Sudah lama merantauÂ
sedari musim hujan hingga kembali menyapa hujanÂ
air mata tetap samaÂ
di keringkan kemarau
dengan taburan dedaunan kering
sketsa samar wajah bunda menari-nari
bagai debu yang melekat singgah tak mau lepas.
Bunda, goa tapamu terlampau jauh
aku di sini
menyebarkan kasih sayang
hingga langit jenuh mendengarkan ratapan
yang riuhnya melebihi dunia pasar.
Aku kurang mengerti rasa yang tumbuh ini
padahal kita jarang bicara bahasa cinta
selalu melempar sauh
kau dekat dengan pantai dan aku gemar memeras keringat
demi untuk entah
tetapi saat kesukaran hinggap
namamu tersebutkan lebih dulu.
Aneh,
kita musuh dalam kerinduan
dan hanya bisa merangkai bagian bahagia
dalam sudut dingin, terpencil.
Bunda, yang kusebarkan tintanya dalam sajak-sajakku
hutang susumu tak kuasa kubayar
di antara sisa-sisa kenakalan ini
aku merindukan dongeng pagi hari
lihatlah! Mata ini merah kembali
memanggil dengan tatapan hampa
duh rindunya.
Jakarta, 12 Januari 2019.
Karya Delia Adel Succubus