Dibilang nekat sih mungkin juga, alasannya variatif ada yang pusing gara gara tuntunan nikah dari calon mertuanya, ada yang pusing sama kerjaan, ada yang pusing dengan masalah jodoh dan gak perlu di bilang siapa orangnya yang pasti Saya, Kong, dan Enca sepakat untuk pergi ke Yogyakarta, sebenarnya kami biasa pergi ke Pangandaran namun setelah insiden 4 hari luntang-lantung seperti gelandangan disana kami sepakat trauma berjamaah, sebenarnya ada 1 orang yang mau ikut yaitu si Iki a.Ka Ceper tapi ga tau alasannya apa sampai beliau tidak ikut.
Dimulai dari planning Kong yang sangat dituakan disini, ingin lebih hemat, praktis, dan gak ribet maka dia searching di google tempat menginap, tempat wisata, sampai kuliner, edan... maklumlah dengan gaji kami yang seukuran pegawai sukarelawan tidak memungkinkan untuk kami menginap di hotel kelas bintang 5 dan bila kami punya uang juga gak mungkin buat kami menginap sesama pria di hotel mahal, mubazir. Sempat kesulitan dengan pembelian tiket kereta api karena jujur dari kami belum pernah naik kereta api, searching kembali di google dan sebelumnya kami mengucapkan terimakasih google berkat anda semua terasa praktis, dan akhirnya kami memilih boking tiket di Mini Market dengan tempat kursi yang tidak bisa dipilih, tak apalah yang penting sampai dan selamat harga tiket kereta api saat itu pada tahun 2015 sebesar Rp. 90.000 untuk kelas Ekonomi dengan pemberangkatan di Stasiun Kiaracondong.
Hari Senin kami berangkat menuju Bandung dengan naik Bus dari Paseh, ya seringkali Paseh di bilang Polandianya Indonesia oleh Enca, tidak tahu maksudnya apa. Untuk urusan tawar menawar ongkos Bus kami percayakan Kong, karena beliau memiliki ilmu ibu-ibu nawar yang tadinya harga 40 ribuan menjadi 25 ribuan, tiba di Cibiru kami naik angkot jurusan Kiaracondong dengan harga 5 ribuan dan saya duduk di kursi tambahan dekat pintu mobil mirip kendeklah, lumayan ribet dengan membawa tas yang berat.
Sesampainya di Stasiun kami menukarkan tiket dan brengseknya jadwal pemberangkatan kami Jam 9 malam dan saat itulah kami tiba jam 5 sore, menunggu kurang lebih 3 jam bukan hal baik bagi orang yang sedang mumet dengan berbagai hal. Tak terasa rasa lapar mengetam, Kong dan Enca yang memiliki azas ke timuran membuka nasi timbel layaknya orang Desa, dan saya membekal makanan Vegetarian maklum saat itu sedang diet, tadinya mau so Vegan tapi makin sininya sayuran saja tidak membuat perut kenyang jadi salut buat kamu yang Vegan. Sebenarnya menikmati senja di Stasiun Kircon begitu kami menyebutnya sangat keren, coba deh kamu nunggu 3 jam lalu muncul senja berwarna jingga sangat romantis lagi ketika melihat cewe cewe pulang dari kereta api dan dijemput pacarnya atau suaminya, bangsat...
Saya berganti duduk dengan Kong, lalu saya mengeluarkan sketchbook dengan maksud mau menggambar si Cewe tadi, tapi brengsek mata udah sayu gara gara minum CTM 4 tablet ( jangan ditiru ), sejenak saya ngobrol dengan si Cewe itu dan dia bilang mau ke Jepara apa Jombang saya lupa lagi, dengan mata setengah teler nyoba nguatin aja.
Melihat ke arah kiri dengan mesranya si Enca menopang sandaran kepala Teteh berbadan tambun, kalau bisa digambarin seperti scene film JAV, eh.. korea. Lalu ku dengarkan lagu Billy Joel yang Piano Man rasanya larut dengan situasi dini hari.
Pukul 04.10 kami tiba di Stasiun Leumpuyangan, mencuci wajah di WC umumnya saya sedikit terhentak ketika ada coretan vandalisme di pintu dengan tulisan “Dilarang Ngocok” okey.. itu hal paling hakiki. Sejenak nyadarin diri sambil ngumpulin nyawa tapi intinya mah ga tau kemana di waktu sesubuh itu, Jam 5 subuh kami berjalan dari Leumpuyangan ke Malioboro via jalan kaki, hitungan berapa jaraknya kurang lebih 1,5 kilometer lah, lumayan cape tapi kebayar dengan melihat beberapa bangunan disekitaran jalan dan kali code, mendingan kamu liat sendiri sensasi jalan kakinya.