pencinta petualangan dan hobi traveling sudah pasti tahu Sumba, pulau yang berada di tenggara Indonesia; pulau yang langsung menantang Samudra Hindia di sisi selatannya. 

Bagi para pembaca minim informasi soal Pulau Sumba, sekadar informasi Pulau Sumba adalah satu dari tiga pulau besar di wilayah kepualuan provinsi Nusa Tenggara Timur dengan kuda sandalwood sebagai ikon Sumba dan telah dikenal masyarakat luar negeri sebelum masyarakat Indonesia sendiri mengenalnya. 

Nusa Tenggara Timur bukan semata-mata Labuan Bajo tetapi ada Sumba, pulau kediaman para leluhur yang dari timur hingga ke barat merupakan potongan-potongan surga yang sengaja ditinggalkan Tuhan untuk para leluhur. Pulau Sumba dalam satu dekade terakhir telah berbenah membuka pintu gerbang kedatangan bagi setiap pelancong domestik yang hendak menikmati alam dan budaya masyarakat lokal dengan keramahan khas Sumba.

Hal mencolok ketika berada di Pulau Sumba, kita dengan mudah akan menjumpai lingkungan kampung adat yang berada pada puncak bukit di sekitaran kota, dengan rumah-rumah terbuat dari kayu-kayu pilihan yang dibawah dari hutan ulayat serta beratapkan lalang pada bubungan rumahnya. 

Masyarakat setempat menyebut lingkungan perumahan ini sebagai Prai atau Praing yang berarti kampung, sementara di dalam Prai terdapat lebih dari dua rumah adat yang dibangun berjejer rapi berbentuk formasi U

Rumah adat orang Sumba di dalam Prai disebut sebagai Uma Kalada atau rumah besar, rumah suku tempat asal muasal setiap suku atau keluarga besar, rumah pertama yang dibangun oleh para pendahulu atau leluhur dari suku atau keluarga. 

Uma Kalada saat ini dihuni atau dijaga oleh keluarga inti secara turun temurun. Secara akar kata penggunaan kata Uma lazim digunakan oleh masyarakat proto melayu untuk penyebutan pada hunian atau rumah besar, tempat tinggal satu keluarga besar. 

Penggunaan kata uma pada perkembangannya tetap digunakan kelompok proto melayu yang menyebrang ke wilayah sunda kecil termaksud wilayah Nusa Tenggara Timur.

Sejatinya konsep rumah adat Uma Kalada merupakan rumah panggung dengan mengadopsi konsep arsitektur rumah Joglo Jawa, hal ini memiliki keterkaitan dengan catatan sejarah terkait pengaruh Maja Pahit pada masyarakat Sumba.

Ini dapat kita temukan dalam tuturan pada upacara adat masyarakat setempat sebagai bentuk pengormatan terhadap leluhur: Sang Ia Ratu Jawa, Sang Aji Ratu Bima serta dalam catatan negarakertagama yang menyebutkan Sumba sebagai bagian dari wilayah nusantara. 

Setidaknya terdapat dua penamaan lain selain Uma Kalada untuk menyebut rumah induk atau rumah menara yakni Uma Bokul yang umum digunakan masyarakat Sumba dan Uma Mangu Toko yang biasa digunakan oleh masyarakat kampung Prai Ijing.

salah satu rumah adat di kampung Prai Ijing (Dokumentasi pribadi)
salah satu rumah adat di kampung Prai Ijing (Dokumentasi pribadi)

Uma Kalada memiliki tiga bagian penting dan menjadi filosofi masyarakat Sumba melihat rumah induk sebagai simbol kehidupan, bagian pertama adalah Sali Kabungu atau bagian bawah rumah yang dapat difungsikan sebagai kendang hewan. Sali Kabungu berkaitan dengan tanah atau bumi tempat manusia berziarah. 

Bagian rumah kedua adalah Katungu atau bagian dalam rumah tempat penghuni rumah bercengkrama, menyelesaikan masalah dan tempat perdamaian. Terdapat tungku api di dalam rumah yang dapat dilambangkan sebagai kehidupan harus tetap menyala atau bermanfaat bagi seisi rumah dan kampung. 

Pada bagian Katungu terdapat dua pintu yang masing-masingnya diperuntukan untuk pria dan wanita ketika hendak masuk atau keluar dari rumah. 

Bagian rumah ketiga adalah Uma D'ana atau menara sebagai simbol bersemayamnya sang pencipta sebagai mana atap rumah yang menjulang mencakar langit bertemu sang pencipta. Pada bagian ketiga ini terdapat tempat penyimpanan hasil panen dan benda pusaka.

Bagi masyarakat Sumba, Uma Kalada adalah rumah tempat asal dari kehidupan dan pada akhirnya menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi setiap anggota, tempat melakukan hajatan atau ritual adat, pertemuan adat serta menjadi tempat rekonsiliasi, karenanya Uma Kalada dianggap sakral bagi setiap masyarakat setempat dan terus melestarikan tradisi kepada generasi selanjutnya.

SUMBER:

Hasil wawancara dengan penduduk Prai Ijing desa Tebara -- Sumba Barat

Krismanto Kusbiantor dkk, MODERNISASI DAN KOMERSIALISASI UMA MASYARAKAT MENTAWAI SEBUAH DESKRIPSI FENOMENOLOGIS, Universitas Kristen Maranatha: Fakultas Seni Rupa dan Desain.

Narasumber: Johan Dangga Loma.

Soelarto B., Budaya Sumba Jilid I, Jakarta: DITJEN KEBUDAYAAN DEPERTEMEN P & K.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun