Mohon tunggu...
Adelia TriEka
Adelia TriEka Mohon Tunggu... Freelancer - Pengelana

Amuk itu adalah Angkara dungu yang gemar memangsa hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sketsa Bunda

12 Januari 2019   17:32 Diperbarui: 12 Januari 2019   17:35 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah lama merantau 
sedari musim hujan hingga kembali menyapa hujan 
air mata tetap sama 
di keringkan kemarau
dengan taburan dedaunan kering
sketsa samar wajah bunda menari-nari
bagai debu yang melekat singgah tak mau lepas.

Bunda, goa tapamu terlampau jauh
aku di sini
menyebarkan kasih sayang
hingga langit jenuh mendengarkan ratapan
yang riuhnya melebihi dunia pasar.

Aku kurang mengerti rasa yang tumbuh ini
padahal kita jarang bicara bahasa cinta
selalu melempar sauh
kau dekat dengan pantai dan aku gemar memeras keringat
demi untuk entah
tetapi saat kesukaran hinggap
namamu tersebutkan lebih dulu.

Aneh,
kita musuh dalam kerinduan
dan hanya bisa merangkai bagian bahagia
dalam sudut dingin, terpencil.

Bunda, yang kusebarkan tintanya dalam sajak-sajakku
hutang susumu tak kuasa kubayar
di antara sisa-sisa kenakalan ini
aku merindukan dongeng pagi hari
lihatlah! Mata ini merah kembali
memanggil dengan tatapan hampa
duh rindunya.

Jakarta, 12 Januari 2019.

Karya Delia Adel Succubus

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun